-->

Lollipop And Cotton Candy(17-20)



#17
"Yeh kemana nih anak, malah di baca doang."  ujar Bagas menatap layar ponselnya dengan serius. melihat WhatsApp nya hanya di read oleh Alysa, membuat Bagas berniat menelepon Alysa. Beberapa lama setelah ia mencoba menelepon Alysa yang tidak kunjung di angkat, akhirnya Alysa mengangkat telepon dari Bagas.
Bagas : "lo kemana aja woi, gue wa cuma di baca. Lo hari ini nggak masuk ya?"
Alysa : " iya maaf-maaf, emang ada apa?"
Bagas : " ini kepala sekolah udah ngasih uangnya ke gue, terus gimana? Dan proposalnya udahkan? Tinggal diprint?  Balik sekolah gue kerumah lo ya, kita ke tempat lomba ngasih uang sama proposalnya. Nggak ada yang di ubah lagi kan?"
Alysa : "jemput gue di Hospital High aja, gue nggak ada dirumah. Enggak kok nggak ada yang di ubah"
Bagas : "oh oke-oke"
             Bagas mengakhiri pembicaraan, ia bergegas ke kantin, melewati meja yang biasa Bagas dan ke empat temannya berkumpul. membuat Erik, Radit dan Stev hanya melihati Bagas lewat tanpa melihat mereka kembali. Sedangkan Devan mencoba untuk mengacuhkan Bagas. "Sih bagas sekarang jadi asing gitu ya sama kita” kata Radit. “ya gitulah yang udah punya temen baru” ucap Erik meneguk minuman kaleng bersoda. “bukan temen baru, tapi gebetan baru. Akhir-akhir ini dia sering bareng Alysa. Gue rasa nanti bakal jadian” kata Stev, membuat Devan melihat segala gerak gerik Bagas yang kini sedang mengantri di salah satu tukang jajanan dengan wajah datar.
Kemudian Devan mengalihkan pandangannya ke layar ponselnya, ia mulai mengetik beberapa digit number dan bergegas pergi menjauh dari teman-temannya, mereka mengerti apa yang Devan akan lakukan, mereka hanya melihat sekilas langkah Devan kemudian terfokus pada masing-masing kesibukan.
Devan berjalan menuju ruang osis dengan telepon berada persis di telinga kanannya, memastikan seseorang mengangkat telepon dari Devan. Angkat dong elah. Gumam Devan kesal, ia pun kini memasuki ruang osis yang nampaknya tak ada seorang pun disana. ia tetap menunggu seseorang mengangkat teleponnya.tapi kini, harapan Devan pupus. Lagi-lagi tidak ada jawaban dari seseorang. Devan mematikan panggilan ia nampak kacau, kesal, khawatir membuatnya memukul meja rapat dengan kepalan tangan kanannya, lalu mengacak acak rambut bergaya Layered Undercut  nya. Tiba-tiba saja seseorang membuka pintu Ruang osis membuat Devan melihat siapa yang datang, ternyata ia adalah mantan Sekretasis Osis sekaligus pacar Naufal, Tia.
Entah ada apa Tia datang ke Ruang osis, Devan pun langsung menahan emosi yang masih menguasai dirinya lalu menanyakan alasan Tia datang ke Ruang Osis.
       “Tia? Ngapain lo disini?” tanya Devan dengan tenang mencoba mengontrol emosinya. “tadi pas gue lewat, gue denger ada suara gitu di sini, yaudah gue coba cek, takutnya ada sesuatu yang jatuh disini. Mm.. ngomong-ngomong lo sendiri ngapain?” tanya Tia balik. “gue lagi butuh waktu sendiri ti,mau tenangin pikiran sebentar disini” jawab Devan sembari tersenyum kecil, membuat Tia hanya mengangguk kecil menandakan bahwa ia mengerti yang di maksud Devan. dan mengalihkan pandangannya ke struktur Osis yang baru saja dibuat setelah pelepasan Jabatan.
 Menghampiri dan melihat satu nama yang berada pada Struktur itu. Nama kedua yang terletak di sebelah kiri dengan Jabatan Ketua. “ngomong-ngomong Kirey cocok ya gantiin posisi lo” kata Tia, membuat Devan terdiam dan melihat kearah Tia yang kini membelakangi Devan.
“lo tau nggak sih? Gue sempet nggak nyangka lho pas tau Kirey jadian sama lo, gue fikir itu Cuma gossip belaka aja. Tau nya beneran” jelas Tia membalikan badan kearah Devan. Tia menatap lamat Devan yang hanya diam dan bingung, apa yang sebenarnya ingin Tia katakan.
Melihat Devan hanya terdiam dan seperti kebingungan, Tia melanjutkan perkataannya yang ternyata belum ia selesaikan. “nggak nyangka lo bakal nerima bocah kaya dia. sih anak manja” ungkap Tia terdengar kejam di telinga Devan, membuat Devan menatap Tia serius sembari mengerutkan dahimya. “yaudah deh ya van, gue cabut aja.” Kata Tia yang Nampak sinis dengan Devan, meninggalkan Devan di ruang osis.
Seletah itu, Devan mengacuhkan perkataan Tia. Ia bergegas kembali ke kelasnya untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Sebelum itu, ia menuju ke sebuah loker yang terletak persis di depan Ruang kelasnya untuk mengambil beberapa buku yang akan di pelajarinya nanti. Loker kedua dari sebelah kiri nya. Setelah selesai mengambil beberapa buku ia mengunci kembali lokernya dan badannya mulai bersender pada loker yang menutupi beberapa loker disertai kepalanya yang kini ikut bersender. Devan nampak lelah. sesekali ia menghelai nafas dan memejamkan kedua matanya, saat ia mulai merasa nyaman dengan posisinya, suara tawa gadis dari sebelah timur membuat Devan membuka matanya, suara lembut seperti anak kecil membuat Devan mengingat tawa tersebut. Ya, tentu ia mengenali tawa khas tersebut.
Tak salah lagi, tawa itu milik gadisnya yaitu Kirey. Kini bola mata Devan melihat kearah suara tawa itu makin menjadi, bersama dengan laki-laki lain di depan kelas XII Bahasa 1. Terlihat begitu nyaman dan sangat akrab. Membuat Devan mengerutkan dahinya penuh dengan tanya. Berniat menghampiri mereka berdua namun bel masuk pun berbunyi, dari Kejauhan Kirey berpamitan dengan laki-laki yang bersamanya tadi, sangat manja. Khas cewek keturunan jepang.


#18
Sepulang sekolah, dengan seperti biasa. Kirey selalu menunggu Devan. Tapi kali ini ia menunggu di parkiran, sehingga saat Devan keluar dari kelasnya ia sempat mencari gadis jepang itu dan itu artinya Devan terbebas darinya. Lalu mengacuhkan ketidak beradaannya dan dengan santai Devan menuju keparkiran.
HAIIII KA DEV!! suara imut Kirey membuat Devan sangat terkejut. Langsung lah Kirey merangkul tangan Devan tanpa berfikir panjang. Membuat Devan hanya tersenyum malas dan menghelai nafas, sesekali tercium wangi strawberry ciri khas Kirey. yuk ka, kita pulang tarik Kirey.
Setelah sampai di mobil Devan. Devan langsung menghidupkan mesin mobilnya dan melaju dengan kecepatan 90/km, sejak di perjalanan, Mereka sempat diam-diaman. Entah sejak kapan suasana jadi tegang seperti ini. Lalu Devan memutuskan berhenti disebuah jalan yang lumayan sepi. Pasalnya, ia ingin membicarakan mengenai Kirey dengan laki-laki yang ia liat tadi. bahkan sejak perjalanan, Kirey membuang muka menghadap ke kaca persis kearah jalan.

         
Kirey, ada yang pengen Ka Dev omomngin sama kamu ucap Devan menatap Kirey.
mau ngomongin apa ka? jawab Kirey dengan tersenyum manis disertai lips gloss merah jambu yang nampak lembab dibibir tipisnya membuat siapa pun laki-laki yang melihatnya merasa terganggu olehnya, termasuk Devan, saat melihat senyum Kirey dengan Lips gloss merah jambu, pikirannya sempat kacau apalagi disertai dengan wangi strawberry yang sangat menggoda.
Namun Devan menahan diri untuk terfokus pada apa yang ingin ia bicarakannya. emm.. kamu, sejak kapan pake lips gloss? tanya Devan memastikan sesuatu, pasalnya ini kali pertama Devan melihat Kirey memakai hiasan pada bibir tipisnya. Kirey adalah gadis polos dengan kecantikan naturalnya. Tapi kali ini berbeda dari sebelumnya. sejak ka Dev jadi pacar aku, aku sengaja pake lips gloss, aku pengen keliatan dewasa dan cantik buat ka Dev ucap Kirey, kamu nggak perlu ngelakuin itu buat ka Dev,karena ka Dev suka cewek natural.  Perjelas Devan seketika mengingat Alysa. Kirey meraih tangan Devan, memegang erat, membuat Devan melihat kearah Kirey lamat-lamat aku ngelakuin ini khusus buat ka Dev, aku sayang banget sama ka Dev, aku rela ngelakuin apa aja buat ka Dev. Dan hari ini aku make lips gloss khusus buat ka Dev ucap Kirey, membuat Devan menaiki alis kanannya ma..maksudnya? , tanpa berfikir panjang Kirey memejamkan matanya mendekati kepala serta bibirnya dengan Devan, Devan sangat bingung apa yang harus dilakukannya, ia terjebak.
 Tidak bisa berkutik. Gadis ini benar-benar berhasil membuat Devan diam dan menuruti kemauan Kirey, Sejenak Devan membayangkan bahwa gadis dihadapannya adalah Alysa. Devan mulai ikut memejamkan matanya kini bibir Devan dan Kirey saling bertemu, berpaut dalam gairah. Membuat lips gloss Kirey menjadi berantakan dan memudar.
disertai wangi kirey yang membuat Devan semakin tergoda, Namun wajah Alysa tiba-tiba memudar dalam pejaman mata Devan dan berganti dengan wajah polos Kirey, membuatnya menghentikan ciuman itu dengan tingkah Devan yang khilaf. mm.. oke, sekarang ka Dev anter pulang ya” ucap Devan dengan nada salah tingkah, ia Mengurungkan niatnya untuk membicarakan laki-laki tersebut.
Sedangkan Kirey tersenyum senang. setelah mereka saling terdiam karena kejadian yang tidak diduga, akhirnya sampailah mereka dirumah Kirey. namun Devan hanya bisa mengantar dari pagar rumah Kirey, mereka saling berpamitan.bye Kirey”  ucap Devan.dahh.. ka Devsaat Devan membuka pintu mobil dan Kirey beranjak membuka pagar, Kirey berbalik badan.Ka Dev..”
iyaa rey?”“hmm.. cara ciuman kaka dewasa banget, aku suka hehehe ucap Kirey dengan malu-malu membuat pipinya memerah.
Devan hanya menaikkan alis kanannya dan tersenyum kecil. Kirey langsung bergegas masuk kedalam rumah saat berbicara hal seperti itu kepada Devan. sedangkan Devan memasuki mobilnya namun tidak menghidupkan mesin mobilnya, melainkan memikirkan sesuatu. Payah. Kenapa gue bisa kepikiran Alysa sih. Terus pas gue ciuman sama Kirey gue malah ngebayangin kalo itu Alysa. Benak Devan sembari mengigit bibir bawahnya.
tidak lama Devan melihat mobil sedan berwarna hitam dengan plat yang ia kenal, melintas berlawanan arah, membuat Devan melihatnya dengan lebih tegas. itu.. itu mobilnya Bagas kan? Loh, dia mau kemana? Coba ahh, gue ikutin dengan cepat Devan menghidupkan mesin mobilnya, memutar arah dan mulai mengikuti mobil sedan berwarna hitam yang kini melaju di depan mobilnya dengan menjaga jarak agar tidak ketahuan jika Devan mengikutinya dari belakang.
Setelah lumayan jauh dan luyaman lama , akhirnya sampailah mereka disebuah gedung olahraga bergaya kuno dengan cat berwarna pastel yang nampak tua dan dibeberapa bagian cat itu terlupas seiring umur gedung tersebut. ngapain Bagas kesini?  ucapnya sembari menunggu Bagas keluar dari mobilnya. Setelah beberapa detik menunggu, akhirnya Bagas keluar dari mobilnya di ikuti dengan pintu sebelah pengemudi yang ikut terbuka. menampak kan gadis berseragam sama dengan badan atletis serta rambut di kuncir satu, membuat Devan menegaskan padangannya.
ternyata itu adalah Alysa.





#19
“Alysa? Alysa sama Bagas?” ucap Devan, sejenak ia memikirkan sesuatu. dia bolos sekolah dan sekarang sama bagas, terus dia nggak angkat telepon gue. Dia udah janjian sama Bagas mau ketemuan.dia ngabarin Bagas, bukan gue? . benak Devan, kini Devan keluar dari mobilnya mengikuti langkah Bagas dan Alysa yang memasuki gedung tua dengan tetap menjaga jarak. Kini mereka bertemu dengan seorang pria yang berumuran sekitar 50-an dengan rambut yang agak kecoklatan serta badan tegap menyerupai atletis dan otot lengannya Nampak terlihat sangat jelas, mengenakan kaos berwarna biru tua dan celana training serta mengalungi pulpen dan tangan kirinya mengenggam erat papan nilai berukuran sedang kini berjabatan dengan Bagas lalu di ikuti dengan Alysa.
“sore scout” ucap Bagas, “sore scout” diikutin Alysa. “Hei.. Bagas,Alysa.. sore” jawab pria yang dipanggil scout, “wah ada apa nih kalian kesini? Tumben, kita kan latihannya setiap rabu dan minggu” lanjutnya. “heheh ini scout, mau nyampein proposal sama uang buat lomba, kepala sekolah udah setuju” ucap Alysa sembari membuka sleting tasnya dan mengambil proposal serta amplop berwarna coklat. “wah serius nih? Syukurlah, uangnya scout terima ya. Dan Bagas, kamu gimana?”  ucapan scout membuat Bagas hanya tersenyum sedangkan Alysa melihat kearah Bagas dengan penuh harapan.
“maaf scout, sepertinya keputusan saya udah bulet. Sekali lagi saya minta maaf, karena mengecewakan scout dan team” jawab Bagas yang masih saja tersenyum dan seketika ia menunduk. Scout menghela nafas, “oke, gpp. Tapi scout yakin, keputusan kamu itu pasti berubah dan scout akan selalu terima kamu kalo nanti kamu berubah pikiran. Sekarang scout mau ngelatih anak basket dulu ya” ucap scout berpamitan pada Alysa dan Bagas, meninggalkan mereka berdua. oh jadi itu pelatih mereka berdua, masalah lomba. tapi kenapa Bagas nggak ikut lomba? Bukannya dia pengen banget lomba itu ya. Benak Devan. Kemudian ia meninggalkan gedung tua itu.

Alysa masih menatap Bagas, sehingga membuat Bagas tersadar bahwa sedaritadi pandangan Alysa belum beralih darinya. “mau sampe kapan lo liatin gue kaya gitu” ucap Bagas sembari tersenyum tanpa melihat Alysa balik. “sampe kapan lo bohong sama diri lo?” tanya Alysa balik membuat tangannya terlipat didepan dadanya, memposisikan badannya kearah Bagas, dan mendongakkan sedikit kepalanya karena tinggi mereka tidak sama 3cm lebih tinggi.
Memaksa Bagas menatap kearah Alysa. “siapa yang lagi bohong?” ucap Bagas. Kini membuat sepasang bola mata saling bertemu. Mengubah posisi tangan Alysa yang kini tangannya tolak pinggang. “secara nggak sadar dan secara nggak langsung, lo itu udah boongin diri lo gas. Gue tau kok, pasti lo pengen banget ikut lomba itu kan? Ayolah gas ikut aja. Apa sih yang ngebuat lo jadi kaya gini?” kata Alysa yang ingin meyakinkan Bagas namun sepertinya tidak seperti yang diharapkan. Bagas hanya tersenyum dan pergi entah kemana meninggalkan Alysa yang masih berdiri di lapangan indoor.

Yehh Bagas.. mau kemana? Lo belom jawab pertanyaan gue. Ihh tuh anak ditanya malah senyum doang.  Katanya yang kemudian diam sejenak, ia beranjak dari tempat dimana ia kini berdiri, menghampiri beberapa bingkai foto yang memuat beberapa moment antara scout dengan para bimbingannya, ada moment saat mereka bukan apa-apa hingga saat mereka berhasil menjadi seseorang yang patut dicontoh.
di sana juga terpampang lemari kaca yang sangat besar, memuat beberapa penghargaan dari tingkat wilayah hingga internasional. kini matanya tertuju dengan satu penghargaan . Penghargaan Basket Internasional, yang diadakan di Amerika pada saat akhir pekan tahun lalu. Alysa sangat bermimpi agar ia bisa seperti mereka,  bisa menjadi team yang hebat. Tanpa Bagas, team volley bukanlah apa-apa, pasalnya Bagas bukan hanya seorang anak umur 5 tahun yang sekedar melempar-lemparkan bola sesuka hatinya. Bagas punya potensi yang bagus, kemampuan Bagas lebih dari yang ia bayangkan bahkan scout mereka pun tidak sungkan-sungkan memuji kemampuan yang Bagas miliki, bisa dilihat bahwa Bagas mempunyai jiwa seorang pemenang yang  mungkin Bagas belum bisa lihat itu dari dirinya sendiri. Niat Alysa untuk meyakinkan itu semakin besar.
belum beralih pandangannya dari penghargaan-penghargaan itu, tanpa ia sadar tangan kanannya mengepal sedangkan tangan kirinya sebagai wadah untuk pukulan kecil yang akan dilakukannya, sehingga seseorang menepuk bahu kanannya lantas membuat ia menoleh kearah tangan yang menepuk bahunya. “eh scout..” ucap Alysa dengan senyum manis, “kamu kok belum pulang?” tanya scout, menoleh kanan kiri, mencari seseorang “Bagas mana?” lanjutnya. Diikuti Alysa yang menoleh ke arah kanan kirinya, memastikan.
“mm.. tadi sih kayanya dia udah kedepan duluan deh, scout” jawab gadis berkuncir satu. Membuat anggukan kecil pada pria yang disebut scout menandakan ia mengerti sesuatu hal. “kamu tau kenapa Bagas tidak bisa ikut lomba itu? Bukannya ia tau bahwa sertifikatnya sangat bermanfaat untuk dia. Sertifikat itu bisa membantu kalian melanjutkan studi di University Hardvard Amerika” perjelas pria berusia 50-an itu, “saya juga nggak tau scout, setahu saya Bagas selalu menginginkan perlombaan, apalagi jika menyangkut beasiswa ke luar negri. Tapi, kini dia berubah pikiran dengan cepat scout”  ucap Alysa dengan menundukkan kepalanya, menyesal karena tidak berhasil meyakinkan temannya.

 “Scout yakin, Bagas ingin sekali ikut lomba itu. Tapi sepertinya ada sesuatu hal yang membuatnya mengurungkan keinginannya itu, makanya Scout bilang ke dia, akan menerima dia jika dia berubah pikiran tiba-tiba. Scout selalu membuka pintu untuk kalian yang ingin bersungguh-sungguh. Tapi, Scout tidak bisa membantu terlalu jauh untuk masalah pribadi kalian. Jadi, Scout harap kamu sebagai teman satu sekolah dan satu team, mampu meyakinkan dia, mampu membuat impiannya terwujud.” Perjelas Scout dengan merangkul Alysa seperti seorang ayah yang sedang memberi nasehat ke anaknya, gadis berkuncir satu itu hanya mengangguk paham, ucapan Scoutnya membuat keyakinannya bangkit lagi. “baik scout, saya mengerti. Saya pamit dulu ya scout” ucapnya tegas.
Tidak terasa percakapannya dengan Scout membuat langit sudah berwarna jingga disertai angin sejuk dan terbenamnya matahari, menggantikan rembulan dan taburan bintang yang menjadi hiasan langit. Langkah Alysa kini diiringi bunyi sepatu sekolah nya yang berketuk pada lantai dengan keramik putih melewati ruang aula tanpa penghuni, Kayanya gue tadi terlalu lama di dalem, pasti Bagas udah pulang duluan deh. Gumamnya, sembari melihat ke arloji nya. Sesampainya di pintu depan Alysa mulai mengetik beberapa angka yang ia hafal lalu meletakkan ponselnya persis di telinga kanannya. “Nelpon siapa sa?” suara anak laki-laki yang kini berdiri tegak dengan tangan kanannya dimasukan ke kantung celana sekolah persis berdiri di belakang Alysa.
 Membuat Alysa sontak menoleh ke belakang dan membiarkan ponselnya memanggil beberapa angka yang sudah di ketiknya tadi. “Bagas?” ucapnya kemudian mengakhiri panggilan yang belum terjawab, Bagas melangkah mendekati Alysa.
“ya ampun gas, gue pikir tuh lo udah balik duluan tau. Makanya gue nelpon satpam rumah buat jemput gue.” Ucap Alysa lega karena Bagas masih berada di gedung tua itu. “mana mungkin gue ninggalin cewek sendirian malem-malem disini. Lagian lo abis ngapain aja sih? Betah amat kayanya di sini” katanya dengan pandangan melihat sekeliling gedung tua tempat kini mereka berada.”tadi abis liat-liat dulu gas di dalem” jawabnya singkat. “ya udah yuk cabut.”  Ucap Bagas yang mulai melangkah keluar gerbang diikuti dengan langkah Alysa di belakangnya.





#20
Selama di perjalanan, mereka saling diam diiringi musik yang di putar lewat radio mobil Bagas. seperti biasa, Bagas tidak menyukai suasana yang menegangkan dan sunyi. Kini waktu menunjukan pukul 19:20 wib. Mereka masih berada dalam perjalanan pulang. Memang jauh letak antara rumah mereka dengan Gedung Olahraga itu.
Memerlukan waktu 2-3 jam perjalanan. Hingga seketika Bagas berhenti di sebuah pinggir jalan yang terdapat beberapa pedagang kaki lima yang lumayan ramai dengan pengunjung, sebagian pengunjung adalah pengendara yang beristirahat sejenak. “loh gas, kok kita berhenti disini?” tanya Alysa bingung. sedangkan Bagas sudah melepaskan sabuk pengamat dan membuka pintu mobilnya, diikuti oleh Alysa dengan masih bingung. Alysa berdiri persis di samping pintu mobil tempat ia duduk, melihat langkah Bagas yang mulai membaur dengan pengunjung dan beberapa pedagang kaki lima tanpa memperdulikan Alysa.
 Alysa hanya mengehelai nafas dan berbalik badan bersender pada pintu mobil dan melihat indahnya jutaan bintang di langit. ia tidak marah pada Bagas, pasalnya ia tau persis bagaimana sikap Bagas yang kadang sulit untuk di jelaskan dengan kata-kata namun dapat dimengerti dengan hanya melihatnya.

Beberapa lama Alysa menunggu, kini membuatnya mengantuk, baru saja ia memejamkan matanya. Suara Bagas mengacaukannya, “woy, sorry lama” katanya sembari membawa 2 jagung bakar dan 2 teh pocci di taruh dalam plastik. “nih buat lo satu, buat gue satu, minumnya biar gue yang pegang” ucap Bagas memberikan satu jagung bakar yang ia pegang dan ikut bersender pada mobil. “thanks yaa.” Ucap Alysa yang menatap jagung bakarnya sembari tersenyum kecil sedangkan Bagas sedang meniup jagung bakarnya yang masih panas dan sesekali mencoba memakannya. Karena sadar jagung yang di pegang Alysa belum di makan. Bagas menatap bingung Alysa. “kalo nggak mau mending buat gue deh.” Ledeknya, tapi tidak menghasilkan ekspresi yang ia inginkan dari gadis di sebalahnya. Wajah Alysa masih datar menatap jagung bakarnya.

“woy!! Lo kenapa sa?”  tanya Bagas yang berhenti meniup jagung bakarnya yang masih panas.”elo yang kenapa gas. kenapa lo sok-sok bahagia, sok-sok nggak ada apa-apa, sok-sok semuanya baik-baik aja. Sampe-sampe lo harus ngurungin niat lo buat ikut lomba itu.”  Seketika emosi Alysa memuncak. Membuat ekspresi Bagas benar-benar datar, tiba-tiba memalingkan pandangannya, Marah? Bisa di bilang seperti itu, tapi Alysa tetap tidak peduli. “lo tau kan, sertifikatnya itu berharga banget gas. dengan itu lo bisa dapet beasiswa ke luar negri, jadi pemain volley terkenal. Dan kedua orang tua lo makin sayang dan bangga atas apa yang lo lakuin. Dan … semuanya nggak akan sia-sia gas.” lanjutnya, tanpa memperdulikan ekspresi Bagas yang kini sama sekali tidak ingin melihat Alysa. membuat keheningan seketika, membuat Alysa juga memalingkan pandangannya.

 Hingga akhirnya Bagas angkat bicara, “apa yang lo tau tentang kebahagiaan? Apa yang lo tau tentang kasih sayang kedua orang tua? Sedangkan lo sendiri kurang kasih sayang dari kedua orang tua lo, lo selalu kesepian, hampa, sunyi. Karena apa?  Karena ke egoisan mereka. Lebih mementingkan pekerjaan mereka ketimbang anaknya sendiri. Lebih mementingkan kebahagiaan mereka ketimbang kebahagiaan bersama anaknya. Di dunia ini, nggak ada yang namanya kebahagiaan. Semuanya itu bullshit. Apa gunanya gue ikut lomba itu? Nggak akan ngerubah apa pun. Mereka akan tetep pisah. Nggak akan kaya dulu lagi. Nggak akan ada canda tawa lagi. Semua bakal jadi asing.” Jelas Bagas, membuat Alysa terdiam, kini matanya berkaca-kaca. Sadar atau tidak sadar perkataan Bagas menyakiti hati Alysa,tetapi ia tetap menahan rasa yang tidak enak pada hatinya.

“kebahagian itu emang nggak abadi gas, begitu juga dengan kesepian, kesengsaraan, kesunyian, kehampahan atau kesedihan. Semua ada porsi nya gas. jika lo sempet ngerasa bahagia maka lo bakal ngerasa kesedihan juga. Dan begitu sebaliknya. Dengan porsi yang sama rata. Kalo lo ngerasa belum bahagia, tunggu gas. tunggu sampe waktunya tiba. Mungkin kebahagiaan lo bukan yang sekarang. Dengan lo ikut lomba itu seenggaknya kedua orang tua lo seneng ngeliat anak yang mereka besarin bersama punya bakat yang luar biasa. Sehingga mereka merasa bangga dan nggak ada yang merasa sia-sia.” Jawab Alysa yang masih menahan sesuatu di kantung matanya dan berusaha tersenyum. Membuat Bagas sepertinya merasa lebih baikkan dari sebelumnya. Kini ia bisa lebih tenang. “oke, mending kita pulang sekarang” ucap Bagas yang membuang sisa jagung bakarnya dan membawa plastik berisi teh pocci yang sama sekali belum di sentuh, memasuki mobil di ikuti oleh Alysa yang masih memegang jagung bakarnya yang masih utuh, sesekali tanpa Bagas tau ia mengusap kedua matanya walau air matanya belum sepenuhnya jatuh.











Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)


Related Posts

There is no other posts in this category.

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter