-->

Lollipop And Cotton Candy(21-24)





#21
Perkataan Bagas semalam masih menghantui pikiran gadis yang selalu di kuncir satu dengan wangi vanilla khas Alysa Avriel, membuat ia kurang berkonsentrasi pada apa yang ada di hadapannya. Dengan memakai seragam batik merah maroon garis bagian leher dan lengan pendek berwarna putih dan rok berenda putih seatas lutut dengan kaos kaki sebetis di sertai sepatu kets berwarna hitam legam bergaris putih di sampingnya. Melangkah ke arah perpustakaan di saat jam kosong, ada hal yang ingin ia baca.
 Sekalian mencari novel baru yang ada di perpustakaan sekolah. Saat sedang asik mencari, pandangan Alysa meleset pada sepasang gadis dan laki-laki di pojok paling kanan yang jarang tertangkap oleh pasang mata. Alysa melangkahkan kakinya dengan sangat berhati-hati memastikan siapa gadis dan anak laki-laki itu. Dilihat dari posisi Alysa berada postur badan gadis itu tidak terlalu tinggi, hanya sebahu kurang dari anak laki-laki yang bersamanya, dengan kulit putih dan postur badan yang ideal, rambut hitam sebahu. Sedangkan anak laki-laki itu, nampaknya Alysa mengenalnya.
Ia seangkatan dengan dirinya, tapi entah dari jurusan apa. Semakin penasaran dengan wajah gadis yang membelakangi dirinya kini mereka berdua berpaut mesra dalam ciuman yang tiba-tiba saja di lakukan. Membuat kedua mata Alysa membesar lalu mengerutkan dahinya. Dasarr anak jaman, Tempat kaya gini di buat mesum. Gumam Alysa dengan sinis menggelengkan kepalanya bermaksud meninggalkan kedua orang yang sedang asyik, namun ciuman itu berakhir dengan cepat dan gadis itu pun Nampak gelisah saat ponselnya berdering.
Kini Alysa bisa melihat wajah dari gadis berambut sebahu itu. tanpa di percaya, ia adalah Kirey. Ketua Osis sekaligus pacar Devan. pacar Devan bersama laki-laki lain. dalam arti lain Selingkuh . tetap tidak percaya dengan apa yang ia lihat, Alysa mengusap kedua matanya meski tidak terasa gatal berkali-kali. ituu.. ituu Kirey? Pacarnya Devan kan? ucapnya. Memastikan kembali. Kini ia mendengar percakapan antara Kirey dengan laki-laki yang pasti bukan Devan.
kaya nya aku harus balik ke kelas deh, sih pak tua moris masuk kelas lagi ucap Kirey yang tak seperti Kirey polos. iya udah, nanti istirahat kita ketemu lagi ya, sayang balas laki-laki yang berusia sama seperti Alysa. Kirey pun melangkah keluar perpustakaan dan beberapa menit kemudian di ikuti oleh laki-laki yang bersamanya. Kini Alysa pun juga ikut keluar perpustakaan menuju ke lapangan outdoor yang melewati Ruang Osis.
Apa hubungannya Kirey dengan laki-laki itu, kok manggil sayang, terus ciuman lagi. bukannya Kirey pacaran sama Devan, apa udah putus ya. Eh ngapain gue pikirin ya. Gumam Alysa, sesaat berhenti di depan Ruang Osis. Berniat membuka pintu, memasuki ruangan itu dan bertemu Devan jika ia ada di dalam. tapi ia mengurungkan niatnya lalu melanjutkan langkahnya untuk ke lapangan outdoor. Di sana ada kelas yang sedang olahraga, nampaknya itu kelas XI MIA dan kelas X Bahasa. Alysa duduk di bangku menghadap lapangan sehingga ia bisa melihat murid lain berolahraga. cuaca yang tidak terlalu panas serta hembusan angin sejuk menyelimuti dirinya. Tenang. Sunyi. Dan nyaman.

Tapi mengapa sebagian orang tidak menyukai ketenangan dan kesunyian yang begitu membuatnya merasa damai tanpa memikirkan hal yang memusingkan. Memejamkan kedua matanya mencoba bersahabat dengan hembusan angin hingga merasa dirinya ringan lalu mengikuti arah hembusan angin, kemana saja, terbang tinggi, dan--  pluuuukkkk!!
aww!! sebuah botol mineral tanpa isi mendarat tepat di kepala Alysa, membuatnya sontak berdiri lalu mencari asal botol itu dan siapa orang yang melemparinya. Dengan geram, kini ia menemukan wajah yang tidak asing lagi. Wajah yang membuat Alysa kesal saat melihatnya. ia adalah Devan mantan ketua Osis. dari jarak yang tidak terlalu jauh, Devan berdiri dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celananya. heh.. maksud lo apaan sih ngelemparin botol mineral ke gue. Otak lo di taro di mana. Sakit tau. Ucap Alysa mengusap-usap kepala yang terkena lemparan botol mineral cukup kencang.
 Devan terdiam, melihat Arloji di tangan kirinya “ini masih jam pelajaran. Kenapa lo udah keluyuran di luar? Sekarang cepet masuk ke kelas lo.” Perintahnya. “di kelas gue nggak ada guru. Tugas udah gue kerjain.”  Jawabnya singkat. “bukan berarti lo bisa keluyuran di luarkan?” ucap Devan menghampiri Alysa, “cepet. Sekarang masuk ke kelas lo.” Perintahnya bak seorang bos.
“Kalo gue nggak mau gimana?” tantang gadis berkuncir satu sembari membusungkan dada dengan kedua tangan tolak pinggang. Membuat Devan menunjukan senyum miringnya lalu mendekati Alysa dengan perlahan, membuat Alysa bergerak mundur hingga akhirnya tersender pada tembok. Lalu, tangan kiri Devan menyentuh tembok, Kini pandangan Devan terfokus pada kedua bola mata yang berwarna kecoklatan milik gadis berkuncir satu. Semakin dekat. Makin dekat. Hingga membuat Alysa membesarkan kedua matanya di sertai ritme jantungnya tidak beraturan. Mereka saling menatap. “lo bakal kena sanksi. Ngerti!” jawabnya kemudian memposisikan dirinya seperti semula, lalu beranjak untuk pergi meninggalkan Alysa, membuat Alysa menatap tiap langkah Devan dalam diamnya hingga kini langkahnya tidak terlihat lagi.

Seiring pudarnya langkah Devan, kedua tangan Alysa memegang dadanya, memastikan ritme jantungnya yang kini masih berdetak kencang, kenapa dengan gue? Kenapa gue deg-degan gini. Benaknya tak percaya. Sebaliknya dengan Devan, dengan sadar ia menahan getaran pada tubuhnya. Hingga saat tidak terlihat oleh siapa pun. Devan menghentikan langkahnya, dengan cepat ia memastikan detak jantungnya, kenapa  gue jadi deg-degan gini, aneh. Benak Devan bingung. Lalu ia melanjutkan langkahnya lagi untuk bergegas kembali ke kelas.






#22
Siang hari yang sangat cerah, tepat saat bel istirahat berbunyi. Alysa terlebih dahulu berada di kantin, sejak tadi ia hanya mengelilingi gedung sekolah mengisi kebosanannya di dalam kelas, karena di kelasnya 3 jam pelajaran kosong, sedangkan ia sudah selesai dengan tugas yang di berikan oleh guru yang bersangkutan.
Seperti biasa, Alysa belum memesan meski kini kantin sudah di penuhi dengan murid Star High yang kelaparan. Ia menunggu sahabatnya, bahkan menunggu Bagas. Ia tidak akan menyerah meyakinkan Bagas untuk tetap ikut lomba Volly. Sesekali memainkan ponsel lalu menoleh kanan kirinya, tapi kedua orang yang kini Alysa tunggu belum kelihatan sama sekali, mengharuskan ia mengigit bibir bawahnya yang tipis di sertai balutan lips gloss rasa strawberry yang samar dengan bibir  aslinya yang memang sudah kemerahan. Alysa melihat Devan dan teman-temannya, namun tidak ada Bagas di sana bahkan Kirey pun tidak bersama Devan. karena ia sangat perlu dengan Bagas, Alysa menghampiri Devan dan teman-temannya ke meja bundar biasa tempat mereka duduki.
Devan sapa Alysa, iya jawabnya singkat. Kini perhatian teman-temannya tertuju pada kehadiran Alysa. eh Alysa, tumben nyariin Devan ledek Erik di ikuti Steve dan Radit yang senyum iseng, membuat Alysa menarik nafas agar emosinya bisa tetap di jaga. Bagas mana? tanpa basa basi ia langsung ke intinya. sehingga membuat wajah Devan sangat datar dan mengalihkan pandangannya. Bahkan Erik,Steve, dan Radit pun menjadi diam. Membuat Alysa memandang mereka satu per satu dengan penuh tanya. Bagas mana, van?  tanyanya sekali lagi. elo ke gue Cuma buat nyari Bagas? Lo pikir gue emak nya dia. Ketus Devan.
 Alysa menggeleng kecil di sertai kerutan pada dahinya, ya biasanya kan dia bareng lo jawab Alysa, suasana menjadi hening seketika. guys gue pesen dulu  ucap Devan mengabaikan perkataan Alysa, berdiri dari duduknya dan berusaha melangkah ke tukang jajanan, namun Alysa menahan Devan. menarik lengan kiri Devan. Devan lo belom jawab pertanyaan gue kata Alysa yang mulai kesal, membuat Devan kesal gue bukan siapa-siapa Bagas, jadi berhenti nanya tentang Bagas ke gue, oke. Ketus Devan yang cukup kencang membuat perhatian satu kantin tertuju ke mereka. tapi elo kan temennya, nggak mungkin lo nggak tau dia di mana jawab Alysa yang tidak peduli dengan perhatian sekitar.
iya,tapi itu dulu. Bukan sekarang. Jelas Devan, kini Alysa benar-benar tidak mengerti Devan lo musuhan sama dia? Karena apa? tanyanya lagi dengan raut muka penuh tanya, bahkan ketiga temannya sempat saling tatap. Karena dia deket sama lo. Benak Devan yang hanya terdiam Cukup lama Devan terdiam, membuat Alysa kesal, lo tuh kaya bocah ya. Masih aja musuhan, ya meski gue nggak tau apa penyebab kalian musuhan tapi tetep aja kalian keliatan kaya bocah umur 5 tahun. Entah siapa yang salah. Tapi gue yakin, masalah kalian tuh spele kan? jelas Alysa kesal, kalian tuh egois tau nggak. Kalian nggak ngertiin keadaan temen kalian yang udah 3 tahun ini bareng sama kalian. Di mana  pemikiran dewasa kalian. Gue nggak abis pikir sama kalian, dan terutama elo van. Lanjutnya sinis, lalu pergi dari kantin.
 Membuat Devan,Erik,Steve, dan Radit diam serta perhatian kantin kembali seperti semula. “van, maksud lo apaan ngomong kalo kita musuhan sama Bagas?”  Radit pun angkat bicara. “iya van, kita kan baik-baik aja sama Bagas” lanjut Steve, Devan terdiam pikirannya kosong menatap langkah Alysa yang mulai memudar dari pandangannya. “apa lo cemburu liat Bagas deket sama Alysa, sedangkan lo yang suka sama dia nggak bisa berbuat apa-apa” ketus Radit, membuat Devan tersadar dari lamunannya seolah-olah Radit tau apa yang di rasakannya. Kini pandangan Devan terfokus pada Radit.
“siapa yang cemburu dan gue nggak suka sama dia. Gue Cuma nggak suka sahabat gue lebih mentingin dia di banding kita sahabatnya.” Jelasnya. “gak usah bohong van, kita semua tau lo punya perasaan sama dia pas lo mutusin Chloe demi Alysa, lo rela ngebuat Chloe malu di hadapan anak-anak yang ada di kantin.” Ucap Radit yang mulai menatap Devan sinis, dengan perkataan Radit membuat Devan hanya terdiam kaku mungkin dia harus belajar jujur pada dirinya bahwa dia punya perasaan pada gadis berkuncir satu yang selalu menganggu pikirannya.
Seketika suasana hening, Devan tidak mampu berkata-kata lagi. gue nggak tau apa yang lo pikirin sekarang. Tapi tenang aja, kita nggak akan pernah bilang hal ini ke siapa pun. Dan gue harap elo bisa dewasa mengenai ini, Bagas sahabat kita. Jelas Radit menepuk pundak Devan perlahan, Lalu meninggalkan Devan di kantin. Membiarkan Devan sedikit berfikir. Kini ia sungguh tidak mengerti semuanya, tidak mengerti dengan perasaannya, membuat dia kacau. Seperti terjebak dalam permainannya sendiri, awalnya ia hanya ingin mengenal Alysa. hingga kini ia teringat akan perkataan Milla saat mereka bertemu di Sevel kalo lo tau sifat asli Alysa, gue yakin lo bakal nyaman berada dideket dia , Devan sempat mengabaikan perkataan Milla saat itu. ia tidak akan berfikir kalo itu akan terjadi. Perasaan itu kan timbul, semakin di tahan semakin perasaan itu tumbuh. Apa dia ngerasain apa yang gue rasain? Apa hanya gue. Benaknya seketika, membuat ia harus tersadar. Enggak, gue nggak boleh gini ini gila. Lanjut benaknya.







#23
Aduuh Gas, kemana sih lo. Kata gadis berkuncir satu yang kini mencoba menelepon Bagas berkali-kali hingga hasilnya pun nihil. Sehingga pandangan Alysa tertuju ke seseorang yang ia kenal, memasukkan ponselnya ke dalam saku seragamnya. Menegaskan pandangannya, Kirey? suaranya pelan. sama cowok itu lagi? Apa Kirey bener-bener udah putus? lanjutnya. Seseorang menepuk pundak Alysa, ia menoleh  perlahan. Tia? kata Alysa kaget melihat kehadiran Tia, lo ngapain di sini? tanya Tia bingung.
Aduh, jangan sampe Tia liat Kirey sama cowok lain deh, ntar dia ngadu ke Devan terus Devan sakit hati. Benaknya, mmm.. ee.. gue.. gue tadi abis telepon Bagas jawab Alysa sembari menyengir, elo lagi nggak boong kan sa? kata Tia menatap apa yang tadi Alysa lihat lalu melihat kearah Alysa, membuatnya mengembangkan senyum tipis, ee.. enggak kok  Ucapnya. Gue fikir lo udah tau hal ini sa, tapi, apa yang lo liat ini emang bener apa adanya. Bukan rekayasa kata Tia dengan lembut, Alysa mengerti apa yang dimaksud Tia, dan sepertinya Tia juga sudah mengetahui hal ini
mereka udah putus? pertanyaan Alysa sudah bisa di tembak oleh Tia,belum, mereka masih pacaran. Kirey itu emang awalnya aja polos lama-lama bejatnya juga ketauan. Ya gitu lah, mentang-mentang berhasil dapetin Devan, dia jadi ngerasa paling the best. Ucap Tia seolah Tia tau persis sifat asli Kirey, membiarkan Alysa hanya terdiam mengerti, tenang aja, Devan udah tau hal ini kok jadi lo nggak usah khawatirin perasaan Devan bakal hancur. Ucap Tia sebelum melangkah pergi, seolah Tia lebih tau tentang apa yang Alysa rasakan, gue Khawatir ucap Alysa bingung seolah ia sendiri tidak mengerti apa yang ia rasakan, gue tau sa lo khawatir sama Devan, sadar nggak sadar lo mulai sayang sama Devan. dan gue pikir Devan juga ngerasain hal yang sama kali ini Tia mengucapkannya sembari tersenyum tulus, lalu melangkah meninggalkan Alysa yang terdiam memikirkan pernyataan yang di ungkapkan Tia. oh iya satu lagi, cowok yang sama Kirey sekarang bukan cowok baik-baik, dia lebih buruk dari Devan. lanjutnya yang kini benar-benar meninggalkan Alysa.
Gue sayang Devan? apa iya? Enggak. Nggak mungkin dan nggak akan pernah terjadi. Gumam Alysa sembari menguasapkan wajahnya dan melangkah ke Ruang Laboratorium Sains menemui Milla yang sedang Praktek Ilmiah untuk lomba akhir pekan.
dari balik pintu, ia melihat gadis dengan rambut lurus ke coklatan sepinggang di sertai hiasan bando dengan kulit putih berdiri persis di samping tugas Ilmiah beserta kedua rekannya. Tanpa Alysa memanggilnya gadis itu pun sudah melihat Alysa yang memandangnya dari balik pintu. Lalu, ia memanggil Alysa untuk masuk ke dalam Lab. Sains namun Alysa menggeleng mengisyaratkan bahwa ia tidak ingin menganggunya, akhirnya Milla lah yang menghampiri Alysa.
kenapa nggak masuk aja sa? ucap Milla, gue nggak mau ganggu lo Mil, liatin dari sini juga udah cukup kok Alysa menyengir lebar, membuat Milla menunjukan giginya yang putih elah, santai aja kali sa. Toh, gue juga udah selesai kok ngerjain ilmiah nya, tinggal di beresin aja tuh ucap Milla sembari menunjukan bahwa ia memang sudah selesai.
mm.. oke, oh iya Mil, gue mau ngomong bentar sama lo dong pinta Alysa, di luar? jawab Milla memastikan, iya, sambil jalan-jalan aja. Yukk ajak Alysa yang kini menarik tangan Milla, guys gue duluan ya katanya kepada rekan belajarnya. Alysa dan Milla kita berjalan mengelilingi gedung sekolah, Dengan Milla yang masih mengenakan jas putih ala dokter. mau ngomong apa sa? Kayanya serius banget. Oh iya sorry ya gue nggak bisa ke kantin tadi. Milla memulai pembicaraan. oh iya gpp kok Mil, gue mau nanya tentang seseorang sama lo nih, kebetulankan lo itu mantan Wakil Ketua Osis pasti lo tau kan anak-anak angkatan kita? jelasnya. iya tau, terus kenapa? Ada yang lo taksir ya? tebak Milla membuat Alysa memonyongkan bibir tipisnya ihh bukan Mil, ee.. lo tau anak-anak kelas 12 Bahasa gak?  .
12 Bahasa? Tau, tapi nggak semuanya sih, Bahasa berapa dulu nih? tanya Milla balik, nah itu masalahnya, gue nggak tau. Pokoknya anaknya itu tinggi, kulitnya sawo gitu, matanya tajem, terus rambutnya kaya berantakan gitu deh, lumayan sih anaknya, katanya dia lebih buruk dari Devan jelas Alysa, lebih buruk dari Devan? Milla bingung, pasalnya menurut Milla, Devan adalah cowok yang baik sekali pun ia sering gunta ganti pacar yang sekalinya pacaran hanya bertahan beberapa minggu. iya, lebih buruk dari Devan, bisa di bilang kaya mainin cewek doang gitu ucapnya sekali lagi,

Milla mengingat-ingat siapa cowok yang ia kenal persis dengan karakter yang tadi Alysa sebut, hingga akhirnya ia menginggat satu orang dengan karakter yang sama dengan yang Alysa sebut, oh sih Albert anak Bahasa 1 keturunan Jerman itu ya? Dia emang cowok urakan,gue akui tampangnya oke, tatapannya bisa bikin cewek klepek-klepek. emang kenapa sama dia? Jangan bilang lo klepek-klepek sama dia? setelah mengingat Albert, Milla bertanya kembali. oh Albert ya namanya. Ya enggklah Mil  Alysa mengangguk kecil.
Setelah Alysa mengetahui siapa laki-laki yang bersama Kirey, ia bermaksud menemui laki-laki itu, ia ingin memberi peringatan pada laki-laki itu tidak mengetahui bahwa Kirey masih pacarnya Devan. Alysa mencari Albert ke setiap tempat biasa di mana anak laki-laki nongkrong, namun Alysa tidak berhasil menemukannya. ia mencoba mencarinya di taman belakang sekolah dekat dengan Gudang Sekolah yang jarang siswa Star High kunjungi. Akhirnya Alysa menemukan Albert di sana, ia duduk di bangku yang melingkari pohon besar di tengahnya sambil memegang gitar dengan seragam yang terlihat urakan, brandal ulung dengan wajah rupawan. Albertt.. panggil Alysa, Albert pun menoleh ke arahnya tanpa membalas ucapan Alysa.
gue mau ngomong sesuatu sama lo. Ini penting lanjutnya. Albert pun berdiri, kini ia dan Alysa saling berhadapan. lo Alysa Avriel, anak 12 IIS 1, payah main Basket tapi jago Volly, hobi Novel, tomboy tapi cantik. Ucap Albert mendeskripsi Alysa dengan senyum mengoda serta tatapan tajam senjata ampuhnya untuk menaklukan wanita, namun Alysa benar-benar tidak tertarik dengan cowok brandal macam Albert. kenapa nyariin gue, cantik?
Alysa menarik nafas panjang dan menghelaikannya perlahan, nggak usah ngerayu gue. Gue di sini Cuma pengen peringatin elo tentang Kirey cewek yang lo deketin. Dia itu masih pacarnya Devan. jadi, jauhin dia sebelum lo dapet masalah perintah Alysa membuat laki-laki berkulit sawo itu melebarkan senyum licik khas Albert, wow! atas dasar apaan nih lo nyuruh gue? , gue nggak mau aja nanti ada keributan terus kalian ntar saling bully gitu ucap Alysa santai, hingga Albert melihat Alysa dengan tersenyum tipis. Mendekat ke arah Alysa.semakin dekat. ternyata lo care banget ya. But you must know. Gue nggak peduli tentang status dia apa, dan gue pikir lo tau gue. , iya gue tau. Lo Cuma mainin cewek doang. Nggak pernah serius sama sebuah hubungan. Lo nyakitin perasaan seseorang buat kesenangan sesaat. Lo nggak punya hati kata-kata yang sangat mendeskripsikan Albert membuatnya sempat tercengang saat gadis berkuncir satu yang kini ada di hadapannya berkata seperti itu.
Seharusnya Albert bisa bersikap tidak peduli jika ada yang menilai dirinya seperti itu, namun, entah mengapa saat Alysa yang bilang seperti itu, rasanya ia seperti tertusuk sebuah jarum. Tidak sakit namun berdarah.lo tau apa yang gue suka dari Alysa Gavriel? ucap Albert seketika mengalihkan pembicaraan, membuat Alysa bingung dan terdiam, apa yang di maksud Albert. Mengapa ia membicarakan hal yang tidak penting. maksudnya? tanyanya, kini Albert berniat untuk melakukan hal yang sama, yang ia lakukan bersama Kirey saat di Perpustakaan. I like your strawberry lips. Ucap Albert yang kini mendekatkan bibirnya kepada Alysa, entah mengapa,
Alysa merasa lumpuh dan kaku. Tidak bisa menghindar padahal ia ingin sekali menghindari laki-laki ini. Belum sempat Albert mencium Alysa, tiba-tiba gempalan tangan menghantam pipinya. Sontak membuat Alysa maupun Albert kaget. Seseorang menghantam pipi Albert yang mengakibatkan bibir pinggirnya berdarah.

Devan? ucap Alysa tidak menyangka Devan ada di sini, menyelamatkan dirinya. sekali lagi lo berani macem-macem sama Alysa, lo liat akibatnya ancaman Devan tidak membuat Albert takut justru ia makin tertantang hingga membalas pukulan yang sama. jangan lo pikir gue takut sama anceman lo, gue nggak takut van , mereka kini beradu argument membuat Alysa harus memisahkan mereka. udah cukup.. gue bilang cukup. Mereka pun kini saling menahan emosi, kalian mau bikin masalah. Kalo ada yang liat gimana? terus ngadu ke kepala sekolah. Kalian mau di keluari dari sekolah. Ucap Alysa mengancam mereka berdua, Albert memegang luka pada bibirnya gak usah sok suci van. Karena lo sama aja kaya gue. Ucap Albert kemudian pergi meninggalkan Devan dan Alysa.lo nggak kenapa-napa van? ucap Alysa mengkhawatirkan luka yang ada pada bibir Devan.
iya, gue nggak kenapa-napa kok. Btw, lo ngapain di sini sama Albert?  tanya Devan, gue mau ngomong penting sama dia jawabnya.tapi, lo tau kan dia itu orangnya gimana? Lo harusnya minta temenin sama siapa kek. Untung gue datang, jadi lo belom diapa-apain sama dia.
Alysa menganggung mengerti mm.. lo sendiri kenapa tiba-tiba ada disini?  tanya Alysa balik.
gue tadi mau naro bangku yang rusak ke gudang, terus gue denger ada orang di sini. Lo tau kan, jarang ada siswa yang ke sini. Kecuali, Albert.






#24
 Kini Devan duduk di bangku yang melingkar dengan pohon di tengahnya di ikuti Alysa yang duduk di sampingnya.jadi, Albert sering kesini? Sendirian? Eh.. gitar nya Albert? katanya dengan sedikit terkejut saat melihat Albert melupakan gitar yang tadi di pegangnya, nanti biar gue yang kasih ini ke Albert. Ngomong-ngomong, lo ada masalah apa sama Albert, tumben nyariin dia Devan memegang gitar Albert. Alysa hanya terdiam, apa Devan bener-bener tau ya kalo Kirey ada something sama Albert. Benaknya, yeh di tanya malah diem. Mm.. apa ini ada urusannya sama Kirey? Devan menebak pikiran Alysa, I..iyaa van. Lo tau Kirey sama Albert ada hubungan? tanyanya ragu. iya gue tau kok. Devan menjawab dengan santai, Alysa mengerutkan dahinya.

Bingung dengan Devan yang hanya merespon dengan santai lo tau. Tapi lo biasa aja? Lo nggak berbuat apa-apa? Maksud gue, lo nggak nasehatin Kirey atau lo nggak mutusin dia, maksud gue bukan gue nyuruh lo putus, cuman lo sama sekali nggak ada tindakan? Lo rela perasaan lo dimainin? katanya dengan agak kesal melihat respon Devan yang biasa saja. Devan berdiri, berniat untuk pergi dari awal gue nggak pernah serius sama yang namanya ngejalin hubungan. Gue bakal bikin dia jenuh. Lalu, dia yang bakal mutusin gue. Selesai. Alysa terdiam dan ikut berdiri dari duduknya. dan akan begitu selamanya lanjutnya, kini ia melangkah untuk pergi meninggalkan gadis berkuncir satu sembari meletakan gitar di pundaknya. lo ngebuat seseorang nyaman dan kemudian lo ngebuatnya hancur dengan begitu mudah? Sedangkan, lo tau. Melupakan itu gak semudah jatuh cinta kata Alysa sangat lirih membuat Devan menghentikan langkahnya.menghadap ke arah Alysa kata Tia, Albert itu lebih buruk dari lo. Tapi, menurut gue, lo sama buruknya kaya Albert. Sama-sama Cuma mainin perasaan seseorang lanjutnya.
jangan samain gue kayak Albert! Lo tau apa tentang perasaan. Lo cuma cewek sok tau yang sampe sekarang ngejomblo. Mana tau tentang perasaan seseorang. Hah ketus Devan terdengar kejam di telinga Alysa, lagi-lagi Alysa pun Flashback dengan apa yang ia rasakan dua tahun yang lalu. Bersama orang yang benar-benar ia sayangi, sahabat yang berubah jadi cinta. “gue pernah mencintai seseorang. Gue sayang dia. Dia ngebuat gue nyaman. Dia ngertiin keadaan gue. Dia selalu bisa buat gue yakin.dia selalu ngasih apa yang gue pinta. Tapi, satu yang dia nggak bisa kasih ke gue. Yaitu hatinya. Hatinya udah buat orang lain.tempat yang gue ingin udah di tempatin orang lain. gue Cuma temen di hatinya dan akan selalu begitu. Di situ gue paham, kalo cinta itu nggak harus saling memiliki namun juga bukan buat dimainin. Dan saat gue tau dia nggak ada perasaan sama gue. Gue belajar ngelupain perasaan gue juga bahkan gue sadar. Ngelupain itu nggak semudah saat gue jatuh cinta sama dia” jelas Alysa sehingga matanya kini berkaca namun ia juga mencoba tersenyum.
“apa lo pernah ngerasain sakit hati?“ tanya Gadis berkuncir satu,membuat Devan hanya terdiam. Ia mengingat sesuatu. “Heh. Gue rasa nggak. Makanya lo bersikap seenaknya sama perasaan orang” lanjutnya, dan kini Alysa pergi meninggalkan Devan yang masih terdiam dengan memegang erat gitar milik Albert. Iya. Gue pernah sakit hati dan itu karena elo, sa. Benaknya.

“Ma, Milla mana?” tanya Mike yang masih dalam keadaan lemas, “dia kan masih sekolah sayang, nanti juga kesini kok” jawab perempuan berusia 40an, “kamu sayang banget sama Milla ya?” tanyanya balik sambil tersenyum manis. “dari dulu perasaan Mike masih sama ma. Nggak akan berubah, Milla Cuma buat Mike dan Mike Cuma buat Milla.” Ucapan Mike membuat sang mama tersenyum tipis sembari mengusap kepala anaknya yang masih berbaring di kasur rumah sakit,
“maafin mama ya, waktu itu pernah maksa kamu buat pacaran sama Alysa. karena mama fikir kamu bahagia kalo sama dia dan mama bakal ngelakuin apa aja buat kamu bahagia sayang”
Mike pun mengembangkan senyumannya yang lesu, “iya ma gpp, Mike emang bahagia sama Alysa, Bahagia bisa jadi temen kecilnya Alysa. dan Alysa pun juga sama kaya Mike ma. Waktu itu kita pernah janji buat jadi temen sampe kapan pun. Maka dari itu kenapa Mike nggak suka kalo Mike di suruh pacaran sama Alysa. terus waktu itu juga, Alysa sendiri yang kenalin Milla ke Mike, katanya Mike sama Milla harus berdampingan sampe kapan pun. Itu juga merupakan janji Mike ke Alysa ma. Alysa sayang Milla, kaya Mike yang sayang sama Alysa, Milla, Mama, dan Papa”
sang mama pun hanya tersenyum lebar melihat sang anak bisa bercerita lagi seperti dulu, “mama bersyukur, anak mama di pertemukan oleh dua gadis cantik dan baik yang selalu sayang sama anak mama
Mike pun ikut mengembangkan senyum lesunya untuk kesekian kalinya.

“Assalamualaikum” suara pintu terbuka, “wa’alaikumsalam” ucap mereka. Gadis berkuncir satu menunjukan senyum lebarnya sembari membawa parsel buah sebagai buah tangan, “siang tante, siang Mike” ucap Alysa mencium punggung tangan sang mama Mike,
“siang juga sayang. Loh kok kamu sendiri? Milla mana?” dengan erat Alysa memeluk parsel buah, “Milla nggak bisa ke sini tan, dia lagi belajar buat lomba Sains. Mungkin nanti malam baru bisa ke sini. Oh iya ini buat Mike” menaruh parsel di meja dekat ranjang Mike tidur dan duduk di pinggir ranjang. “oh gitu yaa, yaudah gpp kok. Kamu udah makan belum nak?” tanya wanita usia 40an, langsung Alysa memegang perutnya dan melebarkan cengirannya “belum tante heheheh” . di lihat dari seragam yang ia kena kan, nampaknya Alysa belum pulang ke rumah. Ia langsung ke rumah sakit selepas bel pulang berbunyi. “ahh Alysa mah dari dulu emang nggak berubah. Makan mulu kerjaannya, makanya tuh liat pipinya gede gitu” ledek Mike yang mencubit pipi Alysa, membuat Alysa langsung memegang pipinya “ihh apaan sih Mike, pipi gue mah sexy. Tirus gini” ucap Alysa membuat Mike tertawa kecil.
“hahaha kalian tuh ya, ketemu. Berantem. Yaudah mama beli makanan dulu ya buat kalian” ucap mama Mike yang sudah keluar dari ruangan Mike di rawat.
Alysa menatap Mike sambil tersenyum lebar hingga membuat lesung pipinya terlihat jelas. “eh sa, lo ngapain liatin gue kayak gitu banget” ucap Mike yang masih lemas, “lo tau nggak, gue tuh senengg banget banget liat lo siuman seneng bisa liat lo senyum lagi” ucap gadis berkuncir satu. “iya iya gue tau lo kangen banget sama gue, rindu. Dan sayang banget sama gue. Tapi nggak usah segitunya dong, kan jadi malu” ledek Mike membuat Alysa tercengir. “oh iya gimana lo sama Naufal?” lanjutnya, “mm.. baik-baik aja kok Mike” jawabnya sembari memalingkan pandangannya ke arah jendela.
“serius baik-baik aja? Udah nggak galau lagi? Gak bĂȘte lagi?” “iya Mike, bener.” Ucap Alysa merasa geregetan.
“jadi sekarang ada yang baru? Ada yang gantiin Naufal?” ucap Mike menatap Alysa lamat-lamat. “mm.. untuk saat ini sih belom ada yang bisa gantiin dia, Mike. Dan sama seperti biasa aja. Gue sekolah, main, ngerjain pr, tidur.” Jelasnya senang, “nggak bosen jomblo? Mau gue cariin nggak? Lo kan kenalin gue sama Milla. Nah sekarang gue yang akan kenalin lo ke temen-temen gue” ucap Mike yang mengubah posisi nya menjadi setengah terduduk. Gadis berkuncir satu itu pun berdiri. Berjalan ke arah jendela, “nggak usah deh Mike, gue juga lagi gak tertarik. Toh, kalo emang jodoh. Gue bakal di pertemukan dan di satukan, jadi biarin aja. Mengalir kaya air” ucapnya memandang ke arah luar jendela. “yakin? Kalo itu mau lo yaudah, gue nggak maksa lo. Suatu saat jodoh lo itu orang di deket lo juga ya, jadi biar lo nggak usah cari-cari lagi.” Mike tersenyum. Begitu juga dengan Alysa yang ikut tersenyum tanpa melihat Mike. Kini Mike menatap ponselnya yang sudah di penuhi pesan dari Milla hingga membuat dia membalasnya satu persatu sembari mengembangkan senyumnya. Alysa yang merasa suasana jadi hening, menoleh ke arah Mike. Ia juga ikut tersenyum saat melihat Mike tersenyum, ia tau Mike sedang berpesanan dengan Milla.

Alysa terduduk pada sofa di dekatnya, mengambil ponsel dari saku seragamnya. Melihat pesan. Berharap Bagas mengabarinya. Berulang ia melihat semua account social media. Berharap Bagas menulis sesuatu di sana, namun nihil. Ia meletakkan ponselnya di sampingnya dan menghelai nafas panjang. “sa akhir pekan lo lomba volley ya?” suara Mike menyadarkan Alysa dari lamunannya, “iya, Milla ngasih tau lo ya?” jawabnya. “iyaa.. katanya dia juga lomba sains kan akhir pekan? Semangat ya buat kalian berdua, semoga menang. Sorry nggak bisa dukung kalian langsung” kata Mike membuat Alysa tersenyum tipis, “iya gpp kok Mike” jawabnya.
“lo jadi kuliah di luar negri?” tanya Mike, “iya jadi Mike, itu impian gue banget buat kuliah di sana. Lo tau nggak, hadiah lomba volley yang gue ikutin. Hadiahnya itu dapet beasiswa ke Harvard University, Mike. Gilaa! Gedungnya keren banget terus nih ya program belajarnya juga keren abis. Ahh. Keren lah pokoknya kalo gue masuk sana.” Alysa mengungkapkannya dengan sangat bersemangat. “tapi…” lanjutnya ragu, membuat Mike mengerutkan dahinya “tapi apa?”

Alysa mengingat Bagas yang tidak mengikuti lomba itu, padahal ia tau, Bagas dan dirinya sangat menginginkan kuliah di luar negri. “eh.. enggak, nggak kenapa-napa kok hehe. Oh iya gue harus pulang nih. Ada urusan lain” ucapnya melihat arloji dan menghampiri ranjang Mike, “loh? Mau kemana lo? Baru sebentar. Mama gue juga belom balik. Kan mama gue lagi beli makan buat kita. Kalo lo pergi nanti gimana makanannya?” tanyanya sedikit melarang Alysa untuk pergi.
“makanan gue buat lo aja, biar cepet sembuh. Udah ya.. bye! Salam buat tante” ucap Alysa mencium pipi kanan Mike sebagai tanda pamit yang kini ia sudah keluar dari Ruangan Mike. Terburu-buru dengan masih mengenakan seragam batik khas Star High, sesekali melihat Arloji dan menaiki Lift.















Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)

Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter