#13
Saat dikelas Bahasa, Devan yang duduk di
depan Bagas nampak sesekali menoleh ke arah Bagas. Membuat Bagas bingung.
"van lo kenapa?" kata
Bagas. "Eh.. Emm gue gpp" kata
Devan kemudian ia tidak menoleh ke belakang, melainkan memikirkan sesuatu.
Sehingga membuat guru IPS Devan menegornya. "Devan. Kenapa kamu
melamun? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
tanya pak Gerald selaku guru IPS Devan, membuat Devan tersadar dari
lamunannya. "Eh enggak pak"
kata Devan sembari menyengir.
Lalu guru IPS pun melanjutkan pelajarannya
hingga bel tanda pulang berbunyi. Setelah selesai berdoa, satu per satu murid
keluar kelas. Saat Devan melirik ke arah pintu, ia menghelai nafas. Dan
menggeleng kecil kepalanya, melangkah malas ke arah pintu lalu sapaan Kirey
membuat Devan tersenyum kecil. Kirey sudah menunggu Devan di depan pintu saat
bel pulang pertama kali berbunyi. "Hai ka Dev" sapanya sambil tersenyum lebar dengan
semangatnya sembari merangkul tangan Devan. "Hai juga re, semangat banget
hari ini" kata Devan tanpa
melihat ke arah Kirey. "Iya ka, karena ini hari pertama aku bisa
sedeket ini sama ka Dev, malah nggak nyangka kalo aku bisa pacaran sama ka
Dev" kata Kirey manja dan
begitu polos.
Segitu sukanya kah Kirey sama gue. Benak
Devan.
Sesampainya di Parkiran. Devan melihat
kearah barat dimana Bagas dan Alysa bersama. Tadinya Devan ingin menghampiri
Bagas dan Alysa tapi Kirey sudah menarik Devan untuk bergegas ke mobil milik
Devan, sehingga Bagas dan Alysa memasuki mobil milik Alysa dan pergi dari sana.
Selama di dalam mobil, Devan hanya terdiam mengabaikan perkataan Kirey yang
sedaritadi mengoceh tanpa hentinya mengenai fashion dan idolanya Shawn Mendes.
Ya, Kirey sangat suka Fashion dan mengidolakan Shawn Mendes. Menurut Kirey,
Devan mirip dengan Shawn, padahal sudah jelas sangat beda jauh.
"Ka Dev, ka Dev denger aku
ngomongkan?" tanya
Kirey menatap Devan bingung. Membuat Devan tersadar dari diamnya. "Iya.
Denger kok" kata Devan sesekali
melihat ke arah Kirey. Membuat
Kirey menghelai nafas dan membanting pelan tubuhnya ke sandaran joke bangku
mobil dan menoleh ke luar mobil. "Ka Dev jangan boong, ka Dev lagi ada
masalah? Cerita aja ka, daritadi tuh ka Dev cuma diem aja." ungkap Kirey dengan nada lelah. "enggak
kok, nggak ada masalah. Oh iya ka Dev nggak bisa nganter kamu ke Mall, hari ini
ka Dev ada Les, kamu sendiri aja ya"
ungkap Devan bohong. Hari ini, Devan tidak ada jadwal Les, ia tidak
mood untuk mengantar siapapun kemana pun. "Oh iya udah ka, gpp. Aku
juga kayanya nggak jadi, ada tugas banyak banget" ungkap Kirey.
Sedangkan, Bagas dan Alysa kini berada di
Toko Chocolate yang sering jadi tongkrongan para remaja terutama para wanita.
Dari kalangan SMP hingga SMA. "Jadi gimana?" tanya Alysa yang baru saja duduk. "Jadi...
Kita pesen aja dulu. Laper nihh" kata
Bagas yang juga baru duduk. Dan melepaskan gendongan tas dibahunya, menaruh
tasnya di lantai di bawah meja. "Ah lo mah udah ketebak. Pasti makan. Hu.." ledek Alysa sembari mengeluarkan
laptopnya dan menyalakannya, membuat Bagas hanya menyengir lalu melihat menu
yang ada di atas meja. Ya, semua menu berbahan coklat, meski ada rasa lain,
garnis pun tetap terbuat dari bahan coklat.
"Heheh yaudah lo mau makan apaan nih.
Gue traktir hari ini" kata
Bagas sembari melihat menu dan sesekali melihat Alysa yang terfokus pada layar
laptop dihadapannya. "Gaya mau bayarin, di kantin aja lo cuma minum
mineral doang" ledek Alysa
menatap fokus pada layar laptop dan jarinya mengetik beberapa huruf. "Dih
sok tau. Beneran nih gue. Cepet. Sebelum gue berubah pikiran" kata Bagas tatapannya masih melihat menu,
bingung akan pilihan menu yang lezat-lezat. Ingin beli semua tapi ia ingat
dengan dompet yang makin menipis.
"Gue pancake aja sama jus
Alpukat" pinta
Alysa. Bagas pun hanya mengangguk dan juga mulai memanggil pelayan toko. "Mba
saya pesen waffle 1, pancake 1, jus alpukat 2" kata Bagas menatap pelayan toko yang
sedang menulis pesanan. Lalu mereka menunggu, Bagas melihat sekeliling. "Tempatnya
lumayan. Dekornya simple tapi keren juga"
kata Bagas. Seketika Alysa berhenti mengetik dan memandang Bagas
dengan sedikit agak mengerutkan dahinya. "Lo baru pertama kali ke sini
ya?" udah lama dekor toko ini kaya begini" tanya Alysa. "Iya, gue baru
pertama kesini. Ya walau rumah gue gak terlalu jauh dari sini. Tetep aja, gue
gak pernah kesini" kata Bagas
menatap Alysa balik. Membuat Alysa hanya mengangguk kecil. Lalu Alysa juga
mulai melihat sekelilingnya.
"Gas, lo jadi ikut lomba
kan?" kata
Alysa kini memandang Bagas. "Gue nggak bisa ikut sa" kata Bagas membuat Alysa mengerutkan
dahinya lagi."loh kenapa? Bukannya selama ini lo ngincer lomba-lomba gitu
ya, kok sekarang jadi berubah pikiran gitu?" kata Alysa serius. "Lagi nggak
mood aja, dan setiap orang itu pemikirannya selalu berubah-ubah kan?" jawab
Bagas agak slengean. Membuat Alysa hanya mengangguk. "Oh iya LPJ nya udah jadi?" lanjut Bagas.
Membuat Alysa kembali menatap layar
laptopnya. "Eh iya, belom nih. Baru kata pengantar hehe" jawab Alysa. "Yaudah sini gue aja
yang kerjain, gue nggak kebayang ntar kalo lo yang ngerjain, kapan
kelarnya" kata Bagas. "Yaudah
nih," memutar laptop ke arah Bagas.
Dan tiba-tiba.. "Yahh, batre nya aja low gini". Kata Bagas
menghelai nafas berat menatap Alysa sinis membuat Alysa hanya tersenyum manja
agar Bagas tidak larut kesal dengannya. "Heheh iya yak, yah charger nya
di rumah, gimana dong?". Tanya Alysa. "yaudah ntar malem gue
kerumah lo deh" kata Bagas
membuat Alysa hanya mengangguk kecil.
Dan
tak lama pesanan mereka datang, menikmati sembari mengobrol. Sementara itu,
Devan mengirim pesan di grup biasa mereka bicara.
Devan : "woy kerumah gue sekarang"
Stev : "otw bang"
Erik : "otw bang(2)"
Radit : "otw bang(3)"
Bagas : "otw bang(4)"
|
Beberapa lama kemudian, Erik, Radit, Stev.
Sampai dirumah Devan, langsung saja mereka duduk di sofa dan Devan menyuruh
pembantunya untuk menyiapkan makanan ringan seperti biasa. Mereka sembari
membicarakan film ke sukaan mereka dan beberapa tugas-tugas sekolah. hingga
Devan menyadari, bahwa Bagas belum juga sampai ke rumah Devan. "Bagas
kemana sih? Katanya otw tapi sampe sekarang belum nyampe" Kata Devan bete. "Lagi ada urusan
kali dia.. Coba aja telepon van, jangan kaya orang susah deh" kata Stev mengeluarkan ponselnya lalu menelepon
Bagas.
beberapa lama kemudian nada dering ponsel Bagas
berbunyi membuat Bagas berhenti menyantap makanannya dan kini tertuju pada
ponselnya. "Kenapa Stev?" kata
Bagas, "lo dimana? Cepet ke rumah Devan woy" ucap Stev. "Sorry bro, gue nggak
bisa. Ada urusan nih" kata
Bagas sembari melihat arloji di tangan kirinya yang sebentar lagi adzan maghrib
berkumandang.
Sedangkan Stev mengalihkan ponsel nya dan
memberitahu ke Devan kalo Bagas ada urusan, tapi di selak dengan Erik yang
sedang membuka path dan melihat post-an dari Alysa. "Ada urusan apaan
gas? Bilang aje nge date ama Alysa"
teriakan Erik membuat Devan melirik ke Erik bete. "Tuh gas,
lo ada urusan apaan emang?" tanya
Stev, membuat Bagas mengalihkan pembicaraan "udah ah, pokoknya gue
nggak bisa sekarang,maaf deh. Bye". Kata Bagas kemudian memutuskan
panggilan. Membuat Alysa mengerutkan dahi.
"Siapa gas? Temen-temen lo
ya?" tanya
Alysa selesai menghabiskan makanannya. "Iya, biasa. Oh iya ntar kerumah
gue dulu ya, taro tas terus langsung kerumah lo. Bentar lagikan maghrib, rumah
gue deket dari sini. Kan nggak enak kalo maghrib-maghrib dijalanan" kata Bagas melihat arlojinya sembari
menggendong tasnya. "Oh yaudah kalo gitu" diikuti Alysa. Bagas membayar bill lalu
mereka bergegas ke mobil.
Sementara itu, "Bagas nggak bisa
dateng, ada urusan dia" ucap
Stev menaruh ponselnya di kantong celana. "Alah bilang aja dia nggak
mau di ganggu, lagi date ama Alysa". Ledek Erik. "Bagas sama
Alysa jadian?" tanya Radit. "Mungkin.Inget
nggak waktu di Mall, Bagas muji
Alysa" Ungkap Stev, "wah
besok pj nih" kata Erik.
Sedangkan Devan hanya terdiam dingin. Melihat layar ponselnya, lebih tepatnya
menstalk akun path milik Bagas. Tanpa berkedip. Nampaknya Devan begitu kesal.
#14
Saat sampai dirumah Bagas, sangatlah sepi
hanya ada mama nya yang kini menyambut ke datangan Alysa dan Bagas. Sementara
Bagas langsung bergegas ke kamar, dan bersiap untuk solat maghrib. Alysa
menunggu di ruang tamu, ia sedang tidak solat. Sedangkan mama Bagas berada di
dapur setelah menyambut kedatangan Bagas dan Alysa. Saat Alysa sedang melihat
sekeliling rumah Bagas, ia bangkit dari duduknya melihat foto-foto yang ada di
meja. Hingga beberapa saat kemudian ayah Bagas datang, Alysa langsung memberi
salam. Kemudian Alysa kembali duduk. Beberapa kemudian, Alysa merasa ingin
buang air kecil. ia langsung mencari kamar mandi, saat di dapur tidak ada
siapapun. Langsung saja Alysa memasuki kamar mandi yang pas bersebelahan dengan
sebuah kamar.
"Huu lega juga" ungkap Alysa tersenyum,
melewati kamar yang bersebelahan dengan kamar mandi, mendengar suara ribut yang
lumayan kencang, menarik perhatian Alysa. sesaat ia terdiam di depan pintu
kamar tersebut yang kebetulan pintu kamar itu tertutup tidak terlalu rapat. Ia
bingung. Lalu berniat pergi dari sana, tidak ingin ikut campur. Tapi saat ingin
melangkahkan kakinya, suara mama Bagas membuat Alysa berhenti sejenak. Ia
sangat terkejut. Membuat mulutnya berbentuk huruf O. Lantas, kata yang di
ucapkan mama Bagas ialah "besok saya urus surat Cerai itu" . membuat
ia sangat merinding dan tidak menyangka. Akhirnya Alysa langsung pergi, tidak
ingin mendengar lebih lanjut.
Alysa hanya terdiam di ruang tamu. Hingga
Bagas pun selesai solat dan menuruni anak tangga, menegor Alysa. "yuk
sa, mm.. Ada bokap gue ya?" kata
Bagas sembari melihat mobil ayahnya. "Iya, yuk gas" . kini
mereka berada perjalanan menuju rumah Alysa. Sedaritadi Alysa hanya terdiam,
sedangkan Bagas asyik mendengarkan radio yang kini memenuhi dalam mobil milik Alysa.
Sembari menyanyi, mengikuti lagi yang ada di radio membuat Alysa menoleh ke
arah Bagas dan tersenyum kecil. Orang tuanya Bagas mau cerai, tapi Bagas?
Apa dia belom tau orang tua nya mau cerai? Kasihan Bagas. Benak Alysa.
Akhirnya mereka sampai di rumah Alysa,
langsung saja mereka masuk kerumah mewah itu tanpa pikir panjang dan pertanyaan
yang mungkin akan Bagas tanyakan.
"Mau minum apa gas?" tanya Alysa, menaruh tas nya
di sofa
"Terserah aja sa"
kata Bagas, membuka laptop Alysa.
"Yaudah bentar ya gas" ungkap Alysa menuju ke dapur
meninggalkan Bagas di ruang tamu, membiarkan Bagas melihat sekeliling rumah
Alysa.
Beberapa saat kemudian..
"Rumah
lo sepi banget" kata
Bagas. "Biasa, urusan kantor. Di minum dulu gas" tawar Alysa menghampiri Bagas sembari
membawa jus mangga dan beberapa cemilan. Membuat Bagas hanya mengangguk kecil
menatap kembali layar laptop dan mengetik, Bagas memutar lagu The Weight dari
Shawn Mendes dari laptop Alysa agar suasanya tidak terlalu sunyi karena Bagas
paling tidak suka dengan suasana yang tegang dan sunyi. Sedangkan Alysa membaca
Novel dan kadang melirik ke layar laptop.
Seketika Alysa berhenti membaca tetapi
pandangnya tetap ke Novel. Membuat Alysa menutup novelnya. Pandangannya kini
mengarah ke Bagas.
"Bagas, lo beneran nggak ikut lomba?" tanyanya
sekali lagi.
"Iyaa Alysa, kan udah gue bilang" jawab
Bagas tanpa melihat Alysa
"Jujur,
lo sebenernya pengen ikut kan tapi ada hal yang ngebuat lo ngurungin niat lo.
gas, gue boleh tanya sama lo?" kata Alysa ragu.
"Iya, apa?" pandangan Bagas tetap terfokus ke layar laptop. "Ortu
lo.. Mau pisah? " kata Alysa
dengan ragu membuat Bagas berhenti mengetik dan hanya tersenyum kecil, kemudian
kembali mengetik. "Lo pasti denger mereka berantem ya?" kata Bagas. "Maaf gue nggak
sengaja denger pas gue selesai ke toilet."
jawab Alysa takut menyinggung Bagas, Bagas menatap Alysa. "Nggak
usah minta maaf gitu, wajar kok. Toh mereka emang sering berantem. Huu..
Harusnya mereka agak ngecilin suara kalo lagi ada tamu" ungkap Bagas yang bermaksud agar suasanya
tidak tegang, dan agar Alysa tidak terlalu serius menganggap hal yang terjadi
pada kedua orang tua Bagas.
Alysa hanya bisa tersenyum kecil. Sering berantem? Tapi, kenapa bagas bisa sesantai itu. Bahkan, dia bisa nganggep hal yang terjadi sama keluarganya sekarang kaya nggak ada apa-apa. Ya tuhan, gimana kalo gue yang ada di posisi dia? Apa gue bisa sesantai Bagas. Benak Alysa, yang sedaritadi menatap Bagas datar. Membuat Bagas menatap Alysa balik.
Alysa hanya bisa tersenyum kecil. Sering berantem? Tapi, kenapa bagas bisa sesantai itu. Bahkan, dia bisa nganggep hal yang terjadi sama keluarganya sekarang kaya nggak ada apa-apa. Ya tuhan, gimana kalo gue yang ada di posisi dia? Apa gue bisa sesantai Bagas. Benak Alysa, yang sedaritadi menatap Bagas datar. Membuat Bagas menatap Alysa balik.
"Woy
lo nggak kenapa-napa kan?" Kata
Bagas sembari melambaikan tangannya ke arah wajah Alysa, membuat Alysa
tersadar. "Nggak usah serius gitu juga kali, pala lo botak loh terlalu
serius" canda Bagas membuat
Alysa tertawa, saat Alysa tertawa Bagas merasakan ada hal yang berbeda.
Seperti melihat ribuan bintang di langit malam yang tenang dengan hembusan angin malam. Sangat tenang. Tak lama senyum Bagas memudar, ia teringat akan ketenangan keluarganya dulu. Dimana tidak ada keributan di rumah hingga akan membuat mereka berpisah untuk selamanya.
Seperti melihat ribuan bintang di langit malam yang tenang dengan hembusan angin malam. Sangat tenang. Tak lama senyum Bagas memudar, ia teringat akan ketenangan keluarganya dulu. Dimana tidak ada keributan di rumah hingga akan membuat mereka berpisah untuk selamanya.
Tawa Alysa pun juga ikut memudar perlahan
melihat Bagas yang kini terdiam dengan pandangan kosong. "Apa
temen-temen lo udah tau hal ini?" tanya Alysa. Membuat Bagas tersadar. "Belom,
mereka belom tau. Dan nggak penting juga mereka tau hal ini."
"Tapi gimana pun juga, mereka kan
sahabat lo gas, siapa tau dengan lo cerita sama mereka lo bisa lebih tenang dan
rileks" ungkap
Alysa. "Mungkin lo bener, tapi nggak akan ngubah apapun. Gue bisa
nenangin diri gue sendiri" Kata Bagas. "Nggak. Lo butuh
temen-temen lo gas." paksa
Alysa meyakinkan Bagas. Tapi sepertinya Bagas mengacuhkan Alysa, ia hanya
tersenyum kecil lalu melanjutkan mengetik. Alysa menghelai nafas melihat reaksi
Bagas yang biasa saja.
Waktu menunjukan pukul 20:45, tugas Bagas
pun selesai, ia berpamitan pulang. Langsung Alysa mengambil tas yang
diletakkannya disofa dan beranjak ke kamarnya, sampai dikamar ia meletakkan tas
di bawah kasur dan ia berbaring, menatap langit-langit kamar, entah apa yang ia
pikirkan, yang pasti ia memikirkan sahabatnya Milla.
sudah beberapa hari Milla tidak memberinya
kabar, Alysa ingin kerumah Milla tapi selalu ada halangan. Akhirnya Alysa
memutuskan untuk skype dengan Milla.
Alysa : "Millaaaa, lo kemana ajaa, nggak ngasih
kabar. Nggak ada kabar. Ya ampun gue kan cemas banget sama lo"
Milla : "hai sa, sorry ya gue sakit sa, terus males
megang ponsel hehe"
Alysa : "oh ya ampun.Yaudah besok gue nggak mau
tau, lo harus masuk. Eh tapi keadaan lo sekarang nggak kenapa-napa kan? Udah
baikkan kan?"
Milla : "mm.. Iya udah baikkan kok, tapii... Gue
nggak bisa masuk besok"
Alysa : "loh kenapa?"
Milla : " selama gue sakit, gue dapet kabar dari
mamanya Mike, kalo Mike sempet bergerak. Dan itu gerakan keduanya, jadi gue
berniat besok buat nemenin mike seharian, siapa tau besok pergerakan ke tiga
nya Mike"
Alysa : "ohh okey kalo gitu. Yaudah deh Milla,
udahan dulu ya, gue cuma pastiin kalo keadaan lo baik-baik aja, lain kali coba
buat kabarin gue heheh"
Alysa menutup percakapan itu, ia lega
mendengar Milla dalam keadaan baik-baik saja. Begitu juga dengan keadaan Mike
yang sepertinya ia akan siuman. Mike dapet respon positive, dan kemungkinan
dalam waktu deket ini Mike bakal siuman, itu berarti Milla bisa bareng Mike
lagi, mereka bisa kaya dulu lagi, Milla nggak sedih lagi. Syukurlah. Benak
Alysa tersenyum manis, dengan perlahan kedua kelopak matanya mulai tertutup.
Ya. Alysa selalu memikirkan keadaan dan
kebahagiaan orang lain. Hingga ia hampir tidak memikirkan keadaan dan
kebahagiaannya sendiri.
#15
Pagi yang cerah, angin berhembus kencang
menciptakan suasana yang damai dan tenang, nampaknya matahari juga ikut
bermalas-malasan untuk terbit. Alysa selalu datang pagi, hanya ada beberapa
siswa di Star High, dan hanya baru 6 orang di kelasnya, belum sempat menaruh
tas ia langsung beranjak ke lapangan dengan masih menggandeng tasnya, ia duduk
di tepi lapangan menatap ring basket dan terkadang menatap ke arah kantin.
seketika ia tersenyum, seperti mengingat hal yang menyenangkan. Ya, bagaimana
tidak. Milla sahabatnya akan terus tersenyum bersama orang yang selama ini ia
tunggu dari tidur lamanya. Menantikan saat-saat Mike akan membuka matanya untuk
yang pertama kali, entah kapan hal itu akan terjadi.
Tapi, hal itu pasti terjadi. Alysa menghirup
udara dengan mata tertutup dan mengembangkan senyum manisnya, lalu menghelai
nafas dengan sangat tenang.
Liat Mike siuman nanti, pasti Milla
bahagia banget, udah lama Milla keliatan sedih, pura-pura bahagia dan pura-pura
nggak ada apa-apa. Padahal dia mendem kesedihan. Tapi, bentar lagi dia
bakal dapet kebahagiaan dia lagi. Dan
gue?, gue seneng bisa ngelupain kejadian dua tahun lalu, bisa bertemen lagi
sama Naufal. Gue nggak mau terlalu berharap lagi. Gue pengen tenang. Benak
Alysa sambil tersenyum lebar menunjukan lesung pipi nya yang membuatnya
terlihat manis.
Tiba-tiba Naufal duduk disebelah Alysa. "Pagi
sa, kenapa lo senyum-senyum sendiri"
tanya Naufal yang mengagetkan Alysa. "Eh Naufal. Pagi
hehe" balas Alysa dengan ceria.
"Kayanya ada yang lagi dapet rejeki lebih nih, bisa dong makan-makan
hahah" ledek Naufal. "Ahh
enggak kok, cuman lagi seneng aja" kata
Alysa sembari tersenyum, "iya, tapi seneng kenapa? Ohh tau deh, sekarang udah nggak mau cerita
lagi sama gue? Oh gituu.. Oke" kata
Naufal yang pura-pura ngambek. Membuat Alysa mendorong kecil Naufal. "Apaan
sih lo, kaya anak kecil deh hahah..". Kata Alysa membuat Naufal hanya
tersenyum. Membuat Alysa kembali terdiam dan tersenyum.
"Nggak kerasa ya sa, bentar lagi kita
mau lulus. Hufftt.. Rasanya baru kemaren di Mos" ungkap Naufal dengan pandangan
kearah lapangan, begitu juga Alysa yang hanya tersenyum. Tiba-tiba saja Naufal
beranjak dari duduknya dan mendekati bola basket yang berada persis di samping
ring basket Lalu mendribble bola itu, membuat Alysa hanya melihatinya.
"Sa.. Sini" ajak Naufal sembari mendribble
basket. Alysa menggeleng, "nggak ah fal, nggak bisa". Kata
Alysa. Membuat Naufal berhenti mendribble, menggendong bola basket, menuju ke
arah Alysa dan menarik tangannya. Bermaksud mengajaknya bermain basket bersama.
Kini mereka
berdua sudah di tengah lapangan, dengan Alysa masih menggandeng tasnya. "Ihh
fal, gue nggak bisa main basket. Udah ahh"
kata Alysa berniat duduk kembali tapi Naufal menarik tas yang Alysa
gandeng. "Bisa. Lo bisa kok, waktu itu lo berhasil masukin ke ring kan?
Pasti kali ini juga bisa" paksa
Naufal. "Itu cuman beruntung aja fal. Udah ahh gue nggak bisa". Melakukan
hal yang sama ia bermaksud untuk kembali duduk.
"Berarti lo pengecut ya,
mm.." ledek
Naufal membuat Alysa berhenti melangkah dan berbalik menghadap Naufal, Alysa
paling tidak bisa mendengar remehan terhadap dirinya. Meski ia tidak bisa
bermain, tapi ia akan tetap melawan yang meremehkannya. "Apa lo bilang?
Ayo kita adu.." kata Alysa
menghampiri Naufal, meletakkan tasnya di samping ring, membuat Naufal tersenyum
senang pasalnya ia berhasil membuat Alysa mau bermain basket. Kini mereka
bermain bersama, hingga satu persatu siswa Star High mulai berdatangan.
"Udah ahh.. Capek." Alysa berhenti bermain,
menggambil tas dan menggandengnya. "Akhirnya Alysa main basket
juga" ledek Naufal. Kini mereka
berdua melangkah ke lorong kelas. "Itu karna lo nantang gue. Dan
akhirnya gue bisa kalahin lo kan, lagian sok ngeremehin gue" kata Alysa menyombongkan diri. Naufal
hanya mengiya kan nya. Pasalnya Alysa hanya berhasil memasuki bola 3 kali,
sedangkan Naufal lebih dari Alysa. Saat mereka melewati ruang Osis, Devan yang ingin
memasuki Ruangan Osis sempat melihat Alysa dan Naufal. Tapi, Alysa tidak
menyadari keberadaan Devan, karena Alysa asik mengobrol dengan Naufal daritadi.
Saat dilorong yang memisahkan antara kelas
IPS dan Bahasa. Naufal langsung menuju kelasnya dengan memberikan senyum lebar
ke Alysa. Tapi tidak dengan Alysa, ia memutar arah menuju parkiran tanpa Naufal
tahu. Alysa langsung memasuki mobilnya dan menghidupkan mesin, untung tidak ada
orang yang menyadari kepergian Alysa, beberapa menit Alysa pergi, bel masuk
berbunyi. Satpam sekolah siap menutup pagar.
Itu artinya Alysa bolos sekolah, entah apa
yang ia pikirkan. Alysa menuju sebuah toko, ia membeli parsel buah. Lalu ia
lanjut pergi, ia menuju ke sebuah rumah. Rumah yang tidak terlalu besar dan
tidak terlalu kecil. Dengan pagar hampir setinggi rumah dengan halaman depan
rumah di penuhi bermacam jenis bunga dan rumput hijau yang nampak habis di
basahi oleh air yang mengalir dari selang. Sebagaimana rumah Milla yang
terlihat dari depan.
Berkali-kali Alysa mengetuk pintu rumah
Milla tapi tidak ada jawaban. Alysa mengambil ponselnya di kantung seragam. Ia
mulai mengetik beberapa angka yang ia hafal diluar kepala, kemudian menelepon
Milla.
Alysa : "halo Milla, lo dimana sekarang?"
Milla : "gue di rumah sakit sa, kenapa?"
Alysa : "oh yaudah gue otw ya"
Milla : "eh tunggu sa, lo nggak sekolah?"
Alysa : "mm.. Yaudah, bye."
Alysa Langsung mematikan ponselnya. Tanpa
berfikir panjang Ia bergegas ke arah mobilnya dan langsung menuju ke rumah
sakit dimana Mike di rawat.
Milla : "sa? Yeeh di tutup. Dasar tuh anak."
Milla menaruh ponselnya di meja dekat
sofa, kini Milla berada di Ruangan Mike dirawat dengan ditemani mama nya Mike. "Makasih
ya say, kamu udah mau ngerawat Mike, udah relain segalanya demi Mike, udah mau
ngertiin keadaan Mike, tante beruntung Mike milih kamu jadi pacarnya, tante
pasti restuin kalian berdua kok" ucap
mamanya Mike sembari senyum terharu dan mengelus rambut Milla. Milla hanya
tersenyum dan memandang lamat Mike.
"Iya tan, sama-sama. Kalo aku yang
ada di posisi Mike, aku yakin Mike bakal ngelakuin hal yang sama, karena aku
dan Mike pernah janji buat saling bareng-bareng sampai kapan pun dan dengan
keadaan apapun" ucap
Milla, membuat mamanya Mike sungguh merasa beruntung dan bangga. "Sayang,
tante titip Mike ya, tante mau ke kantor dulu, ada rapat hari ini. Nanti tante
balik lagi, paling sorean" ujar
mama Mike yang mulai ingin bergegas pergi. "Iya tan, tenang aja, Milla
pasti jagain Mike kok," ucap
Milla, membuat Mamanya Mike tersenyum dan mencium kening Mike dan pergi.
Tidak lama mamanya Mike keluar, Alysa pun
datang dari arah yang berlawanan. "Haii mil" sapa Alysa pelan. Milla pun sempat kaget
melihat kehadiran Alysa, "Alysa? Ngapain lo disini? Harusnya kan lo
sekolah" tanya Milla. "Ya
gue mau jenguk Mike juga lah, gue pengen nemenin lo. Sembari pengen liat dia
siuman. Siapa tau aja, hari ini dia siuman." ungkap Alysa menaruh parsel buahnya di
meja dekat tempat Mike tertidur.
"Iyaa sih, cuma ini masih pagi banget
sa, masih jam 7, harusnya lo ikut pelajaran dulu baru nanti pertengahan hari lo
bisa ijin." jelas
Milla mengingatkan Alysa, namun Alysa mengabaikan ucapan Milla, menurutnya itu
bukan masalah baginya, hanya bolos sehari bukan masalah. pikir Alysa.
"gimana keadaan Mike, Mil? Udah ada
pergerakan berikutnya?" Tanya
Alysa sembari menatap Mike. Membuat Milla juga menatap Mike. "Belum sa,
belum ada pergerakan lagi". Nada Milla seolah ingin menyerah, membuat
Alysa menepuk pundak Milla pelan, "yaudah kita tunggu aja ya, lagi
pula.. Ini kan juga masih pagi. Oh iya lo udah sarapan belom?". Tanya
Alysa, sembari mengeluarkan sesuatu dari tas sekolahnya, membuat Milla melihat
apa yang Alysa keluarkan. "Belom sa, tadi pas bangun gue langsung ke
sini" ungkap Milla. Membuat
Alysa seolah-olah kaget. "Berarti lo belom mandi dong? Ihh
bauuu" ledek Alysa sembari
menjauh sedikit dari jarak sebelumnya, "ih udahh dong, maksudnya abis
mandi langsung kesini sa" kata
Milla membuat Alysa tertawa kecil. "Yaudah, mending makan dulu yuk, nih
gue sengaja bawa bekel, soalnya gue udah niat mau kesini, kalo beli. Kan masih
pagi mana ada tukang makanan sepagi ini kan, toh makanan disini pasti
mahal-mahal." kata Alysa yang
kini membuka bekelnya.
Milla menghampiri Alysa yang kini duduk di
sofa. "Ada-ada aja lo sa, bukannya sekolah juga" Kata Milla sedikit meledek, tapi Alysa
hanya mengangguk sembari mengunyah suapan pertama. Saat Milla ingin makan,
Alysa melarang Milla, membuat Milla menatap Alysa bingung. "jangan yang
ini. Ini punya gue." kata
Alysa, sembari mengambil sesuatu didalam tasnya, membuat Milla sedikit agak
menunggu dengan bingung.
"Nah ini baru buat lo, nasi goreng
nggak pedes tambah ayam rica-rica dan jamur. Kalo yang punya gue pedes. Lo kan
nggak suka pedes dan lo alergi udang. Jadi, sengaja gue buatin buat
lo" ungkap
Alysa, memberikan bekel yang satu lagi kepada Milla. Membuat Milla tersenyum
lebar, "ya ampun Alysa, so sweet banget sihh, thanks yaaa
sa." kata Milla senang
sekaligus bangga. Alysa membalas senyuman Milla. Mereka kini memakan bekelnya.
#16
Sementar di Star High, kepala sekolah
memanggil Alysa dan Bagas untuk menghadap ke ruangannya, Bagas pun langsung ke
ruangan kepala sekolah, sesampainya, ia merasa sedikit agak terkejut karena
tidak ada Alysa disana.
"Permisi bu" kata Bagas, membuat Kepala
sekolah menatap Bagas. "Iya, Kamu Bagas?" Tanya kepala sekolah. "Iya
bu" . "ini uangnya, ibu kasih
ke kamu, semoga kalian menang ya dan membanggakan sekolah" ucap Kepala sekolah memberi uang ke
Bagas. Bagas menerima dan mengucapkan terimakasih, lalu ia bergegas kembali ke kelasnya.
Selama pelajaran berlangsung, diam-diam Bagas mengabari Alysa dan meminta untuk
bertemu saat istirahat. Pesan terkirim.
Tak lama kemudian, bel istirahat berbunyi.
Bagas mengambil ponselnya di kantung celana. Melihat layar yang tidak ada balasan
dari Alysa, ia hanya menghelai nafas. Seketika suara Devan membuat Bagas harus
melihat ke Devan. "Gas. Ikut gue ke Ruang Osis" pinta Devan membuat Bagas bingung dan
menuruti perkataan Devan dengan berjalan di belakang Devan.
Sepertinya Devan ingin berbicara mengenai
lomba Volly, pasalnya Osis harus tahu mengenai ini. Sesampainya di depan Ruang
Osis, Kirey memanggil Devan, membuat Devan dan Bagas menoleh ke arah suara. "Ka
Dev, kantin yukk" ajak Kirey,
membuat Devan harus tersenyum kecil. "Kamu duluan aja ya, Ka dev masih
ada urusan bentar" ungkap
Devan. Membuat Kirey tertunduk. "Mm.. Yaudah deh ka, aku ke kantin
duluan ya" ucap Kirey tersenyum
sembari melangkah ke kantin membuat Devan juga ikut tersenyum kecil, lalu Devan
dan Bagas memasuki Ruang Osis.
"Van sebenernya ada apaan lo ngajak
gue kesini?" tanya
Bagas dengan santai sembari melihat sekeliling. "Oh gue tau, lo mau
nanya tentang lomba remaja Volly kan? Yah gue nggak bawa proposalnya" lanjut tanya Bagas. Membuat Devan hanya
menatap Bagas datar. "Apa hubungan lo sama Alysa?" tanya Devan membuat Bagas tercengang. "Ma..mak..maksud
lo apaan van? Kok tiba-tiba lo nanya begituan. Nggak penting banget" jawab Bagas sedikit agak tertawa
bermaksud membuat suasana tidak terlalu serius, tapi tidak dengan Devan yang
masih serius dan datar. "Itu penting buat gue. Semenjak lo sama cewek
nggak jelas itu. Lo lebih mentingin bareng dia dibanding ama gue dan yang lain,
lo lupa sama kita-kita, lo sok sibuk."
ungkap Devan. "Jangan bilang Alysa cewek nggak jelas van.
Dia nggak ada hubunganya sama semua ini. Maaf kalo akhir-akhir ini gue jarang
kumpul bareng kalian, ada hal yang mesti di urus. Selebihnya gue lagi nyelesain
proposalnya Alysa." jelas
Bagas.
"Nggak usah banyak alesan gas, gue sama
yang lain tau kok lo ada hubungan sama Alysa kan? Udahlah gas, Alysa tuh bukan cewek baik-baik,
dia sengaja deketin lo. Manfaatin lo buat bikin proposal dan sedangkan dia lagi
asik sama cowok lain." ucap
Devan bermaksud memanas-manasi Bagas, dan cowok lain yang Devan maksud ialah
Naufal.
"Cukup van, Alysa itu cewek
baik-baik, dia nggak sama sekali manfaatin gue. Gue yang mau bantu dia buat
bikin proposal. Dia nggak paham betul dengan proposal. Jangan jelek-jelekin
Alysa lagi van." jawab
Bagas yang mulai kesal dengan Devan. Membuat Devan sempat terkejut melihat
Bagas yang membela Alysa.
Pasalnya Bagas selalu membuat lelucon
tentang Alysa saat mereka berkumpul tapi mengapa sekarang berbeda. "Kan.
Lo terus belain cewek nggak jelas itu. Di pelet pake apaan lo sama
dia" kata Devan membuat Bagas
membesarkan bola matanya, terkejut mendengar Devan berbicara seperti itu.
" Jaga omongan lo! Sekali lagi lo ngomong yang enggak-enggak
tentang Alysa. Lo liat van. Dan satu lagi, Seenggaknya Alysa lebih baik dari lo
dan mantan-mantan lo yang nggak jelas itu." ungkap Bagas kesal, kemudian
meninggalkan Devan sendiri di Ruang Osis, membuat Devan terdiam.
Memikirkan perkataannya tadi, apa ia tidak
terlalu jahat berbicara begitu mengenai Alysa?.
Devan nampak menyesal telah berkata seperti itu, kenapa emosi nya tidak bisa ia kontrol. Devan menggaruk dan memberantaki rambutnya. Membuat Rambut Devan kini berantakan tak teratur.
Devan nampak menyesal telah berkata seperti itu, kenapa emosi nya tidak bisa ia kontrol. Devan menggaruk dan memberantaki rambutnya. Membuat Rambut Devan kini berantakan tak teratur.
Sementara itu, di rumah sakit. Alysa dan
Milla masih menunggu pergerakan Mike, mereka menunggu di sofa sembari menonton
televisi yang ada di ruangan Mike tertidur. Saat mereka asik menyaksikan acara
televisi, Alysa seketika melihat ke arah Mike dan tiba-tiba jari-jari tangan
Mike mulai bergerak-gerak, membuat Alysa sangat terkejut, membuat mulutnya
berbentuk huruf O kemudian ia menyengir lebar, mengepak-epakkan telapak
tangannya seolah memberitahu ke Milla bahwa Mike melakukan pergerakan ketiga
nya.
Dan itu tandanya ia mulai siuman. "Mill..
Mill..Milla.. Liat, liatt Mike.. mikee bergerak" ucap Alysa terbata-bata, membuat Milla
langsung melihat ke arah Mike dan ia juga Melihat jari-jari Mike bergerak,
langsung membuatnya sangat terkejut, menghampiri Mike, di ikutin Alysa yang
mengarah ke pintu bermaksud memanggil dokter dari Ruangan Mike.
Tidak lama kemudian, dokter pun datang dengan beberapa suster, mereka memeriksa keadaan Mike, membuat Milla dan Alysa menunggu sejenak. Setelah menunggu, dokter pun terlihat senang.
Tidak lama kemudian, dokter pun datang dengan beberapa suster, mereka memeriksa keadaan Mike, membuat Milla dan Alysa menunggu sejenak. Setelah menunggu, dokter pun terlihat senang.
"Gimana dok keadaannya? Itu udah
pergerakan ketiga." ungkap
Milla, "kabar baik, keadaan pasien
sekarang sudah stabil, beberapa menit dia akan siuman, setelah siuman maka
pasien akan menjalankan terapi untuk memulihat otot-otot dan sistem tubuhnya
agar kembali seperti biasa. Baik saya permisi dulu" jelas dokter, membuat Alysa dan Milla
tersenyum senang, pasalnya Mike sudah membaik dan sudah pasti ia tidak apa-apa.
Milla memeluk erat Alysa, dan ia teringat akan mamanya Mike, langsung Milla
menelepon mama nya Mike meninggalkan Alysa sendiri di ruangan Mike berada.
Alysa mendekat ke arah Mike, melihat lamat
wajah Mike dengan tersenyum. Akhirnya lo sadar juga dari masa koma lo ya
Mike, lo bisa bareng lagi sama Milla. Perjuangan Milla nggak sia-sia. Benak
Alysa, yang dengan tiba-tiba suara telepon ponsel Alysa berbunyi membuatnya
kaget. Ternyata Bagas mengirim WhatsApp,
tapi Alysa hanya membacanya dan tidak terlalu memperdulikannya, dan langsung
memasukan kembali ponselnya ke dalam kantong baju seragamnya dan melangkah ke
arah sofa.
Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)
