
#29
Sampai di dalam mobil pun. Alysa terdiam. Ia tak menyangka
Ayah akan bersikap seperti itu pada Devan. “maafin
Ayah nak. Tapi, Ayah hanya ingin yang terbaik buat kamu. Bukan anak kaya dia” Ayah
memulai pembicaraan. “Ayah. Devan itu
anak baik-baik. Dia gak sama kaya yang ayah pikirin sekarang. Ayah kenapa bisa
ngomong gitu? Emang Ayah pernah ketemu Devan sebelumnya?” ucap Alysa
memastikan. “iya. Ayah pernah ketemu dia.
Waktu ayah sampai ke Jakarta, ayah hampir ingin menabrak dia. Karena dia lewat
di depan mobil Ayah tiba-tiba.” Jelas Ayah. “tapi yah. Bisa aja Devan waktu itu lagi buru-buru. Alysa kenal Devan
yah. Nggak mungkin Devan sengaja ngebut.” Jelas Alysa yang mencoba
meyakinkan sang Ayah. “tetap saja. Ayah
tidak suka kalo kamu bergaul dengan dia. Kenapa kamu sangat membela dia?
Jelas-jelas dia bukan anak baik-baik. Berandal” ucap sang Ayah membuat Alysa hanya menghelai
nafas dan memandang ke arah jalan dengan wajah bete. Ayah salah. Devan itu bukan berandal. Dia itu anak baik . gak semua
orang bisa ngeliat kebaikan dia. Karena dia, gak pernah mau nunjukin ke
orang-orang. Dia gak gila akan pujian. Andai ayah bisa ngeliat kebaikan Devan.
pasti Ayah bisa akrab kaya Ayah akrab sama Bagas. Benak Alysa. hingga
sampai rumah. Alysa langsung ke kamarnya untuk membersihkan diri, setelahnya ia
membaca Novel sambil berbaring.
DREEETT... DREEEETT!! Ponsel Alysa bergetar. Tanda pesan masuk. Alysa meraih ponsel yang ada di meja belajarnya. Devan: 1 New Message. Tertera pada layar ponsel Alysa. alysa pun langsung membuka WhatsApps dari Devan.
DREEETT... DREEEETT!! Ponsel Alysa bergetar. Tanda pesan masuk. Alysa meraih ponsel yang ada di meja belajarnya. Devan: 1 New Message. Tertera pada layar ponsel Alysa. alysa pun langsung membuka WhatsApps dari Devan.
Devan
Edgar
Woiiii
sa! SEMANGAAATTT buat besok. Lo harus menang. Jangan malu-maluin Star High.
Dan jangan malu-maluin gue sebagai mantan ketua Osis. Oke. baca 6:21 PM
|
Saat membaca pesan dari
Devan. Alysa mengembangkan senyumnya dan langsung membalasnya. Ia menaruh
Novelnya di meja belajarnya.
Alysa Avriel
Iya
iya bawel. Makasih udah di dukung ya, cowok lollipop wkwkwkw.
Btw maafin sikap Ayah gue tadi sore ya baca 6:21 PM
Devan
Edgar
Iya gpp, santai aja sama
gue. Lagian itu juga salah gue, wajar bokap lo marah banget
baca6:22 PM
Alysa Avriel
mmm.. kalo gue boleh tau, emang
kejadian sebenarnya itu gimana??
baca 6:24 PM
Devan
Edgar
Kepo kan wkwkwk. Besok-besok ye. Oh
iya, besokkan lo gak ada disekolah. Yaudah kapan-kapan aja ya gulali.
Sekarang mending lo istirahat. Tadi kan abis latihan pasti capek.
baca 6:28 PM
Alysa
Avriel
Yeh lollipop! nyebelin-_- iya
lollipop bawel. Ini juga lagi istirahat tapi lo menganggunya. baca 6: 30 PM
Devan
Edgar
Oh jadi gue ganggu lo. Eh lu udah
makan belom?
baca 6:31 PM
Alysa Avriel
Dari kapan tau elo emang penganggu
ulung. Belom, kenapa? mau beliin gue makan?
baca 6:35 PM |
Pesan
pun hanya dibaca oleh Devan dan tidak di balas lagi. Sempat merasa bete. Namun
ia pun juga tidak terlalu peduli. Saat Alysa menaruh ponselnya, sang Ayah
memanggilnya untuk makan malam. Alysa bergegas menuju pintu kamar. Tidak lama
kemudian, nada dering ponsel Alysa berbunyi. Ada Panggilan masuk. Alysa kembali
ke meja belajar, mengambil ponsel dan melihat nama sih penelepon. Ia
mengerutkan dahinya saat melihat nama sih penelepon. Lalu, ia mengangkatnya. “Halo Devan kenapa?” ucap Alysa datar. “elo dimana?” tanya Devan serius. “gue dirumah lah” jawab Alysa. “lo dikamarkan? Coba liat ke luar jendela,
sekarang.” Perintah Devan. “dih
ngapain? Kalo gue liat ke luar jendela, lo bakalan ada di luar gitu? Gimana
ceritanya coba, tadi kita aja abis WhatsApp-an terus lo tiba-tiba ada di luar. Jangan
bercanda deh” Alysa membantah Devan.
“yee.. siapa lagi yang bercanda. Udah sih
nurut aja, bawel banget” ucapnya
dengan kesal. Akhirnya Alysa membuka Hordeng jendela dan benar saja. Devan
menunggu di samping rumahnya dengan mengendarai motor ninja merahnya. Alysa
yang melihat ke beradaan Devan, sempat terkejut. Dan takut Ayahnya melihat
adanya Devan. “aduhh
lo ngapain coba kesini” kata
Alysa ketakutan. “yaudah
sih keluar aja dulu”
perkataan Devan menutup pembicaraan. Alysa langsung bergegas ke bawah. “Alysa
mau kemana nak?” tanya
sang Mama yang berada di meja makan sedang mempersiapkan makan malam. Alysa pun
mati kutu. “ehh
mama.. ini ma, Alysa mau keluar sebentar” jawab
Alysa panik. “ngapain
malem-malem gini keluar? Ini waktunya makan malam nak, ayoo sini kita makan” ucap
Ayah. Membuat Alysa benar-benar mati kutu. “eh ini yah, Alysa mau kerumah temen dulu
sebentar. Mau nanya tentang lomba buat besok yah. Boleh ya yah” pinta
Alysa memohon. “yaudah
tapi kamu makan dulu baru kerumah temen kamu” jawab
Ayah. “nanti
aja deh yah. Nanti keburu malem. Yaudah ya yah, ma. Alysa pamit keluar” katanya
dengan buru-buru.
Alysa menemui Devan yang sedang memainkan ponselnya. “eh
cowok lollipop. Ngapain sih kesini. Lo mau nyari mati ya. Kalo nanti Ayah gue
liat gimana.” Ucap Alysa yang tiba-tiba marah-marah. “lo
gila ya? Dateng-dateng marah-marah gak jelas. Mending lo ikut gue sekarang
sebelum nyokap bokap lo tau” ajak
Devan yang siap memakai helm. “eh mau kemana?” tanya
Alysa. “udah
ikut aja sih. Ayoo” Paksa
Devan menarik tangan Alysa agar ia cepat menaiki motor. Namun, Alysa melepaskan
tangan Devan. “tapi
baju gue? Masa gue pake baju tidur sih. Yang bener aja” ucapnya.
Tanpa berfikir panjang Devan lengsung melepaskan Hoodie biru donkernya dan
memberikannya kepada Alysa. “nih lo pake hoodie gue biar gak kedinginan
dan biar gak ketara lo pake piyama. Cepet pake terus cepet naik” Devan
yang sudah siap untuk mengendarai Ninja merahnya. Alysa memonyongkan mulutnya
saat Devan tak melihat ke arahnya dan mengenakan Hoodie yang di berikannya.
Lalu, mereka pun pergi. Angin malam yang dingin menusuk-nusuk tulang. Devan
mempercepat lajunya, namun Alysa hanya berpegangan pada pundak Devan. “van
kita mau kemana sih?” tanya
gadis dibelakang Devan dengan samar. “bentar lagi juga sampe kok. Jangan bawel
deh” jawab Devan membuat Alysa bete.
Dan akhirnya mereka sampai disebuah tempat seperti pasar malam, banyak pedagang kaki lima dan pengunjung-pengunjung dari mana saja. Benar-benar indah, tempat yang bersih teratur, tidak berdesak-desakan. Alysa sangat mengagumi tempat ini. Ia melihat penataan lampu yang indah, bohlam yang di gantung berlawanan arah dengan warna-warna yang sangat indah. Senyum Alysa kini membentuk simpul layaknya simpul pramuka. “ini..ini tempat yang kerenn. Bagus banget” ucapnya tanpa berkedip. Devan hanya tersenyum. Lalu ia memasuki tempat itu berbaur dengan pengunjung lainnya. “ayoo” ajak Devan yang terlebih dahulu memasuki tempat itu, diikuti oleh Alysa di belakang yang dengan masih mengagumi suasana disana. Setelah hampir lama berjalan mencari sesuatu. Devan berhenti di salah satu pedagang kaki lima. Bakso Mas Yanto. Sebuah nama yang tertulis dikaca gerobak. Tanpa pikir panjang Devan duduk di dalam. Namun, Alysa masih diluar, berdiri menatap Devan dengan diam dan sedikit bingung. “ayo masuk. Kenapa masih berdiri?” ajak Devan dari duduknya. “gue mau duduk diluar aja. Biar bisa ngeliat pemandangan disini” ungkap Alysa dengan sangat polos. Membuat Devan menghelai nafas dan terbangun dari duduknya. Menuruti kemauan Alysa. mereka sekarang duduk di luar, sembari melihat lalu lalang pengunjung dan suasana disana dengan sejuknya angin malam yang berhembus. “jadi, mau pesan apa?” kata Devan sembari melihat menu yang ditulis di kertas yang di laminating. Gadis berkuncir satu itu menatap Devan. “jadi lo ngajakin gue kesini buat makan bakso?” ucapnya tak percaya. Devan yang mulanya hanya berkomunikasi lewat WhatsApps untuk memberikan dukungan, menyuruhnya beristirahat, hingga menanyakan apa ia sudah makan atau belum lalu hanya dibaca. Tiba-tiba datang kerumahnya dan mengajaknya makan malam diluar. “iyalah. Terus kita disini ngapain kalo bukan makan. Kan kata lo, lo belom makan. Jadi cepet mau pesen apa?” ucap Devan yang masih terfokus pada menu yang berada di hadapannya.
Dan akhirnya mereka sampai disebuah tempat seperti pasar malam, banyak pedagang kaki lima dan pengunjung-pengunjung dari mana saja. Benar-benar indah, tempat yang bersih teratur, tidak berdesak-desakan. Alysa sangat mengagumi tempat ini. Ia melihat penataan lampu yang indah, bohlam yang di gantung berlawanan arah dengan warna-warna yang sangat indah. Senyum Alysa kini membentuk simpul layaknya simpul pramuka. “ini..ini tempat yang kerenn. Bagus banget” ucapnya tanpa berkedip. Devan hanya tersenyum. Lalu ia memasuki tempat itu berbaur dengan pengunjung lainnya. “ayoo” ajak Devan yang terlebih dahulu memasuki tempat itu, diikuti oleh Alysa di belakang yang dengan masih mengagumi suasana disana. Setelah hampir lama berjalan mencari sesuatu. Devan berhenti di salah satu pedagang kaki lima. Bakso Mas Yanto. Sebuah nama yang tertulis dikaca gerobak. Tanpa pikir panjang Devan duduk di dalam. Namun, Alysa masih diluar, berdiri menatap Devan dengan diam dan sedikit bingung. “ayo masuk. Kenapa masih berdiri?” ajak Devan dari duduknya. “gue mau duduk diluar aja. Biar bisa ngeliat pemandangan disini” ungkap Alysa dengan sangat polos. Membuat Devan menghelai nafas dan terbangun dari duduknya. Menuruti kemauan Alysa. mereka sekarang duduk di luar, sembari melihat lalu lalang pengunjung dan suasana disana dengan sejuknya angin malam yang berhembus. “jadi, mau pesan apa?” kata Devan sembari melihat menu yang ditulis di kertas yang di laminating. Gadis berkuncir satu itu menatap Devan. “jadi lo ngajakin gue kesini buat makan bakso?” ucapnya tak percaya. Devan yang mulanya hanya berkomunikasi lewat WhatsApps untuk memberikan dukungan, menyuruhnya beristirahat, hingga menanyakan apa ia sudah makan atau belum lalu hanya dibaca. Tiba-tiba datang kerumahnya dan mengajaknya makan malam diluar. “iyalah. Terus kita disini ngapain kalo bukan makan. Kan kata lo, lo belom makan. Jadi cepet mau pesen apa?” ucap Devan yang masih terfokus pada menu yang berada di hadapannya.
Alysa benar-benar tak mengerti Devan. apa yang ada
dipikirannya? Mengapa ia sangat semisterius ini. Apa yang ingin ia perbuat?
Hati Alysa kini merasa bimbang sekaligus kagum pada Devan. “ye malah ngeliatin gue. Gue tau gue ganteng, udah cepet pesen. Pengen
gue catet nih” ucap Devan yang sudah mencatat pesannan untuk dirinya. “ihh apaan sih! . gue pesen bakso mercon
jumbo sama es teh manis” katanya. Devan mencatat pesanan Alysa lalu
memberikannya pada sang penjual. Mereka menunggu lumayan lama karena banyaknya
yang mengantri. Alysa yang tak henti-hentinya melihat sekelilingnya dengan
tersenyum manis tak sadar bahwa Devan memperhatikan dirinya. “van, lo tau darimana temen seindah ini?” tanya Alysa yang masih mengamati
sekelilingnya. “gue tau dari abang gue.
Dulu waktu gue kelas 3 SD abang gue suka ngajak gue kesini. Gue juga kagum
banget sama tempat ini. Bener-bener sederhana tapi menarik. Liat disana, ada
turis juga yang datang ketempat ini” Devan menunjuk kearah salah satu
pedagang yang di kunjungi oleh turis.
“pas gue lagi larut dalam kesedihan, abang gue langsung ngajak gue kesini. Tempat ini cocok dikunjungi saat hati lo gak nentu” lanjutnya. “elo sedih karena apa?” tanya Alysa. Devan yang mendengar pertanyaan Alysa hanya bisa tersenyum dan tertunduk. “bukan hal yang penting kok”
ucap Devan. “van. Cerita sama gue. Gue gak akan bocor
kok. Janji” Alysa memaksa. “waktu gue
kelas 6 SD papa gue meninggal karena penyakit kanker darahnya yang udah stadium
lanjut. Dan saat itu, gue ngerasa kehilangan orang yang paling berharga dalam
hidup gue. Orang yang paling deket sama gue. Sulit rasanya kehilangan orang
yang kita sayang. Gue paling deket sama papa, sedangkan abang gue paling deket
sama mama. Tapi bukan berarti gue jauh dari mama. Mereka ngasih kasih sayangnya
buat gue dan abang gue. Hingga akhirnya gue kehilangan salah satu kasih sayang
dari mereka. papa ngajarin gue banyak hal, waktu gue belajar naik sepeda untuk yang pertama kalinya, gue sering jatuh dan pengen nyerah tapi papa sering bilang kalo anak laki-laki itu harus kuat dan gak boleh cengeng. akhienya gue bangkit dan gue terus nyoba sampai gue bisa. Setahun setelah meninggalnya papa, mama nikah lagi. gue gak setuju
dengan keputusan mama. Karena, papa baru setahun ninggalin gue,abang dan mama
gue. Bisa-bisanya mama secepat itu berpaling dari papa. Apa mama gak tulus
cinta sama papa sampe dia tega cari yang baru dengan waktu cepat.” Jelas Devan, kini mata Alysa
berkaca namun ia menahan agar air matanya tidak jatuh. Tidak ingin melihat
Devan cemas karena dirinya. “mungkin maksud mama lo gak gitu van.
Mungkin saat itu lo lagi terpuruk dan mama lo gak bisa terus-terusan liat lo
kaya gitu, jadi mama lo coba buat cari pengganti papa lo. Biar lo bisa seneng
lagi. inget van, jangan berfikir negative terhadap mama lo. Gak ada orang tua
yang tega sama anaknya van” jelas
Alysa. Devan hanya terdiam.
“permisi.. ini pesanannya” tiba-tiba
sang penjual mengantarkan pesanan. “makasih mas. Mmm.. yaudah yuk van mending
makan dulu” ucap
Alysa sembari mengaduk-aduk baksonya. mereka menyantap makanan yang telah di
pesan sambil berbincang-bincang disertai tawa. Membicarakan tentang Osis.
Kebodohan yang dilakukan teman-temannya.
Kemanjaan Kirey yang membuatnya sering kali ingin merasa mual. Dan kekonyolan teman sekelas masing-masing.
Tak lupa juga mereka mengabadikan moment yang bersejarah. Mereka berfoto
bersama untuk yang pertama kalinya dengan gaya yang super absurd. Dan terkadang salah satu dari mereka
minta di hapus tapi tak kunjung di hapus. Mereka juga membuat Boomerang salah
satu aplikasi Instagram yang sedang hits-hits nya. Dan membuat tawa Alysa
pecah. Disaat yang bersamaan Devan menyadari sesuatu. Menyadari hal yang tak
pernah ia sadari sebelumnya. Ia melihat segala kepolosan Alysa yang belum
pernah ia lihat sebelumnya. bukan seperti Alysa yang jutek dan tomboy. Tawa yang
tulus karena dirinya. Membuat Alysa nampak begitu lebih cantik dari sebelumnya.
Mungkinkah Devan merasakan cinta yang sesungguhnya? Atau ini hanya sebuah
kenyamanan biasa? Mengapa dia tak mengerti semua ini.
Alysa melihat arloji di tangan kirinya, menyadari bahwa
malam semakin larut. “van, kayanya kita mesti pulang sekarang deh.
Gue takut Ayah gue marah-marah” ucapnya panik. “oh yaudah yuk sa.” Devan pun mulai bergegas. Di hantui rasa
cemas, Devan mempercepat lajunya membuat Alysa memegang erat pundak Devan,
cengkraman Alysa menunjukan betapa paniknya dia. Lama di perjalanan, Akhirnya
mereka pun sampai di samping rumah Alysa. lantas membuat gadis berkuncir satu
lekas turun dari motor dan melepaskan Hoodie donker yang dikenakannya. “thanks
ya van udah anterin pulang dan makasih hoodienya” ucap
Alysa memberikan Hoodie ke Devan. “iya sama-sama sa, mmm…
pegang aja hoodienya besok bisa lo balikin ke gue.” Kata
Devan. “aduhh
gimana sih, kalo bokap gue liat gue pake hoodie ntar dia tanya-tanya sama gue.
Tadi keluar gak make kok pas pulang make hoodie” jelas
Alysa. “ohiya
ya lupa gue heheh” kata
Devan tercengir. “yaudah
ya bye. Makasih ya buat malem ini” ucap Alysa yang mulai berjalan
menuju pintu gerbang. “eh sa” ucap Devan. Alysa menghentikan langkahnya dan
menoleh kebelakang. “iya van?” tanyanya. “good night my cotton candy” ucap
Devan sangat lembut disertai senyum manisnya yang jarang ia tunjukan.
Alysa terkejut mendengar Devan berbicara selembut itu
apalagi disertai senyumnya yang sangat manis dan menawan. “ee..
good night too lollipop” balas
Alysa. Devan menghidupkan mesin motornya dan melaju pergi. Alysa membiarkan
motor Devan lewat terlebih dahulu. Kini, Alysa masih terdiam sembari mengingat
perkataan Devan. My Cotton Candy? My?
Omg!. Benak Alysa. ia membesarkan kedua bola matanya, mulutnya membentuk
huruf O dan menepuk kedua pipinya. Dan
langsung ia masuk kedalam rumah dengan wajah yang berseri-seri. “ekhemm” dehaman
Ayah membuat hal indah pergi begitu saja. “a..ayahh?” ucap
Alysa kaku. “darimana
aja kamu? Udah jam berapa ini? Besok kamu kan lomba. Harus istirahat, ini malah keluyuran di luar” tegas
Ayah. “maaf
yah, tapi tadi Alysa kan udah bilang mau kerumah temen, mau ngomongin tentang
lomba besok” Alysa berbohong, ia menundukan kepalanya. “bener?
Nggak boong? Atau kamu jalan sama cowok berandal itu?” Ayah
berusaha menebak-nebak. Mata Alysa membelalak. Ia bingung dan takut jika
Ayahnya mengetahui kebohongannya. “enggak kok yah, Alysa gak jalan sama dia” Alysa
berusaha meyakinkan sang Ayah. “oke Ayah percaya. Sekarang cepet masuk ke
kamar kamu, istirahat. Besok kamu lomba. Harus butuh tenagga yang fit” perintah
sang Ayah. Alysa bergegas ke kamar. Ia pun bergegas menaiki anak tangga dengan
senyum-senyum yang ia tahan karena kejadian tadi. Lalu memasuki kamar dan
segara tidur dengan meninggalkan senyum yang mulai samar dilihat.
#30
Baru saja Alysa selesai mandi. Ponselnya sudah berbunyi
sedaritadi. Alysa segera mengeringkan rambutnya menggunakan hairdrayer, setelah
sudah lumayan kering ia mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas meja
belajar. Melihat ada 3 pesan dari Naufal, 2 pesan dari Milla, 1 pesan dari Tia, 2 Pesan dari Mike, dan 3 Pesan dari Devan.
semuanya memberikan Alysa semangat. Tanpa berfikir panjang. Ia membalas semua
pesan yang masuk. Ketika sudah ia balas satu per satu Alysa bergegas menuju
meja makan untuk sarapan pagi dan meletakkan kembali ponselnya ditempat semula.
Namun saat ia ingin membuka pintu nada dering ponsel Alysa pun berbunyi. Entah
siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini. Alysa pun melangkahkan kakinya menuju
meja belajarnya, mengambil ponsel dan melihat nama sih penelepon pada layar
ponselnya. Bibir tipisnya mengembangkan senyuman kecil lalu Ia menerima panggil
tersebut.
“Pagi Alysa!” sebuah
sapaan yang terdengar tak asing ditelinga Alysa. Ucapan selamat pagi yang tidak pernah ia dengar lagi selama 1
tahun lebih dan kini ia mendengarkannya kembali. “Pagii jugaa Mike. Wahh akhirnya, sekian lama gak denger ucapan met
pagi yang rutin lo lakuin. Kini dilakuin kembali” ledek Alysa tercengir. “hahah kangen ya sama ucapan met pagi dari
gue? Emang selama gue koma gak ada yang ngucapin selamat pagi ya? Kasihan jones
hahahaha” Mike membalas meledek Alysa yang kini tawanya pecah
terdengar oleh Alysa. “yee ngeselin deh pagi-pagi” jawab Alysa
bête. “hahahah gak usah ngambek deh elah.
Btw hari ini lomba ya? Semangatt ya Alysa sih anak kepala batu. Semoga sukses
sampe final” Mike memberi Alysa semangat dengan lembut.
Mike
memang cowok yang sangat lembut saat berbicara pada lawan jenisnya. Ia juga
sangat ramah. Tak heran bila di sekolahnya ia sangat di gila-gilai oleh
kalangan anak cewek di sekolahnya. Sampai-sampai banyak yang menyatakan cinta
pada Mike padahal mereka yang menyatakan cinta tahu bahwa Mike sudah punya
pacar. tapi, tak ada yang menghiraukan
status Mike. Kadang Milla pun menjadi bahan judge-an para penggemar Mike. Dan
Terkadang ia juga sangat jail dan menyebalkan. Mike bersekolah di SMAN 1
CAHAYA. Yang merupakan anak basket dan futsal, ia tidak mengikuti organisasi
seperti Osis. Bahkan, Devan pun bisa kalah saing bila Mike dan Devan satu
sekolah. Mike memiliki wajah yang bisa di bilang cute dengan gingsulnya,kulit
putih, hidung mancung dan rambut bergaya Bed
Head nya disertai dengan bola matanya yang
berwana coklat membuat dirinya terlihat sempurna. Saat di sekolah ia
selalu memakai kacamata tanpa lensa.
“iya thank you Mike sih anak belut hahaha.
Eh tapi kan lo udah ngucapin semangat lewat pesan” jawab
Alysa. “ya gpplah ngucapin lagi, biar
afdol hahah. oh iya finalnya kapan?” tanya Mike. “finalnya besoknya Mike” jawab Alysa. “oh gitu ya, yaudah semangat aja lahh wkwkwk” katanya. “iya iya Mike. Semangat muluu wkwk. Eh Milla
udah di semangatin belom? Hari ini kan dia juga lomba Sains” ingat Alysa. “udah kok. Tenang aja” kata Mike. “ohh bagus deh. Mmm yaudah deh Mike, udah
dulu ya. Gue mau sarapan nih. Dan gue yakin lo pasti belom sarapan kan?” tanya
Alysa. “dih sok tau wkwkw yaudah sono
sarapan. Bye” Mike memutuskan panggilannya tanpa memberikan Alysa
kesempatan berbicara. Yehh dasar tuh
anak. Gumam Alysa .
kini
Alysa menaruh ponselnya kembali dan ia bergegas menuju ruang makan. Sudah ada Ayah dan Mama disana yang menanti
kedatangan Alysa. “pagi sayang” ucap
Ayah terlebih dahulu. “Pagi juga ayah” Alysa menghampiri Ayah untuk minta di kecup
keningnya. Lalu, ia menuju kearah sang Mama yang duduk di hadapan sang Ayah
yang terhalang meja panjang terbuat dari kayu jati yang sudah di poles. “Pagi anaknya mama” mama pun siap melebarkan kedua tangannya
untuk memeluk sang anak. “Pagi juga mama”
Alysa melakukan hal yang sama
seperti yang ia lakukan ke Ayahnya, kemudian ia duduk di sebelah sang Mama.
Menyantap sarapan pagi dengan segelas susu putih dan nasi goreng kesukaannya.
Ayah sudah lebih dulu menghabiskan sarapannya. Ia
melihat ke arloji yang dikenakannya. “sayang
lombanya mulai jam berapa?” tanya Ayah selepas melihat Arloji. “Mmm jam 8 yah, Cuma kayanya upacara
pembukaan dulu deh” jawab Alysa. “yaudah bentar lagi kita berangkat. Cepat
abiskan sarapannya biar kamu fit.
Nanti langsung ketempat lomba atau kesekolah dulu?” tanya Ayah. “langsung yah. Ketemuan disana” jawab Alysa sembari menyantap sarapan pagi
yang nampaknya hampir abis. Beberapa lama kemudian setelah Alysa benar-benar
melahap abis sarapannya. Ia menuju ruang
tamu sembari menenteng sepatu olahraganya yang siap ia kenakan saat duduk di
sofa. Dan lagi-lagi ayah menegor Alysa, menanyakan kapan ia akan berangkat. “sekarang yah. Alysa pake sepatu dulu” ucap
Alysa sembari mengikat tali sepatu membentuk simpul. Setelah sepatu sebelah
kiri ia melakukan hal yang sama untuk sepatu sebelah kanan. Ada rasa deg-degan,
ia harus melewatinya bersama dengan timnya menuju ke sebuah impian yang selama
ini ia dan timnya impikan. Menjadi pemain volley terkenal dan belajar ke
Negri Paman Sam. Namun hal menyedihkan juga ia dan timnya rasakan.
Sampai detik ini Bagas pun belum mengabari hal baik kepadanya. Mungkin itu
benar-benar jadi keputusannya Bagas dan Alysa berharap bahwa masih ada
kesempatan sebelum pertandingan dimulai.
#31
Sesampainya Alysa di Gedung Olahraga. Ia hanya terdiam di
ambang pagar. Memandang lamat gedung tua
yang kini ada di hadapannya. Kemudian Alysa menolehkan kepalanya kearah
kanannya, ia mengharapkan sosok Bagas ada disebelahnya. Memandang Gedung tua
yang sama, melangkah masuk bersama dan bersemangat untuk mewujudnya impian
mereka yang sudah ada didepan mata mereka. Senyum tipis nan manis kini terlihat
diwajah gadis berkuncir satu yang menyukai permen kapas.
Lalu
menghelai nafas panjang dan seketika menutup kedua matanya. Kini harapannya
hanyalah sekedar harapan. Hingga sebuah tepukan lembut mendarat dipundak gadis
berkuncir satu yang masih memandangi gedung tua itu. “nak? Ayo masuk” ucap sang
Mama. Alysa tersadar dan hanya mengangguk. Namun sebelum ia melangkahkan
kakinya untuk memasuki Gedung itu, ia menolehkan kepalanya kearah jalanan.
Berharap mobil hitam yang sering Bagas kenakan terlihat diujung jalan yang sepi
nan sunyi. Begitu banyak harapan gadis berkuncir satu itu. “sayang ayo” ucap Ayah yang
sudah berada di pintu masuk bersama Mama.
Alysa pun bergegas dengan melepaskan senyum tipisnya,
melangkah ke lapangan indoor bersama kedua orang tuanya. Disepanjang jalan
menuju lapangan sangat banyak orang-orang. Bagaimana dilapangan nanti, pasti
banyak sekali orang-orang. Langkahnya kini terhenti pada sebuat podium
lapangan. Lalu, menghampiri teamnya sedangkan orang tuanya memisahkan diri
darinya, mereka duduk dikursi penonton. Alysa menyapa team nya dengan semangat,
senyumnya melebar seiring ramainya orang dilapangan. I can do it. Gumam Alysa sembari memandang sekelilingnya. “ayo team kumpul” ucap scout. Bersiap
untuk bertanding! Berdoa kemudian melakukan yel-yel. Menumpukkan satu tangan
pada satu tumpuan, hingga saat tumpukan terakhir Alysa nampak bingung lalu ia
mencari tahu itu tangan siapa. Mata Alysa pun terbelalak bahkan team pun juga
bereaksi sama. “BAGAS?” ucap Alysa spontan. Bagas hanya tersenyum
lebar dengan megenakan baju volley bernomor punggung 88. Team pun ikut senang
karena melihat kedatangan Bagas dengan tiba-tiba. Kini mereka mengayunkan
tumpuan sembari beryel-yel. Setelah beryel-yel mereka bergegas kelapangan.
Alysa
yang terlebih dahulu menuju lapangan, ia pun menghentikan langkahnya saat tau
Bagas tidak menuju kelapangan. Alysa berbalik dan menghampiri Bagas. “kenapa? Ayo tanding” kata Alysa, namun
Bagas hanya tersenyum seadanya. Membuat Alysa terdiam dan memikirkan sesuatu.
Kini ekspresi Alysa berubah, “lo dateng
bukan buat ikut tanding? Tapi lo dateng Cuma buat ngasih semangat team?” jelas Alysa. Bagas hanya terdiam. Dan Alysa
tertunduk dan mencoba mengerti. “oke kalo
gitu, gue kesana dulu” ucap Alysa yang ingin bergegas menuju kembali ke
lapangan namun Bagas menahan langkah Alysa. “gue
ikut” jawab Bagas singkat sembari melebarkan senyumnya. Ekspresi Alysa
berubah senang. Mereka berdua pun kembali ke lapangan dan bertanding bersama
team.
Di
tengah pertandingan, Alysa menatap Bagas lalu menatap para penonton. Tertuju pada
seorang wanita berusian 40-an mengenakan pakaian dari rajutan wol dengan rambut
di ikat berantakkan. Memberi semangat pada seseorang. Dengan sangat amat
bersemangat. tak salah lagi, dia adalah Mamanya Bagas tanpa ditemanin oleh Ayah
atau Abangnya. Seorang diri datang untuk memberikan anaknya Semangat! Betapa
sayangnya seorang ibu terhadap anaknya terwujud pada Mamanya Bagas. Padahal ia
sedang menjalani masa sidang perceraiannya. Ia juga butuh semangat namun ia
malah memberi semangat. Andai Bagas bisa melihat dan merasakan betapa sayangnya
mamanya pada dirinya. “sstt.. Alysa” suara
seseorang membuat Alysa tersadar dari lamunannya. Alysa melanjutkan bermain.
Sedangkan
keadaan disekolah masih sama seperti biasa. Devan dan teman-temannya masih
santai duduk di bangku kantin, membicarakan banyak hal dan sebuah lelucon.
Hingga saat Tia melewati meja yang Devan dan teman-temannya tempati, Devan
memanggil Tia dan menghampiri Tia. “ada apa van?” tanya Tia. “mmm..
lo tumben sendirian, Naufal kemana?” tanya Devan balik dengan ragu, takut
Tia berfikir macam-macam. “Naufal.. dia
izin datang ke pertandingan volley” jawab Tia. Devan mengerutkan dahinya “izin? Lah emang dibolehin?” tanyanya. “mm enggak sih, Cuma Naufal izinnya mau
bikin KTP” jawab Tia memperhatikan Devan seperti orang bingung. “kalo lo mau izin, izin aja buat dateng ke
pertandingan volley” lanjut Tia. “lah?
Emang boleh?” tanya Devan polos. “hahah
bolehlah van, kan elo yang masih dikasih kepercayaan buat nanganin urusan
lomba” Tia tersenyum geli. Begitu juga dengan Devan yang sepertinya senang
mendengar pernyataan dari Tia. “cepet
gih, ntar keburu udah selesai loh lombanya. Kasih semangat Alysa paling kenceng
diantara penonton lainnya. Ok” ucap Tia sembari tercengir. Devan terdiam,
kenapa Tia bisa menebak apa yang ingin Devan lakukan.
“eee… darimana lo tau gue pengen
nyemangatin Alysa?”
“terus kalo lo kesana
bukan karena nyemangatin Alysa, lo mau ngapain disana? Sejak kapan seorang
Devan peduli sama urusan orang lain. apalagi doi bukan siapa-siapanya elo dan
sedangkan disekolah masih ada Kirey. Daripada lo nonton volley mending berduaan
bareng Kirey, iya kan?” pancing Tia
“ee.. gue rasa lo tau
tentang Kirey, jadi buat apa lo ngebahas itu. Toh, gue lagi gak pengen
mesra-mesraan dulu” Jawab Devan. kini.
Tia tersenyum lebar, “ini udah kedua kalinya lo lebih mentingin
Alysa dibanding pacar lo. Pertama Chloe dan kedua Kirey. Perjuangin apa yang
emang seharusnya lo perjuangin van, jangan pernah nyesel saat doi pergi karena
kesalahan lo yang cuma bisa mendem dan bersikap munafik. gak semua orang ngerti sama sikap lo van” jelas Tia membuat Devan terdiam, perkataan Tia
membuatnya benar-benar merasa seperti seseorang yang bodoh. Membiarkan perasaan
itu tumbuh dan menghantui pikirannya. Membiarkan perasaan itu terus berjalan
tanpa tau kapan akan berhenti.
Membiarkan
perasaan itu menetap dan bermain tanpa harus diminta. Meski ia akan tau resiko
membiarkan sebuah perasaan tanpa diketahui seseorang yang kita biarkan hatinya.
“apa lo siap kehilangan Alysa? apa lo
siap kehilangan semua perasaan lo karena terlalu jenuh menunggu hal yang gak pasti? Belajar
jujur sama diri dan perasaan lo sendiri van” lanjut Tia, menyadarkan Devan
yang terdiam. “semangat van. Jangan
disia-siain” ucap Tia menepuk bahu Devan dan pergi meninggalkan Devan
sendiri. Devan pun bergegas kekelasnya dan mengambil tas nya lalu meminta izin
pada guru piket yang ada di Lobby.
#32
Selama perjalanannya menuju pertandingan volley. Devan
memikirkan perkataan Tia tadi. Dan terlintas semua kenangan bersama Alysa,
mulai dari saat ia tidak peduli dengan gadis berkuncir satu hingga ia
benar-benar peduli dengan gadis itu sampai membuat Devan tidak bisa membuang
semua pikirannya tentang gadis berkuncir satu penyuka permen kapas itu. Gue harus lakuin itu. Ucap Devan
tersenyum lebar seraya memantapkan niatnya. Ia akan menyatakan perasaannya
kepada Alysa tidak peduli jika Ayah Alysa tidak menyukai dirinya. Cinta Devan
tulus. Devan mulai menancapkan gas, mempercepat lajunya, tidak ingin melewatkan
pertandingan itu. Namun ia bergegas membeli setangkai bunga mawar merah untuk
diberikan kepada Alysa.
Sesampainya di sana, ia menarik nafas panjang dan
menghelaikannya dengan sangat perlahan. Menggenggam erat setangkai bunga mawar
merah yang masih segar itu. Dan Mulai memasuki gedung tua itu sembari
tersenyum. Menjejakkan kakinya kesetiap lantai-lantai yang akan membawanya ke
lapangan pertandingan. Kini Devan mulai bisa mendengar sorakan penonton yang
samar, sorakan itu makin terdengar kencang. Dipenuhi orang-orang didalamnya.
Devan pun mencari tempat duduk yang pas untuk melihatnya. terlihat jelas gadis
berkuncir satu yang sedang berkonsentrasi. Begitu juga dengan Devan yang mulai
bersorak untuk Alysa. entah apa gadis kuncir satu itu mendengar semangat dari
Devan tapi Devan tak memperdulikan hal itu, ia tetap bersorak kencang. Dan saat
itulah ia menyadari bahwa perasaan aneh itulah yang disebut Jatuh Cinta. Begini
rasanya, Jatuh Cinta kembali. Sebuah perasaan yang sulit untuk dijelaskan namun
membawa arti yang begitu indah dalam dirinya. Sebuah perasaan yang mengalir
keseluruh tubuhnya saat gadis berkuncir satu ada didekatnya. Pandangan Devan
tak henti menatap gadis pujaannya yang sedang terfokus pada pertandingannya.
Dan… saat team Alysa mencetak angka untuk menentukan
hasil akhir. Seketika bola mata Devan membesar, mulutnya membentuk huruf O
samar disertai pandangannya yang kosong saat melihat Alysa memeluk Bagas erat
sangat erat. begitu juga dengan Bagas yang membalas pelukan Alysa. tanpa ia
sadar setangkai bunga mawar yang digenggamnya kini terjatuh, persis disamping
Devan. ia mencoba melupakan apa yang baru ia lihat namun tidak bisa. Akhirnya,
Devan memutuskan untuk pergi dari sana. Meninggalkan setangkai bunga yang jatuh
begitu saja. Entah rasa apa ini. Seperti terkena pecahan kaca. Seperti tertusuk
jarum. Sakit namun ia tak berdarah. Tak seindah seperti jatuh cinta, patah
hati. Apa ia baru saja merasakan patahnya hati? Baru saja ia merasakan indahnya
jatuh cinta. Devan mengusap-usap wajahnya berkali-kali, mengacak-acak
rambutnya, memukul stir dan berteriak.
Rasanya ada yang ingin keluar dari bola matanya, namun ia
menahannya. Tidak boleh rapuh disaat yang bersamaan. Pikirannya kini kacau.
Devan menghidupkan mesin mobilnya dan mulai meninggalkan gedung tua itu
sepenuhnya. Ia mempercepat lajunya, sangat cepat. Namun Devan mencoba
mengontrol pikirannya, agar bisa berkonsentrasi untuk menyetir. Hingga Devan
sampai dirumah. Ia memutuskan untuk pulang kerumah bukan kesekolah. Langsung
bergegas menuju kamarnya, melempar tasnya ke sofa kamarnya dan berbaring
ditempat tidur. Masih memikirkan kejadian itu. Apa Alysa sama Bagas udah
jadian? Pertanyaan itu mulai muncul dikepalanya.
Sedangkan, Alysa yang sangat senang melepaskan pelukkan
nya saat ia tersadar bahwa ia baru saja memeluk Bagas. Dengan merasa sangat
malu Alysa meminta maaf karena memeluk Bagas begitu saja. Namun, hanya senyum
manis yang diperlihatkan Bagas dan mengacak rambut Alysa lalu melangkah ke
podium team untuk beristirahat. Alysa pun tersenyum karena Bagas tidak marah
padanya akan hal memalukan itu. Alysa mengikuti langkah Bagas, kini mereka
beristirahat sejenak menunggu pengumuman lomba untuk lanjut ke final besok. Hingga datang Naufal sembari
membawa setangkai bunga mawar. Naufal mengambil bunga mawar yang Devan jatuhkan
begitu saja. “Hai sa” sapa Naufal
sembari tersenyum dengan menggenggam setangkai bunga mawar. “Haii fal” jawab Alysa sembari melihat
kearah bunga yang Naufal pegang.
“selamat
ya di detik terakhir nyetak angka” ucap Naufal, Alysa mengabaikan bunga
yang di pegang Naufal terfokus pada apa yang Naufal bicarakan “ahh iya makasih, ini juga berkat mereka
kok” kata Alysa tersenyum sembari melirik ke team. Naufal pun juga ikut
tersenyum dan menyadari akan setangkai bunga yang ia pegang. “oh iya sa, gue nemu bunga ini disana” kata
Naufal sembari melirik kearah tempat ia menemukan bunga tersebut “gak tau ini punya siapa, tapi kayanya ini
bunga buat lo deh” lanjut Naufal. “buat
gue? Ahh gak mungkin lah fal, mungkin ini buat salah satu anak volley kali. Toh
kalo buat gue, emang dari siapa?” ucap Alysa bingung, “mmm gak tau juga sih Cuma lo pegang aja nih, ntar lo tanyain deh sama
team lo. Nihh” ucap Naufal sembari memberikan setangkai bunga itu.
“mmm yaudah deh” kata Alysa menerima setangkai bunga mawar itu.
“yaudah sa, gue balik duluan ya, ada
janji sama Tia. Lo semangat terus ya! semoga masuk Final” ucap Naufal tersenyum lebar sembari mengacak
rambut Alysa. “ahh iya, makasih ya udah
dateng dan udah ngedukung” balas Alysa tersenyum, lalu Alysa kembali duduk.
menatap lamat setangkai bunga mawar merah yang masih segar, bertanya-tanya dari
dan untuk siapa bunga secantik ini? Mengapa ditinggalkan begitu saja. Bagas
yang melihat Alysa yang sedang terhanyut dalam lamunannya, akhirnya menghampiri
dan menegur Alysa. “sa lo kenapa?” tanya Bagas sembari duduk disamping Alysa
namun Alysa tak kunjung angkat bicara. “itu
bunga dari siapa? Pacar lo ya? Ciee” lanjutnya bermaksud meledek Alysa.
Alysa pun menatap Bagas dan mulai angkat bicara. “ihh apaan sih. Gue mana punya pacar. mmm.. gue gak tau ini punya siapa
dan untuk siapa, tadi Naufal nemu ini di antara bangku penonton. Jadi gue
pegang dulu, sembari nyari tau ini punya siapa dan untuk siapa” jawab Alysa menatap kembali mawar merah itu.
Diikuti dengan Bagas yang melihat ke arah mawar merah itu juga. “mm mungkin itu dari Devan buat lo” ucap
Bagas yang masih menatap mawar itu. Hingga Alysa, menatap Bagas dengan
mengerutkan keningnya. “dih apaan sih. Ya
gak mungkin lah dia dateng kesini Cuma buat ngasih bunga doang dan ngapain juga
Devan ngasih gue bunga. Toh Devan kan masih pacarnya Kirey” jawab Alysa
bete.
“ya siapa tau aja iya kan? Dia dateng buat
ngasih lo semangat dan bunga itu terus dia buru-buru dan lupa sama bunganya” tebak Bagas dengan wajah konyol. “dasar halu hahaha” Alysa tertawa
melihat wajah Bagas. Bagas menatap Alysa sembari tersenyum yang terlihat
semakin pudar. Alysa pun menyadari perubahan ekspresi Bagas yang mulai terlihat
sedih. “gas lo kenapa?” tanya Alysa
sembari menepuk pelan bahu Bagas. “gue
gpp kok Al, gue mau berterima kasih sama lo, karena elo, gue baru sadar betapa
sayangnya kedua orang tua gue. Liat mama gue, dia rela ninggalin Clientnya demi
dukung impian gue….” Ucap Bagas
sembari melihat kearah sang mama yang sedang berbicara pada orang tua Alysa
diikuti dengan Alysa.
“dan ayah gue selalu dateng buat jenguk
gue dan mama, meski gue tau, keputusan mereka gak akan pernah bisa berubah.
Ternyata mereka bukan gak sayang, hanya saja mereka menganggap kalo
membahagiakan anak harus dengan fasilitas. Padahal itu gak bener. Dan gue rasa, mama gue mulai
sadar akan hal itu. So, thank you’ve changed my life sa dan gue gak akan pernah berfikir pendek
lagi untuk hal itu” ucap Bagas yang mulai tersenyum bahagia. “sama-sama gas, gue seneng atas kebahagian
yang lo dapet sekarang. Dan gue harap lo jangan pernah nyerah untuk hal semacem
ini. Dan inget, kebahagiaan itu gak abadi jadi lo harus siap untuk kesedihan
yang akan datang” kata Alysa tersenyum lebar, diikuti Bagas yang
tercengir.
Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)