#9
Alysa
merasakan sakit di pipi kirinya, membuat ia terus memegang pipi kirinya. Ia tak
abis fikir, siapa orang jail yang mengambil foto mereka. Siapa yang membenci
Alysa diam-diam?. Pikir Alysa. Membuat ia terdiam, lalu tersadar saat ada yang
menepuk bahunya. Ia nampak kaget saat Devan lah yang menepuk bahunya. Kenapa
cowok ini selalu tau ia dimana. Pikir Alysa kembali.
"Are you okay?" tanya
Devan dengan lembut, kemudian duduk di sebelah Alysa.
"Nggak
usah sok care. Mending lo pergi." ketus Alysa kesal dan tidak menatap ke Devan.
"Iya. Gue care sama lo
makanya gue kesini." Devan serius.
"Please.
Nggak usah drama. I hate drama. This is reality not imagination. Wake up buddy!" seru
Alysa. "Mending sekarang lo cepet pergi. Atau cewek lo ngamuk.
Bisa-bisa dia ngancurin gedung sekolah."
lanjut Alysa, membuat Devan tertawa geli. "Malah ketawa. Apa
coba yang lucu. Aneh." Alysa
kini menatap Devan bingung.
"Kondisi
lagi kaya gini. Bisa-bisaan lo
ngayalnya. Ya mana mungkin dia ngancurin gedung sekolah bego. Kayanya
elo deh yang harus wake up dari beauty sleep lo itu." Devan
mendengus geli. "Dia bukan cewek gue lagi. Dari awal gue nggak serius
sama dia." perjelas Devan.
Sehingga membuat Alysa harus memutar matanya, "Nggak peduli".
Menyebalkan.
"Coba
liat pipi lo.". dengan tiba-tiba
Devan memegang pipi Alysa dan mengarahkannya ke hadapan Devan. "Auu
sakit dongo" melepaskan tangan
Devan dari pipinya.
"Sorry.
Coba sini gue liat lagi" kali ini dengan sangat hati-hati dan lembut.
Membuat sepasang mata saling bertemu. Kali ini Devan Salah fokus. Membuat Devan
melihat mata coklat Alysa seperti ada getaran di dadanya kini. Bagas benar.
Alysa cantik. Sangat cantik. Oh shit. Kenapa Devan berfikir seperti itu.
Devan langsung membuang pikiran itu jauh-jauh.
"Ini mah
harus cepet di obatin kalo nggak nanti bisa bengkak terus pipi lo kaya
bakpau." kata Devan sok tau, memperagakan pipi tembam
dengan membuat gembung kedua pipinya. Sontak senyum Alysa mengembang tidak
tahan melihat ekspresi Devan. "Apaan sih. Konyol deh" . Manis. Sangat manis. Kali ini Bagas bener lagi. Senyum tulus Alysa yang
tak pernah ia lihat kini Devan sendiri yang membuat Alysa memperlihatkannya. Bibir
tipis dengan lip gloss terlihat indah disertai lesung pipi yang terlihat.
Tidak. Hari ini pikiran Devan sangat kacau karena Alysa.
"Yaudah
sana obatin. Kompres. Ntar.. (Memperagakan hal yang sama) loh" ledek Devan lagi. "Apaa sih hahah. Iya
ntar di rumah gue kompres. Sekarang masuk kelas." Alysa berdiri. "Masuk kelas?
Emang udah bel?" mata Devan
membesar. Oh shit. Gue belom makan, tai. Benaknya sembari menepuk dahinya. Membuat Alysa nampak
bingung, "kenapa lo?".
"Gue..
Ee.. Gue gpp, iya gpp" Devan menyengir terpaksa. "Yaudah yuk,
masuk kelas" ajak Devan. Alysa terdiam, "lo duluan aja,
gue ke uks bentar" . Devan pun
pergi kekelas terlebih dulu membiarkan Alysa sendiri. Dan Alysa melangkah
keluar. Ia mengubah langkahnya menjadi ke arah kantin.
Rupanya dari
tadi Devan belum sempat makan, saat baru melangkah kantin ia sudah di
perhatikan oleh banyak pasang mata lalu menghampiri keributan yang ternyata
menyangkut dirinya, dan mengejar Alysa, menenangkannya hingga bel istirahat
berakhir. Membuat perut Devan keroncongan selama pelajaran berlangsung.
Sejak tadi,
Alysa berada di UKS setelah ia ke kantin membeli sesuatu. Sampai bel pulang
berbunyi. Sebelumnya ia meminta izin pada ketua kelas untuk tidak bisa
mengikuti pelajaran hingga pelajaran terakhir. Kini, di depan UKS sudah ada
Milla yang menunggu Alysa. Berniat pulang bareng.
"Sa gimana keadaan
lo?" Nampak Milla cemas, menunggu Alysa memakai sepatu
"Gue gpp
kok Mil, cuma agak bengkak dikit. Tuh cewek, cantik-cantik tenaga
badak" sigap Alysa, selesai memakai sepatu. Kini mereka
menuju ke arah parkiran. Saat sampai di mobil Alysa, ia melihat Devan ingin
memasuki mobil yang terpakir tidak jauh dari mobil Alysa.Sontak Alysa memanggil
Devan, membuat Milla menunggu di samping mobil Alysa.
"Devan." panggil
Alysa, menghampiri Devan.
Devan menoleh
ke arah Alysa, "kenapa?" menutup
pintu mobil yang tadi baru saja ia buka.
"Nih
buat lo. Gue tau lo tadi belom sempet makan kan?" memberikan bungkus berisi kebab dan Jus Apel. "Anggep
aja itu tanda makasih, dan tanda bales budi pas lo beliin gue Alpukat".
"Oh jadi lo ungkit
pemberian gue nih." dengan Nada bete. "By the way. Lo tau
darimana kesukaan gue jus Apel? wah jangan-jangan lo secret admirer gue
ya" ledek Devan.
"Dih
apaan. Ngapain jadi secret admirer lo.
Jadi admirer aja gue ogah apalagi secret. " membuat
mata Alysa memutar.
"Iye
deh non Alysa. Eh pipi lo?" Devan nampak kaget.
Membuat Alysa
panik dan memegang pipinya, "pipi gue. Pipi gue kenapa?" . membuat tawa Devan pecah, tawa Devan sangat geli.
"ko ketawa. apaan yang
lucu." bingung Alysa, mengerutkan dahinya.
"Lo. Lo
lucu hahah. Ternyata kalo lo panik muka lo kaya anak babi". Ledek Devan, kini tawanya sangat geli dan keras,
membuat Alysa jengkel dan kesal. Lalu, ia pergi meninggalkan Devan, kembali ke
Mobil kemudian pergi. Meninggalkan Devan yang masih tertawa sendiri. Setelah
tertawa ia memasuki mobilnya dan pergi.
Selama di
dalam mobil, entah mengapa Alysa selalu mengingat dirinya saat bersama Devan.
Dan seketika membuatnya tersenyum kecil. Oh damn. Kenapa gue mikirin dia. Benak
Alysa. Membuang pikiran itu jauh-jauh. Kini pandangan Alysa menuju ke Milla,
yang duduk di sebelahnya. Milla nampak sedih. Ia murung. Membuat Alysa cemas.
"Mil. Lo
kenapa?" tanya Alysa cemas. Membuat Milla tersadar dari
lamunannya
"Ehh..
Mm. Gue gpp ko sa" Milla tersenyum. Bukan. Bukan senyum bahagia atau
senang. Melainkan senyum terpuruk.
"Nggak usah boong Mil,
kita temenan udah lama. gue tau lo banget. Cerita sama gue" seru
Alysa tegas. Sembari memperhatikan jalan lalu menatap Milla.
"Gue
kepikiran Mike sa. Nggak ada perubahan sama dia. Gue takut sa. Gue takut
semuanya sia-sia" kini Milla tertunduk. Membuat Alysa menghelai
nafasnya, "percaya aja sama Allah Mil, dan semuanya nggak ada yang
sia-sia kok, lo jangan nyerah buat terus semangatin dia mil. Dia pasti butuh
dukungan lo . Sekarang dia lagi berjuang, berusaha buat bangkit. Berjuang buat
hidup matinya dia sendiri." kata
Alysa membuat Milla meneteskan air matanya, lalu Milla segera menghapusnya.
"hari
ini Anniv ke 3 tahun gue sama dia sa. Mungkin kalo dia sehat, hari ini gue
bareng dia, ngerayain bareng. 1 tahun lebih, gue udah nggak bareng dia. Karena
kondisi dia sekarang" air mata Milla kini pecah, memaksa Milla
menghapusnya berkali-kali. "Sehat atau enggak sehatnya Mike sekarang,
kalian masih bisa ngerayain Anniv bareng ko. Malam ini kita kerumah sakit. Tapi
sebelum kerumah sakit kita beli buket bunga mawar dulu ya sama beli cake
kesukaan Mike. Kalian harus ngerayain Anniv kalian. Berdoa agar Mike, tetep bertahan." semangat Alysa membuat Milla tersenyum.
Milla sangat bangga memiliki sahabat seperti Alysa, selalu mengerti dirinya
walau Milla tau, Alysa sedang gagal dalam percintaannya dan ia kurang kasih
sayang orang tuanya, tapi Alysa mampu memberi kasih sayang ke orang.
Setelah
sampai rumah Alysa. Kini mereka bergegas membersihkan diri, dan pergi membeli
buket bunga mawar merah dan chees cake kesukaan Mike dengan tulisan "Happy
Anniversary 3rd Michael Milla" dan
terdapat garnis berbentuk sepasang kekasih dengan bentuk hati dibelakangnya.
Lalu bergegas ke rumah sakit. Ruangan 303. Perlahan Milla dan Alysa
memasuki ruangan tersebut dengan sangat pelan, menghampiri tempat Mike
tertidur. Ya, masih sama seperti hari sebelumnya. mata Mike masih tertutup
rapat, detak jantungnya masih stabil.
Membuat
suasana disana sangat terasa hampa. "Hai Mike. Ini gue Alysa. Masih
inget kan. Happy Anniv ya Mike sama Milla. Langgeng terus sampe kakek nenek.
Cepet sembuh. Bangun. Buka mata lo lagi Mike. Ada seseorang yang nungguin lo
sejak lama. dia masih setia." ucap
Alysa pelan, membuat Milla terharu. "Mil, gue tunggu depan ya. Nggak
enak, lo pasti mau berduaan kan. Secara sekarang kalian kan lagi Anniv
hehe" canda Alysa, kemudian ia
keluar dari ruangan dan menunggunya di depan. Tapi, pintunya tidak ditutup
rapat. Sengaja. Alysa ingin mendengar kata romantis apa yang Milla ucapkan.
Milla menaruh buket bunga mawar dan cheese cakenya di meja sebelah Mike
tertidur. Milla memandang wajah pucat Mike lamat-lamat. Ia merindukan sebuah
senyuman manis di sana. Membuat Milla memegang pipi kanan Mike dengan tangan
kanan nya yang lembut.
"Hey my
boy. I miss you so much. Udah Setahun lebih aku nggak liat senyum manis kamu.
nggak denger ketawa kamu. Bahkan suara kamu." mata
Milla mulai berkaca-kaca, terus memandangi wajah Mike nya yang kini hanya pucat
tanpa setitik senyuman. Kemudian ia mengambil korek gas yang ada di kantong rok
sekolahnya, menyalahkan api pada lilin berbentuk angka 3 yang berada di cheese
cake nya. Mengangkat cake tersebut dan di posisi kan tidak jauh dari Mike. "Happy
Anniversary 3rd sayang, aku beliin cake kesukaan kamu, liat deh. Lucu ya, hehe.
dengan Tiga tahunnya kita. Aku berharap, bisa terus sama kamu. Sampai ajal
misahin kita. Aku bakal selalu ada buat kamu, aku pastiin perjuangan kamu buat
ngelawan semuanya nggak akan sia-sia...." air mata Milla kini menetes, suaranya
bergetar.
Membuat
Alysa, yang mendengarkan kata-kata Milla kini matanya mulai berkaca-kaca.
"Kita berjuang sama-sama ya, aku berjuang lewat doa, dan kamu. Kamu yang
ngelakuinnya sendiri". Kini air matanya sangatlah deras membuat
dadanya terasa sesak. Memaksanya menghapus berkali-kali. "Allah bakal
lindungin kamu Mike dimana pun sekarang jiwa kamu berada. Dan aku. Aku bakal
lindungin selalu raga kamu. Cepet sembuh Mike. I love you so much" Milla meniup lilinnya seolah-olah Mike juga
ikut meniupnya.
Kini, Milla
tak sanggup menahan semua rasa sedihnya. Tangisnya benar-benar pecah,
seakan-akan ia tak peduli dengan keadaan Mike. Ia ingin Mike mendengar tangisnya
lalu terbangun dan memeluknya. Tapi itu tak mungkin. Jelas tak mungkin. Milla
kini menunduk dengan cake nya ditaro di pinggir kasur Mike. Tangan Milla masih
menggenggap erat cake tersebut. Membuat Alysa yang berada di luar kini menutup
pintunya rapat, ia tersender pada pintu itu, mulai merasakan apa yang Milla
rasakan kini. Ia menutup setengah wajahnya dengan tangan kanannya.
Tak tahan dengan perkataan Milla. Sungguh
mempunyai makna yang dalam. menyakitkan. Menyedihkan. Sangat sakit ia rasakan.
Alysa menangis tersedu, tidak membiarkan suaranya keluar. Tidak ingin Milla
melihatnya.
"Tuhan,
kau mempertemukan sepasang makhluk yang mulai saling mencintai. Menyayangi.
Cobaan ini membuat cinta mereka di uji. Sampai mana perjuangan mereka selama
ini. Kau selalu beri pilihan. Hidup atau Mati. Dicintai atau Mencintai. Mencoba
atau Menyerah. Mengingat atau Melupakan. Bertahan atau Berpisah." benak
Alysa, matanya kini ikut sembab tapi tidak sesembab Milla pastinya.
"Milla nggak seberuntung gue dan gue nggak seberuntung dia. Milla harus
bertahan selama setahun lebih bersama Mike dan gue harus mencoba melupakan
selama dua tahun sendirian." benaknya
membuat ia menghapus air matanya dan masuk ke dalam ruangan, lalu memeluk erat
Milla. Sangat erat. "Mil, solat isya dulu yuk. Kita doain Mike
sama-sama" ajak Alysa.
Milla dan
Alysa kini menuju mushola yang berada di belakang rumah sakit. Mereka sama-sama
menadahkan tangan, mengucap doa yang ingin sekali di kabulkan sang pencipta.
Milla mendoakan kesembuhan Mike, kesehatan dirinya dan ibunya, dan ketenangan
ayahnya. Sedangkan Alysa mendoakan kesehatan kedua orang tuanya,
keselamatannya, mendoakan agar ia mampu melupakan masa lalu yang memilukan
baginya dan mencoba membuka lembaran baru. Mendoakan agar ia mendapatkan kasih
sayang kedua orang tuanya. Ingin berkumpul bersama. Dan mendoakan kesembuhan
Mike juga.
Setelah
selesai solat dan berdoa, mereka kembali ke Ruangan Mike, sempat terkejut
melihat adanya dokter dan beberapa suster mengelilingi Mike. Ada apa ini? benak
Milla sangat cemas. Langsung ia memasuki ruangan dan bertanya. "Dok,
ada apa ini? Apa yang terjadi?" . Alysa mencoba menenangkan
Milla, "Mil sabar" mengusap
punggung Milla. "Tadi saat suster ingin melihat keadaan pasien.
jari-jari pasien mulai bergerak" ungkap
dokter membuat mata Milla membesar dan nampak senang. Apa ini bertanda
baik?. "Tapi, sekarang tidak bergerak lagi. Kami menunggu pergerakan
berikut. Jika, pasien melakukan pergerakan hingga 3 kali, bisa dikatakan itu
bertanda baik" senyum dokter,
perkataannya seolah menjawab doa Milla.
Milla dan Alysa sangat senang mendengarnya.
"Baik, saya permisi dulu" dokter
dan beberapa suster pamit keluar ruangan. "Tuh kan, Allah denger doa lo
Mil, sekarang kita pulang yuk. Besok kan sekolah" ajak Alysa yang mulai
tersenyum simpul. "Enggak sa. Gue mau nunggu Mike aja disini. Gue mau
nunggu pergerakan dia yang selanjutnya" Milla menolak. "Nggak
gitu juga Mil, lo juga harus jaga kesehatan lo. Kalo lo sakit siapa yang
nyemangatin Mike? Yukk. Kita tunggu kabar dokter aja" bujuk Alysa kali ini berhasil, Milla
mengangguk, melihat Mike lamat-lamat, berpamitan, mencium kening Mike dan
pergi.
Malam ini,
Devan dan ke empat temannya menghabiskan waktu di sebuah Mall. Bermain beberapa
permainan dan makan malam disana.
"Oii
tadi gue beneran nggak nyangka, sih Chloe nampar Alysa. Cewek yang gue pikir
lembut, berkelas ternyata bringas juga. Sih Alysa yang gue nilai sok-sokan,
bringas. Malah nggak ngelawan. Diem aja."
ketus Steve, sembari makan
kentang goreng.
"Makanya jangan nilai
orang dari luarnya aja. Kenalin dia dari dalem" ucap
Devan.
"Dan gue
nggak nyangka, lo mutusin Chloe di depan anak-anak. Setau gue, elo itu nggak
peduli dan nggak mau urusin soal mutus-memutuskan tuh. Lo mulai peduli ama
hubungan lo sama Chloe atau Alysa?". Tanya Radit, menaikan Alis kanannya. Membuat Devan tersedak saat
memakan kentang goreng milik Steve.
"Nahlo kesedek, eh
keselek." ketus
Bagas, yang agak kaget melihat Devan tiba-tibak keselek. Langsung memberika
minum ke Devan.
"Kampung lo van. Masa makan kentang
doang keselek. Lo nggak ikhlas ye stev?"
tuduh Erik yang tetap menyomot kentang goreng Steve.
"Apaan kok gue."
jawab Steve dengan polos.
"Gue.. Cuma nggak suka aja ada
kekerasan di sekolah. Lagian emang salah gue mulai pertama buat mutusin Chloe?
Biar dia ngerasain apa yang Alysa rasain. dipermaluin." jawab Devan dengan bumbu
kebohongan.
"Lo peduli sama Alysa." jawab
Radit singkat. Membuat Devan seperti terjebak dengan pernyataan itu. "Ha.
Lo gila ya. Mana mungkin gue suka Alysa sih. Cewek Geer gitu. Cewek
gila." Devan mencoba
mengelak. Tapi, Radit tak sebodoh yang Devan kira. "Tau-tauan lo dia
cewek geer. Selama ini lo deket sama dia?"
kata Radit membuat Devan bingung seribu bahasa, "a..a..ap..apaan
sih lo. Jadi sok tau gini." Devan
mulai bete. Radit menaikan alis kanannya, ragu dengan Devan. "Devan
suka Alysa, Radit suka Milla,gue? Gue suka erik" kata Bagas seperti anak bocah. "NAJIISS!.
amit-amit cabang baby. Ewh" kata Erik dengan ekspresi jijiknya.
"Gue? Gue suka siapa? Masa gue enggak."
ungkap
Steve tidak terima. "Elo? Nggak ada yang suka step. Ubah dulu nama lo
jadi Steven Orlando. Baru banyak yang
suka" ledek Bagas. "TAI
otok kamu ya. Itu emang nama gue, bego"
kata Steve. Membuat ke tiga temannya tertawa melihat Bagas dan
Steve. "Oh udah ganti nama toh, kemaren bukannya nama lo
Stephannie?". Ledek Bagas, membuat tawa mereka pecah. "Pala
botak minta di gosok. TAI sekali kau."
ungkap Steve bete. Devan bernafas lega, karena candaan Steve dan
Bagas jadi mengalihkan pertanyaan rumit Radit. Sehingga Radit berhenti bertanya
pertanyaan membingungkan
.
#10
Ini hari
dimana membuat Alysa sangat bete. Pasalnya, sehabis istirahat nanti. Kelasnya
ada mata pelajaran olahraga dengan materi basket. Bagaikan kiamat untuk
dirinya. Tapi, bukan berarti ia menyerah begitu saja. Ia sama sekali tidak lari
dari tanggung jawabnya sebagai siswi. Saat istirahat ia sempatkan untuk latihan
mendribble dan men-shoot bola di lapangan biasa untuk olahraga.
Tetap saja. Berkali-kali ia mencoba, bola itu
tidak mengikuti pintanya. Selalu meleset saat dimasukan ke ring. Membuatnya
kesal. Ia kini bertolak pinggang, memperhatikan ring dan berfikir bagaimana caranya
memasukan bola tersebut. Rupanya dari kantin, Devan memperhatikan Alysa yang
sedang kebingungan. Menertawakan Alysa dengan sangat kecil, sehingga teman-teman
Devan tak curiga. Seketika suara seseorang yang menghampirinya membuatnya kaget
dan menoleh kebelakang.
"Kalo di liatin terus tuh ring.
Bolanya mana masuk." kata
Naufal sembari mendribble bola. Membuat Alysa sangat terkejut, "Naufal?" . Naufal mendribble ke arah ring dan
men-shoot bola tersebut membuat Alysa terdiam seribu bahasa. Wow. Gumamnya.
Devan melihat Alysa dan Naufal berduaan di lapangan membuatnya ia bete.
"Mau gue ajarin cara shoot bola yang
bener" Naufal
tersenyum sangat manis. Membuat Alysa menggaruk kecil kepalanya. "Mm
nggak usah fal. Gue bisa kok" tolaknya
ragu. "Yakin bisa? Ko daritadi gue liat lo gagal terus ya?" ledek Naufal. Membuat Alysa salah tingkah lalu
mengambil bola yang Naufal pegang, "be..bener bisa, nih lo liat
ya" men-shoot bola tersebut.Dan
lagi-lagi meleset, membuatnya menepuk dahinya, sangat malu, tertunduk, membuang
muka. Tidak ingin Naufal melihat wajahnya yang kini merah. Membuat senyum
Naufal mengembang karena ke sok tauan Alysa. "Meleset lagi
tuh" Naufal mendengus geli. "Lo
ambil bolanya, terus lo liat posisi tangan gue megang bolanya. Dan liat posisi
kaki gue. Tangannya bikin siku-siku, terus kakinya di buka dikit". Naufal
mengajari Alysa dengan teliti. Tepat di samping Alysa. Alysa sangat
memperhatikannya. Devan yang sedang memperhatikan mereka sangat kesal.
Kini tawa mereka pecah, membuat sebagian
orang yang lalu lalang memperhatikan Alysa dan Naufal, tapi mereka tidak
memperdulikannya. Berasa dunia hanya milik mereka berdua. Dan kadang mereka
bermain kejar-kejaran karena kadang Naufal meledek Alysa, dan sebaliknya.
Membuat emosi Devan memuncak, Dasar caperr. Gumam Devan. tanpa sengaja
Devan menggeprak meja dengan tangan di kepal, membuat temannya kaget.
"Kenapa lo van?"
tanya Erik
"Siape-siape, siape van yang caper?". Lanjut
Bagas.
"Eh enggak. Gpp kok," Devan
tersadar. Lah gue kenapa jadi marah. Benak Devan Kemudian mengalihkan
pandangan ke arah teman-temannya.
Alysa dan Naufal. Sadar atau tidak sadarnya
mereka, mereka kini bersama-sama. Seperti dulu. Tertawa bersama lagi. Saling
tersenyum tulus. Ada kebahagiaan disana. Akhirnya Naufal mengajak Alysa untuk
membeli minum. Mereka bergegas kekantin, melewati meja Devan. Membuat Devan
makin kesal.
"By the way, thanks ya fal udah
ngajarin gue main basket. Semoga ntar pas penilaian gue nggak jelek-jelek amat.
Seenggaknya masuk 1 kali gitu. Dan... Thanks traktirnya, ya walau air mineral
doang sih. Cuma gue ngehargain kok hahah"
ledek Alysa. Membuat Naufal menyengir, "iya
sama-sama, ya jangan 1 kali juga. Usahain maximal 2 kali" senyum Naufal. "Kalo maximalnya 2
kali, berarti minim nya 1 kali dong. Sama aja tau" lagi-lagi Alysa bertingkah polos. Membuat tawa
Naufal pecah dan ia memberantaki rambut Alysa. Mengusapnya dengan kasar. "Dasar
Alysa. Dari dulu nggak berubah ya"
. membuat Devan terkejut, begitupun dengan Alysa. Kepalanya di elus
walau kasar seperti anak kecil yang menggemaskan. "Ahh Naufal. Kunciran
gue jadi berantakan nih". Kata Alysa bete dan memperbaiki kuncirnya.
"Oh iya, gue masuk kelas ya. Dikit lagi bel masuk nihh, bye. Semangatt
olahraganya" ucap Naufal yang
semakin berjalan
menjauhi Alysa.
Kini Alysa melamun dalam diamnya, ia masih
berada dikantin. Tanpa ia sadar. Ia melamun sembari tersenyum. Saat yang
bersamaan ia mengingat sesuatu. Ia memegang dadanya memastikan detak jatungnya.
Ritme detaknya stabil. Ia sadar. Daritadi bersama Naufal, ia tidak merasakan
apa-apa, tidak merasakan detaknya berdekat kencang. Tidak sama seperti dulu.
Ya, Alysa sangat yakin. Ia kini sudah melupakan Naufal. Melupakan perasaannya
yang selama dua tahun ini menghantuinya. Tentu. Senyum Alysa mengembang.
Menyengir. Membuatnya sangat senang. Seketika suara pluit yang sangat kencang
membuatnya sadar. Alaamaakk. Itu pluit guru olahraganya. Langsung Alysa
bergegas menuju lapangan.
Setelah ia menunggu panggilan namanya.
Kini akhirnya giliran Alysa untuk shoot bola tersebut. Detak jantungnya kini
tak bisa ia tahan. Sangat kencang. Membuat tangannya gemetar tapi ia mencoba tidak
menunjukan ke grogiannya. Telapak tangannya kini berkeringat. Alysa mulai
mendribble lalu ia berhasil memasukkannya, dan mencoba lagi hingga ia mampu
memasukan bola 2 kali. Ia sangaat senang. Walau teman-teman sekelasnya
memasukan bola lebih dari 5 kali dan hanya dia yang memasukan nya 2 kali. Tapi,
ia tak perduli dengan itu. Yang terpenting. Kini ia berhasil. Ini berkat
Naufal. Benak Alysa tersenyum lebar.
Di jam-jam terakhir pelajaran. Kelas Devan
sedang tidak ada guru. Hanya diberi tugas, Devan mengerjakannya di ruang osis
dengan alasan kelasnya rame, tidak konsen. Dengan serius, Devan mengerjakan
soal bahasa inggrisnya dengan santai. saat ia mencoba berfikir jawaban.
Terlintas bayangan Alysa dan Naufal saat dilapangan, dan saat mereka di kantin.
Begitu akrab dan sangat dekat. Seperti sahabat atau malah seperti. Tidak.
Naufal pacar Tia. Benak Devan menggeleng. Ia kini mengusap wajahnya dengan
kedua tangannya, seolah ia harus fokus pada soal di depannya bukan Alysa.
Devan lanjut mengerjakan soal tersebut.
Hingga ia mampu menjawab semua soalnya tanpa meminta jawaban dari siapa pun.
Dan kini, Devan mengambil ponselnya dari kantong baju dan mulai melihat ke
layar ponsel. Melihat feed pertamanya adalah Naufal, dengan pm "semoga
kita kaya gini terus. Nggak berantem lagi" . membuat Devan mengerutkan
keningnya. Lalu, meletakkan ponselnya di atas meja begitu saja. Devan sangat
penasaran. Membuatnya gila. Ia harus segera menanyakan apa hubungan dia dengan
Naufal. Atau sebaliknya. Devan kembali kekelas, dan mengumpulkan tugasnya di
meja. Membiarkan teman sekelasnya melihat jawaban dia. Kini, bel pulang
berbunyi.
Devan menuju kelas Alysa, yang nampaknya
anak II IPS 1 mulai keluar kelas satu persatu. Saat ia melihat Alysa, baru saja
ia ingin memanggilnya, tapi, Alysa memanggil Naufal terlebih dulu. Dan
tiba-tiba Alysa memeluk Naufal bahagia. Dengan erat. Bukan seperti Alysa.
Sangat gembira. Membuat langkah Devan terhenti dan memaksanya melihat kejadian
itu. Naufal nampak bingung disertai senyum kecil. "Eh kenapa nih
sa?" kaget Naufal. "Aaa
gue seneng fal. Gue seneng." ungkap
Alysa nampak bahagia. "Iya seneng kenapa. Sampe kecekek nih
gue" kata Naufal seolah kode
biar Alysa melepas pelukkannya yang membuat Naufal merasa kecekek. Sontak
membuat Alysa langsung melepaskan dan menyengir. Dari jarak jauh, Devan masih
memperhatikan Alysa dan Naufal, dengan wajah flat.
"Sorry fal. Gue seneng bangett.. Lo
tau nggak. Gue. berhasil masukin bola ke ring 2 kali. 2kali fal" Alysa melompat-lompat kecil.
Sangat polos. Membuat Naufal maupun Devan, kaget. Merasa Aneh. Ha. Apa-apaan
itu anak. Cuma gara-gara berhasil masukin bola. Sampe meluk Naufal segala. Cuma
2 kali doang lagi. Bocah. Gumam
Devan sinis. Tapi, Alysa polos banget. Gemesin. Benak Devan. Sedangkan
Naufal, menyengir melihat tingkah Alysa. "Ciee selamat ya, akhirnya
berhasil juga." ucap Naufal seolah mewajarkan tingkahnya.
"Sebagai tanda terima kasih, lo gue teraktir makan bakso tempat biasa kita
makan" ajak Alysa dengan penuh semangat. Ha. Apa-apaan sih dia.
Cuma gitu doang sampe neraktir segala. Gumam Devan kesal. "Wah serius nih, ayoklah kalo
gitu." ucap Naufal dengan semangat seolah tangannya siap di gandeng
Alysa. Lalu, Alysa menggandeng Naufal, dengan tawa. Jalan seperti tuan putri
dan pangeran.
Devan sangat terlihat kesal. Cemburu?.
Bisa dibilang. Tapi, ia tak mengakuinya. Ia lalu menuju parkiran dan pulang.
Sesampainya dirumah, ia langsung ke kamarnya, melempar tas di sofa yang ada di
kamarnya, lalu ia berbaring. Nampak kesal. Mengingat kejadian itu. Apa-apaan
mereka, sempat saling acuh dan menjauh kini malah mendekat dan sangat akrab.
Menyebalkan. Benak Devan, menatap langit kamarnya. Sebenernya apa
hubungan Alysa dan Naufal. Kenapa mereka kaya pacaran. Tapi Naufal udah punya
Tia. Terus Alysa? Sahabat? Nggak mungkin sedeket itu kaya orang pacaran. Pacar?
Malah nggak mungkin. Atau.. Alysa cuma di permainin doang. Wah, gue harus kasih
tau Alysa nih. Gumamnya dengan membuat kesimpulan yang kemudian mengirim
pesan pada Alysa.
To: Alysa Avriel
From: Devan Edgar New Message! "Nanti malem kita ketemu di taman bunder deket komplek Citra, jam 7 udah disana. Penting!" |
Alysa melihat layar ponselnya, terdapat
pesan dari Devan. Ia lalu membacanya dalam hati. Membuat dahinya mengerut .
setelah makan bakso bareng Naufal. Alysa langsung diantar Naufal ketempat Devan
mengajak ketemuan. Terlihat, Devan sedang menunggu di sana, di bangku taman.
Kemudian, Devan berdiri melihat kedatangan Alysa yang diantar Naufal. Sontak
membuatnya bete.
"Thanks ya fal"
Alysa tersenyum senang
"Iya sama-sama, thanks juga baksonya,
heheh" Naufal
menyengir, "Mm.. Mau gue tunggu nggak? Ntar biar gue anterin lo balik."
tawar Naufal, membuat Alysa sangat senang. Alysa mengangguk dan
menghampiri Devan. Langsung, Devan memarahi Alysa.
"Lo kemana aja sih. Lemot banget.
Telat 15 menit." ketus
Devan kesal, membuat Alysa mengerutkan dahinya dan balik memarahi Devan. "Apaan
sih baru dateng udah di omelin. Lagi, cuman 15 menit doang sih." kata Alysa membuat Devan menghela nafas, "15
menit itu waktu. Belajar ngehargain waktu. Terus, tuh anak ngapain nunggu
disitu?'' membuat Devan harus
melihat ke arah Naufal, lantas Alysa juga melihat Naufal. "Ohh Naufal.
katanya dia mau anterin gue balik, jadi dia nungguin gue." kata-kata Alysa membuat Devan menghampiri
Naufal, Alysa mengikuti Devan dari belakang. "Eh van." tegur Naufal, Devan tetap datar, "Fal,
gue minta lo pulang sekarang . Alysa ntar biar gue yang anter." perintah Devan, membuat Alysa memarahi
Devan, "ihh apa-apaan sih, main nyuruh orang gitu aja."
"Gue bilang balik ya
balik." Devan
benar-benar sangat Marah. Membuat Alysa tak berkutik sedikit pun, baru pertama
Alysa melihat Devan sangat marah, karena hal yang menurutnya spele. Akhirnya
Naufal meminta maaf dan pamit pulang dengan Devan dan Alysa. Devan kemudian
kembali ke bangku di ikuti Alysa dengan menunduk.
"Van, gue minta maaf" Alysa menundukkan kepalanya, ia takut dengan
sikap Devan tadi. Devan melihat Alysa yang tertunduk, membuat ia merasa
bersalah. Kini, Devan mendekat ke Alysa, memegang kedua bahu Alysa. "Gue
cuma mau yang terbaik buat lo sa. Maaf kalo gue ngomong kasar" Devan merasa sangat menyesal. Alysa kini
menatap Devan lamat-lamat. "Maksud lo apa? Yang tebaik buat
gue?" Alysa sangat bingung.
Devan melepaskan tangannya dari bahu Alysa. "Lo harus tau. Naufal cuma
mau mainin lo doang. Dia udah punya Tia, sa. Dia cuman modusin lo doang. Bikin
lo baper." jelas Devan.
Membuat Alysa mendengus geli, "terus?" kata Alysa. "Dia pengen lo punya
perasaan sama dia, setelah lo punya perasaan sama dia, dia gantungin lo . lo
liat, sekarang seolah-olah lo jadi prioritasnya. Tapi ntar lo bakal jadi sampah. Liat. Tia, dia dulu prioritas
Naufal. Tapi sekarang, dia bukan apa-apa."
jelas Devan, membuat Alysa menghela nafas, kata-kata Devan membuat
Alysa mengingat lagi kejadian itu. "Udah? Udahan ngomongnya? Udahan
ngejelasinnya?" tegas Alysa
membuat Devan bingung dan terdiam. "Gue yang lebih tau dia. Sebelum
Naufal deket Tia hingga mereka jadian. Gue yang lebih dulu deket Naufal. Gue
tau Naufal. sebelum lo ngasih tau gue tentang hal itu. Gue lebih dulu ngerasain
dan lebih dulu tau. Jadi, jangan sok tau, jangan nilai Naufal gitu aja."
Devan bingung dengan perkataan Alysa. "Lo
lebih dulu ngerasain? Lo punya perasaan sama Naufal?". Membuat Alysa
tertunduk, "harapan semu." Devan
nampak sangat bingung. Apa maksud Alysa. Mengapa wanita ini membuatnya bingung
dalam seharian ini. "Van gue harus balik, udah malem." pinta Alysa . "yaudah gue
anterin, tapi jangan modus lo ya" Devan
menuju ke arah motornya. Ya. Saat ini Devan membawa motor ninja berwarna merah
nya yang jarang ia pakai. Perkataan
Devan membuat Alysa mendengus geli. Lalu, Alysa duduk dibelakang Devan tanpa
mengenakan helm.
Selama perjalanan pulang Devan dan Alysa
saling diam. Alysa terdiam dengan pikirannya yang kini memenuhi otaknya, "iya
van, lo bener, gue punya perasaan sama Naufal, tapi itu dulu. sekarang gue belajar buat buka hati
gue lagi, entah siapa yang nanti bakal gantiin Naufal di hati gue. Intinya gue
nggak mau kejadian itu terulang" benak
Alysa, tanpa sadar Alysa bersender kepala dipunggu Devan dengan tangannya yang
kini merangkul perut Devan, dengan angin malam yang sangat sejuk membuat mata
Alysa kini tertutup. Ya, Alysa tertidur di pundak Devan. Membuat Devan kaget,
lalu mengalihkan pandangannya ke arah tangan Alysa yang kini melingkari perut
Devan dan menoleh sedikit ke Alysa. "Yeh malah tidur." gumam Devan. Entah rasa apa yang Devan
rasakan kini, tapi ia merasa jantungnya berdetak begitu kencang membuatnya
mengembangkan senyumnya. Ya, Devan salah tingkah lagi.
Sesampainya Devan dirumah Alysa. Alysa pun
belum membuka matanya, ia terlihat nampak sangat lelah. Devan mencoba
membangunkan Alysa dengan sangat lembut. "Sa.. Alysa.. Bangun, udah
sampe dirumah lo nih, sa.." kata
Devan dengan pelan. Tapi Alysa tak kunjung bangun, membuat Devan menggaruk
kepalanya. Mau tak mau Devan menggendong Alysa hingga ke kamar Alysa ditemani
dengan pembantu rumah. "Berat juga nih cewek. Makan apaan
coba" gumam Devan, menaiki anak
tangga.
#11
Sampai
di kamar Alysa, Devan menaruh Alysa dengan sangat perlahan, lalu
menyelimutinya, sejenak Devan melihat wajah Alysa dengan lamat-lamat, membuat
senyum Devan mengembang, Devan mengelus kepala Alysa, bermaksud untuk
berpamittan. Tidak lama, pembantu rumah menghampiri Devan. "Makasih ya
den udah anterin non Alysa pulang , sampe-sampe bopong non Alysa ke
kamar" ucap bibi sangat
berterima kasih. "Iya bi sama-sama, lagian kan keliatannya Alysa
ngantuk banget, kasian juga kan kalo di bangunin." ucap Devan. "Iya den. Oh iya,
nama den siapa?" tanya bibi, "Devan
bi, yaudah deh bi. Devan pamit pulang ya, udah malem, nggak enak juga kan masih
di sini" pamit Devan, mulai
melangkahkan kakinya keluar kamar, diikuti dengan bibi dibelakangnya dan
menutup pintu kamar Alysa.
Devan berpamitan pulang, kemudian ia
langsung kembali ke rumahnya. paginya Alysa tidak masuk sekolah, karena
badannya yang tiba-tiba panas, seharian Alysa istirahat dirumah. Untung saja ia
sudah di bawa ke puskesmas bersama mamanya. Alysa senang karena mamanya
menyempatkan waktu untuk bersama Alysa dirumah, kebetulan di resto mamanya
sedang tidak terlalu sibuk. Jadi, mama Alysa bisa menemani Alysa yang sedang
sakit.
"Maafin mama ya sayang, mama jarang
ada dirumah. Jarang merhatiin kamu. Sampe kamu sakit gini deh" ungkap penyesalan mama Alysa,
sembari mengelus kepala Alysa yang asik menonton kartun kesukaannya. "Iya
ma, gpp kok. Alysa tau, pekerjaan mama banyak.. Kan ada bibi yang urusin Alysa,
lagian Alysa juga udah gede jadi harus ngurus diri sendiri." ungkap Alysa. "Ya tapi nggak gitu
juga maksudnya sayang. Walau kamu udah gede, tapi tetep butuh mama
kan" ungkap mama Alysa. "Iyaa
mamaku, intinya Alysa sayang banget sama mama dan ayah" Alysa merangkul mamanya dengan manja,
kini mereka saling merangkul membuat bibi tersenyum senang, bibi menghampiri
Alysa dan mama Carla.
"Permisi, maaf ganggu nyonya. Saya
mau ke pasar, mungkin ada yang mau
dititip?" ucap
bibi,membuat sepasang spesies melepas rangkulannya. "Mm.. Saya ikut ke
pasar ya bi, hari ini mama mau masakin buat anak mama, Alysa mau mama masakin
apa?" tanya mama Carla dengan
senyum manisnya. Membuat Alysa tersenyum lebar "udang pedes
manis" . "kamu lagi
sakit makan yang pedes- pedes, yaudah mama masakin, yuk bi cuss" ungkap mama Carla yang kini menuju ke
halaman depan bersama bibi, kini Alysa benar-benar sendiri dirumah. Dengan
televisi dan beberapa kripik kentang kesukaannya. sementara Devan,
Devan nampak gelisah, mengetuk meja dengan
jari-jarinya, melihat ke arah sekeliling kantin, memcari sesuatu. Membuat ke
empat temannya saling menatap bingung. "Lo kenapa van?" tanya Bagas. "Emm.. Gue gpp, oh
iya gue ke ruang osis dulu.." kata
Devan kini berdiri dan meninggalkan ke empat temannya dikantin, Devan menuju
ruang osis tapi tidak masuk ke ruangan itu, melainkan berdiri di depan ruangan
tersebut, berharap Alysa lewat sana. Karena jika kekantin maka melewati ruang
osis. Devan pun langsung tertuju pada layar ponselnya yg sedari tadi ia
genggam. Lalu menulis pesan untuk Alysa. Setelah 15 menit kemudian, Devan
melihat ke layar ponselnya lagi, namun tak ada balasan dari Alysa. Sehingga bel
masuk berbunyi. Dengan bete nya Devan menuju kelasnya.
Pelajaran berlangsung dengan begitu
membosankan, membuat Devan mengantuk. Entah hari ini Devan merasa sangat bosan
mengikutin pelajaran yang ada, Devan memperhatikan guru mtknya yang sedang
menjelaskan, seketika Devan juga memperhatikan ponselnya, sedaritadi ia
mengirim pesan untuk Alysa tapi tidak ada balasan. Devan mencoba menelepon
Alysa, saat guru mtk nya fokus dengan papan tulis itu. Tetap saja, tidak ada
balasan. Berkali-kali Devan mencoba hasilnya pun Nihil. Devan langsung
memasukkan ponselnya ke kantong seragam. Hingga akhirnya bel pulang berbunyi,
Devan bergegas memasukan buku-bukunya ke dalam tas, berdoa dan ia langsung
menuju ke kelas Alysa. Kelas Alysa baru saja melakukan doa bersama membuat
Devan menunggu di depan kelas. Setelah selesai berdoa satu persatu mereka
keluar, Devan celingak-celinguk mencari Alysa. Hingga akhirnya ia menanyakan
pada salah satu teman sekelas Alysa saat ia tidak berhasil menemukan apa yang
dicari. "eh mau nanya dong, Alysa nya udah pulang duluan ya?" tanya Devan dengan senyum kecilnya. "Alysa
hari ini nggak masuk sekolah, dia sakit"
jawab teman sekelas Alysa. "Oh yaudah makasih ya" jawab Devan. Alysa sakit? Bisa sakit
juga tuh anak. Benak Devan, kini Devan menuju ke parkiran ia langsung
bergegas pergi.
Daritadi Alysa di ruang tamu, asik dengan
televisi dan beberapa kripik kesukaannya. Ia berbaring di sofa. Menunggu
masakan mamanya. Kadang membosankan, berada dirumah seharian. Alysa mondar
mandir, kadang memperhatikan mamanya masak dan kadang kembali menyaksikan
siaran televisi. Hingga bel rumah Alysa berbunyi, Alysa lantas menuju ke pintu
melihat siapa yang bertamu siang-siang. Saat Alysa membuka pintu, alis kanan
Alysa dinaikan dengan betenya Alysa menghelai nafas.
"Elo? Ngapain?" tanya Alysa sinis,membuat
orang yang bertamu menjawab dengan sinis "lo. Kenapa nggak kasih kabar
sih." ternyata ia adalah Devan,
dengan membawa bingkisan buah apel dan jeruk. "Lah, siapa lo. Mesti
banget apa gue ngasih kabar ke elo"
membuat bola mata Alysa memutar, punggung tangan kanan Devan
langsung menyentuh kening Alysa, memastikan suhu badan Alysa. "Panas.
Kurang istirahat." ucap Devan,
membuat Alysa harus menjauhkan tangan Devan. "Ih ngapain sih
disini?" tanya Alysa kesal.
"Ya jenguk lo lah. Gue sms lo. Gue telepon lo tapi nggak ada
respon." kata
Devan. "Seharian ini gue nggak megang hp, gue taro di kamar." ucap Alysa datar. "Mm.. Yaudah
nih buat lo. Sekarang gue nggak di ijinin masuk nih?" memberikan bingkisan kepada Alysa. "Makasih.
En.. Enggak usah, lo mending pulang aja deh. Istirahat sono dirumah" paksa Alysa, ia tidak ingin mamanya
melihat ada Devan. Ia takut mamanya berfikir yang tidak-tidak tenang mereka.
Tapi, Devan memaksa ingin masuk kerumah Alysa. Mendengar keributan di depan,
mama Alysa memastikan, ia bergegas kedepan rumahnya ada apa sebenarnya.
"Alysa? Eh ada temennya kok nggak di ajak masuk sih
nak?" tanya
mama Alysa sambil tersenyum melihat keberadaan Devan. "Nggak ma, dia
mau langsung pulang kok" kata
Alysa sambil melirik ke arah Devan dan melototkan matanya. "Dih siapa
yang bilang, boong tan. Oh iya kenalin, saya Devan tante, temennya Alysa
sekaligus ketua osis" kata
Devan sembari menyengir dan memperkenalkan dirinya, membuat Alysa mendengus
geli. "Oh Devan, yaudah yuk nak masuk dulu sekalian kita makan
bareng" ajak mama Alysa, seolah
menuntun Devan menuju ruang tamu, sedangkan Alysa masih berada di depan pintu
dengan bete. Lalu ia menutup pintu dan mengikuti langkah mamanya ke ruang Tamu.
Akhirnya kini Devan dan Alysa berada di ruang tamu dengan televisi masih
menyala. "Tumben loh ada temen cowok yang main ke rumah, biasanya sih
Naufal yang suka ke sini sama mike temen kecilnya Alysa." gurau mama Alysa, membuat Alysa tambah
bete. Devan pun sempat kaget mendengar perkataan mamanya Alysa. "Maksud
tante, Alysa nggak pernah bawa temen cowok kerumah selain Naufal dan temen
kecilnya?" perjelas Devan. "Iya,
Naufal selalu main kerumah. Karena Naufal sahabat baik Alysa dari kelas 10
sedangkan mike, udah lama di rawat jadi jarang main kesini. Dan Selebihnya
Alysa nggak pernah bawa temen cowok"
ucap mama Alysa. Membuat Alysa makin bete.
"Emang Alysa nggak pernah kenalin
pacarnya ke tante?" Devan
memastikan sesuatu. "setau tante Alysa nggak punya pacar" kata mamanya membuat bola mata Alysa
memutar. He dasar jomblo akut. Gumam Devan, "eh lo ngomong
apaan?" ucap Alysa seperti
mendengar gumaman Devan. "Enggak, emang gue ngomong apaan?" Devan mengeles. "Udah-udah nggak
usah berantem. Yaudah mama ke dapur dulu ya." ucap mama Alysa, kini hanya Ada Alysa dan
Devan di ruang tamu. Beberapa menit mereka saling diam. Sunyi. Alysa asik
menonton kartun kesukaannya, sedangkan Devan melihat sekeliling rumah Alysa dan
beberapa foto yang ada di meja sebelah televisi dan di dinding. Membuat Devan
bangkit dari duduknya. Melihat foto dari dekat.
"Ini foto lo?" kata Devan sambil melihat foto
Alysa bersama ayah Alysa. "Iyalah gue. Siapa lagi coba, gue kan anak
tunggal" jawab Alysa sinis
dengan matanya yang masih melihat televisi. "Ah masa imut banget. Bukan
lo kali nih, boong lo ya" kata
Devan meledek Alysa. Membuat Alysa geram "dih sok tau banget lo
ya." tiba-tiba telepon rumah
yang berada tak jauh dari televisi pun berbunyi dan Alysa langsung
mengangkatnya dengan sangat malas.
"Halo. Siapa ya?"
suara Alysa dengan sangat malasnya.
"Lemes banget sih. Ini gue Naufal.
Gue telepon ke hp lo tapi nggak diangkat-angkat" suara Naufal membuat Alysa
tiba-tiba semangat dan senang membuat senyumnya mengembang, Devan langsung
melihat Alysa lamat-lamat. "Ah Naufal heheh. Kirain siapa. Iya, hp gue
tinggal di kamar, males megang" kata
Alysa dengan ceria. Hu nggak heran lagi. Gumam Devan kemudian ia
langsung menatap foto-foto kembali. "Ohh. Jadi, kenapa lo nggak masuk
dan nggak ada kabar?" tanya
Naufal. "Gue sakit fal" jawab
Alysa.
"Makanya istirahat yang cukup, yaudah
abis balik les gue langsung mampir kerumah lo ya" kata Naufal membuat Alysa
senang, belum Alysa menjawab, tiba-tiba Devan merebut telepon yang di genggam
Alysa. Sontak Alysa kaget. "Nggak usah fal. Nggak usah repot-repot.
Alysa butuh istirahat. Oke" Devan
yang menjawab permintaan Naufal lalu menutup telepon tersebut membuat Alysa
kesal. "Iih apa-apan sih lo. Nggak sopan banget jadi orang" bentak Alysa, kemudian Alysa bergegas
kembali ke sofa. "Lo tuh butuh istirahat. Kalo dia jenguk lo kapan lo
istirahatnya? Kan udah ada gue yg jenguk lo" Kata Devan yang duduk kembali ke sofa.
Melihat arloji dan bergegas kedapur.
Devan pamit untuk pulang, mengingat hari
ini ada les bahasa. Devan diminta untuk mengikuti les bahasa jepang dan jerman
oleh kedua orang tuanya. Meski sebenarnya ia tidak ingin mengikuti les itu,
terpaksa.
"Oii gue balik" kata Devan yang
menyelempangkan tas di bahu kanannya sedangkan yang sebelah kiri dibiarkan
menggantung. "Iya, sono-sono."
usir Alysa tanpa melihat Devan. " jaga kesehatan
lo" Devan bergegas menuju pintu
depan dan langsung pergi ke tempat les. Sesampainya di tempat les, Devan harus
mendengarkan nasehat dari senpai nya karena ia terlambat. Seperti biasa, Devan
hanya mendengarkannya baik-baik. Padahal hanya telat 2 menit. Ya. Walau 2
menit, itu sangatlah penting bagi orang tua berparas jepang yang sedang
memarahi Devan.
Baginya, Disiplin dalam waktu itu sangat
penting, Devan mengerti itu tapi menurut Devan waktunya bukan hanya untuk
belajar. Sebenarnya Devan memang sangat lelah dengan keadaannya yang sekarang.
Akhirnya Devan diperbolehkan mengikuti les hingga selesai. Saat les berakhir,
Devan bergegas pulang di iringi dengan adzan maghrib yang berkumandang. Karena
jarak rumah Devan dan tempat les lumayan jauh, Devan mencari masjid terdekat,
ia tidak ingin melewatkan maghrib nya hanya karena perjalanannya yang lumayan
jauh.
Saat Devan menemukan masjid, ia berhenti,
memakirkan mobilnya, dan langsung ia wudhu dan solat berjama'ah. Setelah
selesai salat, Di depan masjid Devan bertemu dengan salah satu adik kelasnya
bernama Kirey. Satu tahun lebih muda dari Devan, ternyata ia habis solat
berjama'ah juga di masjid itu.
"Ka Devan?" sapa Kirey. Membuat Devan
sempat kaget, "eh Kirey? Solat disini juga?" Devan membalas sapaan Kirey dengan senyum
kecil, membuat wanita berkulit putih dengan kacamata minus itu tersenyum manis.
"Iya ka, kan rumah aku deket dari sini. Lah ka Devan abis jama'ah juga
disini?" tanya Kirey balik.
"Oh pantes, iya abis jama'ah disini.
Soalnya kalo solat dirumah nggak keburu, masih jauh soalnya" jelas Devan mengembangkan
senyumnya, sementara Kirey nampak begitu mulai malu-malu, seperti ada yang
ingin ia katakan tapi tidak berani, Devan sepertinya tau, ia memancing Kirey
untuk mengungkapkan apa yang Kirey ingin katakan. "Re,kamu kenapa?Kok
diem gitu, ada yang mau diomongin?"
tanya Devan seperti memastikan dugaannya. "Mm.. Ka Dev,
sebenernya aku itu suka sama kaka udah lama, tapi aku nggak berani bilang. Aku
takut." ungkap Kirey dengan
menundukkan kepalanya seolah ia yakin Devan akan marah dengan ungkapan yang
Kirey keluarkan. Dan dugaan Devan benar, wanita berambut hitam sepundak,
berkulit putih, berkacamata minus keturunan jepang ini menyukai Devan,
"Iya ka Devan mau jadi pacar
kamu" kata
Devan dengan tersenyum kecil membuat Kirey sontak memandang Devan lamat-lamat
dan mulai mengembangkan senyum manisnya. "Ka dev serius?" Kirey memastikan. "Iya Kirey, serius.
Yaudah ka Devan pulang dulu, udah malem juga kan, besok kita ketemu
disekolah" Kata Devan membuat
Kirey hanya mengangguk. Devan bergegas memasuki mobilnya dan pergi. Di dalam
mobilnya ia hanya memikirkan kejadian di masjid tadi. Dan tidak lama ada
panggilan masuk diponsel Devan. Tak ayal, itu Radit teman Devan, Devan tau
pasti ia ingin bertanya tentang Kirey. Karena Radit juga paling famous di
sekolah, Radit sangatlah Friendly ia akrab dengan siapapun. Devan mengambil
headset dan mulai memakainya dan mengangkat panggilan dari Radit.
"Kenapa dit?" kata Devan menghela nafas. "Oii
lo jadian ama Rere?" tanya
Radit dan benar saja dugaan Devan. Pasti Radit menanyakan hal itu, Devan tak
menduka akan secepat itu beritanya akan menyebar. Belum ada 2 jam, berita Devan
dan Kirey berpacaran pasti sudah terdengar di Star High. "Iya,
beritanya udah kesebar aja, belom ada 2 jam" jelas Devan. "Gila lo ya van,
tapi keren juga sih, bisa pacaran ama Rere, gue yakin ntar keturunan lo
cakep-cakep" ledek Radit. "Apaan
sih lo dit, lebay banget. Lo tau lah gue nggak serius sama dia, gue nggak tega
sama dia. Kalo gue tolak dia pasti kecewa, sedih." jawab Devan.
"Iya-iya tau gue, lo emang nggak
pernah seriuskan sama yang namanya pacaran. Tapi, lo kapan mau serius bro?
Bentar lagi kita lulus,kuliah terus nikah. Gue sekarang tobat," jelas Radit. "Iya gue
tau, tapi gimana lagi, gue orangnya nggak tegaan. Lagi bukan gue yang nembak.
Tobat maksiat lo." Devan mendengus geli. "Ye serius gue, di
mulai saat gue mulai suka sama Milla. Milla yang ngebuat gue sadar, kalo
perasaan itu bukan hal yang bisa dimainin"
Jelas Radit membuat tawa Devan pecah. "Hahaha lo kenapa dit?
Udah minum obat. Jadi alay gitu. Emang Milla ngubah lo gimana? Jelas-jelas dia
cuma nganggep lo temen doang" kata
Devan. "Ya emang sih, Milla cuma anggep temen doang tapi gue yakin satu
hal. Dan gue pengen buktiin itu, gue pengen cari tau kenapa Milla selalu nolak
cowok-cowok yang deketin dia, pasti ada hal dibalik semua itu" ungkap Radit.
Perkataan Radit membuat Devan terdiam
sejenak, ia jadi memikirkan Alysa. Apa Alysa sama seperti Milla? Selama ini
Devan tidak pernah melihat Alysa bersama cowok lain selain Naufal. Mengapa?. "Van,
lo masih idup kan?" tanya Radit
memastikan. "Eh iya, iyalah. Yaudah dit udah dulu" Devan mengakhir pembicaraan dan kini ia
sudah sampai rumah. Sesampainya dirumah Devan langsung membersihkan diri, makan
malam dan ia belajar.
#12
Keesokannya saat disekolah, para siswa dan
siswi Star High menuju ke aula sekolah begitu juga dengan guru-guru bahkan
kepala sekolah. Mengingat hari ini adalah pergantian Osis periode lanjut. di
sepanjang acara, Alysa merasa gelisa ia seperti mencari seseorang. Dan beberapa
kali Alysa melihat ke arah layar ponselnya dan terkadang mendengar desa-desu
beberapa orang yg berada di belakangnya. Mereka sedang membicarakan tentang
Devan. Bahkan menjelek-jelekkannya. "Devan jadian ama Rere ya? Anak
keturunan jepang itu. Ih dia mah suka sama orang liat dari fisik doang. Nggak
nyangka gue sama Devan, tampaknya doang baik banget, alim. Taunya sama aja kaya
cowok lain" kata salah satu
wanita yang berada di belakang Alysa.
Membuat Alysa terdiam sesaat dari
gelisahnya. Jadi, Devan pacaran sama Kirey. Gumam Alysa. Dan seketika
nama Kirey disebut oleh kepala sekolah yang sedang berbicara. Ternyata Kirey
menggantikan Devan sebagai ketua Osis. Membuat Alysa sangat bisu. Kadang kepala
sekolah meledek antara Devan dan Kirey, rupanya satu sekolah Star High tau kalo
mereka berdua berpacaran. Tapi tidak dengan Alysa, Alysa semalam tidur sangat
cepat. Hingga ia kelewatan berita yang dengan cepatnya menyebar.
Setelah diledek kepala sekolah dengan
santainya Devan merangkul Kirey di depan semua murid dengan menyengir karena
ledekan dari kepala sekolah dan beberapa anggota Osis lainnya. Membuat Alysa
langsung keluar dari aula, rasa gelisah tersebut kini ia rasakan. Dan beberapa
kali menatap layar ponselnya. Devan melihat Alysa yang langsung keluar aula.
Dan dengan perlahan Devan melepaskan rangkulannya. Ia meminta izin untuk pergi
dari aula. Menuju keluar aula dan menemui Alysa. Ia menepuk bahu Alysa, membuat
Alysa menoleh ke arah Devan. "Alysa? Lo nggak kenapa-napa kan? Gue sama
Kirey itu cuma.." belum selesai
Devan bicara, Alysa langsung pergi meninggalkan Devan. Alysa menuju ke kantin.
Menatap layar ponselnya kembali.
"Aduh lo kemana sih. Gue kabarin
daritadi nggak bisa. Gue telepon nggak di angkat" cemas Alysa, menelepon lagi.
Tapi tidak ada jawaban. Membuat ia semakin cemas. Tak lama kemudian, bel
istirahat berbunyi. Lantas acara di aula berakhir dan semua beristirahat. Alysa
masih duduk di bangku pojok kanan tempat biasa Alysa duduk. Alysa melihat sana
sini, mencari seseorang, jarinya mengetuk meja berulang-ulang. Ia melihat
banyaknya orang yang berlalu lalang dikanting. Melihat Naufal dengan Tia sedang
memesan bakmi, melihat Chloe dan teman-temannya sedang bergosip, melihat Devan
dengan Kirey memesan jus, melihat Radit,Bagas,Erik,Stev sedang bercanda di meja
bundar biasa tempat mereka duduk Dan beberapa orang lainnya.
Tiba-tiba ada yang menghampiri Alysa,
Alysa pun kaget dan menoleh. "Bagas?" Kata Alysa datar, "boleh gue
duduk disini?" ijin Bagas yang
masih berdiri. "Boleh" kata
Alysa kemudian Bagas duduk di dekat Alysa. "Ada apa gas?" tanya Alysa tanpa melihat ke arah Bagas.
Bagas nampak memegang proposal. "Ini sa,gue kan udah 2 hari nggak ikut
latihan volly. Terus waktu itu gue disuruh bikin proposal buat lomba terus
katanya suruh kasih ke elo, nih." kata
Bagas sembari mengulurkan tangan kanannya yang memegang proposal, lalu Alysa
mengambilnya dan melihat isi proposal tersebut dengan teliti. Membuat Bagas
menunggu, sepertinya ada yang ingin Bagas katakan.
"Mm oke nih proposalnya, nanti gue
ajuin ke kepala sekolah, semoga di acc deh. Soalnya Lumayan sertifikatnya. Kalo
nggak ikut nyesel banget" Kata
Alysa yang selesai melihat proposal tersebut dan memandang Bagas. "Kenapa
nggak lo ajuin sekarang aja sa, masih ada waktu nih. Daripada nanti-nanti,
mending sekarang" ajak Bagas,
membuat Alysa nampak setuju dengan pemikiran Bagas. "Boleh tuh, yaudah
yuk gas temenin gue ajuin proposal ini"
senyum Alysa mengembang, Alysa dan Bagas bergegas menuju ruang
kepala sekolah meninggalkan teman-temannya yang asik mengobrol tanpa
memperdulikan kepergian Bagas. Sesampainya mereka di ruang tersebut, Alysa
merasa gugup.
"Permisi bu, boleh saya
masuk" kata
Alysa dengan gugup yang masih berada dipintu masuk. "Iya,silakan masuk
nak" kata kepala sekolah,
kemudian Bagas dan Alysa memasuki ruangan itu. "Ada keperluan apa
nak?" tanya kepala sekolah,
lalu Bagas mengambil proposal yang Alysa pegang dan memberikannya kepada kepala
sekolah, "ini bu, kita mau
ngajuin buat lomba volly remaja,kita butuh dana bu dan ini proposalnya bu, udah
termasuk dengan konsumsi dan transportasi juga bu" jawab Bagas. Kepala sekolah melihat dan
membaca proposal yang sudah diketik rapih oleh Bagas, kini Bagas dan Alysa
hanya terdiam dan menunggu kepala sekolah selesai melihat proposal lalu
menyetujuinya. "Sertifikat lombanya lumayan bu" kata Alysa, membuat kepala sekolah
mengalihkan pandangannya ke arah Alysa, kemudian memandang kembali proposal
tersebut. Beberapa kemudian, kepala sekolah pun menutup proposal dan
meletakkannya di hadapannya dan mulai ingin berbicara.
"Baik, proposal kalian saya terima.
Jadi, kapan uangnya di berikan? Atau saya yang memberikan langsung ke pihak
lombanya?" tanya
kepala sekolah sembari mengembangkan senyumnya. Membuat Bagas dan Alysa
tersenyum lebar. "Uangnya bisa diserahkan ke pelatih volly atau ke
pihak lombanya bu" kata Alysa.
Sejenak kepala sekolah terdiam, "oke, lebih baik uangnya saya berikan
ke pelatih kamu aja ya, soalnya tugas ibu masih banyak dan sepertinya nggak ada
waktu buat ketemu pihak lombanya. Jadi, besok kamu ke ruangan ibu ya ambil
uangnya" jelas kepala sekolah,
membuat Alysa dan Bagas mengangguk senang. "Yaudah bu siap. Terimakasih
atas persetujuan nya, kami pamit dulu ya bu" kata Bagas, kini mereka pergi
meninggalkan ruang kepala sekolah.
Selama di lorong mereka hanya tersenyum
lebar, senang. "Akhirnya di acc juga ya gas" ungkap Alysa senang. "Hehe iya,
bagus deh kalo gitu, jadi tugas gue buat bikin proposal nggak
sia-sia" kata Bagas tersenyum
lebar. Membuat Alysa juga ikut tersenyum, "makasih ya gas atas
proposalnya. Lo ikut lombakan?" tanya
Alysa. Sejenak, Bagas tersenyum kemudian menunduk dan terdiam. Membuat Alysa
bingung, "gas? Lo kenapa?" tanya
Alysa. Membuat Bagas terbata-bata dan menggaruk kepalanya "gue nggak
kenapa-napa sa" kata Bagas
tersenyum terpaksa. "Boong. Lo boong kan. Nggak mungkin nggak ada
apa-apa. Cerita sama gue gas" paksa
Alysa, dengan mengangkat kepala Bagas yang tertunduk. Membuat Bagas membisu.
Saat itu, Devan nampak dari jauh, saat ia ingin bergegas ke perpustakaan yang
melewati lorong menuju kepala sekolah, langsung Devan mengalihkan pandangannya
dan bergegas ke perpustakaan.
Sementara itu, Bagas mulai mengatakan
sesuatu "gue..gue beneran nggak apa-apa, udah ya gue balik ke kelas,
bentar lagi bel masuk, bye" Kata
Bagas yang melepas tangan Alysa dari wajah Bagas dan meninggalkan Alysa
sendiri. Membuat Alysa tersenyum miring dengan tolak pinggang. ada yang
nggak beres nih, gumam Alysa. Kemudian ia bergegas menuju kelasnya.
Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)
