-->

Lollipop And Cotton Candy(25-28)







#25
“Permisi..”  sembari mengetuk pintu dengan lembut. Seorang wanita berusia 40an dengan ikatan rambut berantakan berwarna kecoklatan berhadapan dengan gadis berkuncir satu, Alysa.
“sore tante, saya Alysa. Bagasnya ada? Tadi kenapa dia gak masuk ya tan?” tanya gadis itu. “sore Alysa. lho? Bagas nggak sekolah? Tadi pagi dia berangkat kok pakai seragam. Kemana ya dia”  jawab wanita yang di sebut mamanya Bagas. Ia Nampak cemas saat tau anaknya tidak masuk sekolah. Bagas bolos? Kenapa?, Batinnya. “mm.. yaudah tan, saya permisi dulu ya, nanti kalo saya ketemu Bagas, saya suruh pulang” ucap Alysa sebagai tanda pamit. Wanita itu hanya mengangguk mengerti.

Bagas lo dimana coba. Nanya temen-temennya, pada nggak jelas.mmm.. oh iya GPS! Bagas selalu aktifin GPS-nya. Batin Alysa, memakirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengambil ponsel di saku seragam sekolahnya dan mulai melacak keberadaan Bagas. “Plus18 Club?” katanya saat menemukan posisi Bagas saat ini. Sejenak ia berfikir. “Plus18 Club itu bukannya tempat dugem? Ngapain Bagas kesana? Oh tuhan…” Ucapa Alysa, langsung ia menancapkan gas saat ia berfikir bahwa Bagas akan terjerumus kedunia malam yang akan ia sesali nanti.
Sesampainya Alysa di Plus18 Club, ia ragu untuk memasuki tempat itu. Pasalnya itu adalah dunia malam, tempat anak-anak kacau. Tempat yang tidak seharusnya anak seperti Alysa berada. Alysa memantapkan langkahnya dengan menarik nafas dan menghelainya perlahan. Terlalu ramai. Music terlalu keras. banyak yang menari-nari sesuka hati. Bau alkohol serta asap rokok dimana-mana. Alysa pun tetap mencari Bagas di dalam keramaian orang-orang kacau.
Hingga datang pria tinggi berusia 19 tahun mengenakan kemeja dengan memegang sebuah botol beralkohol menghampiri Alysa, lantas membuat Alysa takut. Namun, ia harus tetap terlihat tenang dan biasa saja.

“eh ada dede gemes.. ngapain disini?” jawab pria yang badannya kini penuh dengan bau alkohol. “lagi nyari temen” jawab Alysa, berharap ia segera menemukan Bagas dan pergi dari sini. “nyari temen? Sini kaka temenin. Mau ini? Pasti belajar mulu pusingkan, mending minum dulu yukk, kaka yang bayarin” ajak pria itu sembari memegang tangan kanan Alysa. sontak membuat Alysa terkejut dan sangat ketakutan, ia mencoba menolak dan melepaskan genggaman pria itu yang lumayan kencang. “maaf ka, makasih, tapi aku nggak minum itu. Aku mau pulang aja” jawab Alysa dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Pasalnya di sini tidak ada seorang pun yang ia kenal, kecuali Bagas. Ya, bila ia berhasil menemukannya dan meminta pertolongannya. Namun, sedaritadi Alysa tidak melihat adanya Bagas. Dan jika ia berteriak, itu pun sia-sia. Karena tidak akan ada yang peduli dengannya.
pria itu terus memaksa Alysa, sehingga membuat dirinya benar-benar ingin menangis. Mendadak tubuhnya lemas namun ia tetap menahan diri agar tidak di perdaya oleh pria itu. Bagas.. lo dimana? Gue butuh bantuan lo gas. tolong gue. Benaknya mengharapkan kedatangan Bagas.

BUUUUKKKK!! Pria itu tersungkur di lantai dengan hanya satu pukulan yang lumayan keras mendarat dipipi pria itu, membuat Alysa terkejut dengan kejadian singkat itu. Kini Alysa di tarik oleh laki-laki yang memukul pria yang menarik tangan Alysa. membawanya keluar tempat itu, dengan mengenakan hoodie abu-abu. Saat berada di luar, laki-laki itu melihat Alysa yang tertunduk sedaritadi saat laki-laki itu menariknya. “elo nggak kenapa-napa kan?” ucap laki-laki itu, memastikan Alysa baik-baik saja. Namun tidak ada jawab dari Alysa melainkan isak tangis yang mulai terdengar. Membuat laki-laki itu menegakkan kepala Alysa yang tertunduk. Kini wajahnya sudah basah dengan air matanya, membuat laki-laki itu merasa bersalah.
karena merasa sangat bersalah, laki-laki itu memeluk erat Alysa. bermaksud membuatnya merasa lebih tenang. “lo ngapain kesini. Lo kan tau, ini bukan tempat buat anak kaya lo. Untung gue datang, kalo enggak. Gue nggak tau apa yang bakal terjadi sama lo” ucap laki-laki itu yang ternyata ia adalah orang yang Alysa cari, Bagas. Alysa masih menangis, namun ia berusaha untuk bicara. “elo kenapa nggak sekolah? Gak ada kabar. Mama lo cemas nyariin lo.” Jawabnya dengan terisak. “oke gue minta maaf. Harusnya gue kabarin lo dulu biar lo gak usah kesini. Tapi, darimana lo tau gue di sini?” Bagas melepas pelukannya. “dari GPS!” jawab Alysa menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya. “ya tuhan” ucap Bagas menepuk dahinya, “yaudah sekarang gue anterin lo pulang” kata Bagas menarik tangan Alysa untuk bergegas ke mobil Alysa. “tapi mobil lo gimana?” jawab Alysa. “udah itu mah gampang, yang penting lo balik dulu.”

gas, lo ngapain sih ditempat kaya gitu? Lo gak minum-minuman haram itu kan?” tanya Alysa cemas. “enggak ko sa, tenang aja. Gue nggak akan minum begituan. Gue di sana Cuma jadi DJ doang. Lumayan dapet duit” jawab Bagas santai. Alysa lupa, bahwa Bagas juga handal menjadi DJ. Ia sering menjadi pengisi acara semacam festival sekolah atau CUP sekolah. “apa perlu lo samperin gue ketempat berbahaya itu Cuma buat ngomong hal yang gak penting?” tanya Bagas tiba-tiba tanpa melihat kearah Alysa. sepertinya Bagas tau apa yang ada di pikiran Alysa. “tapi gas. gue Cuma mau lo dapetin apa yang lo impiin”  jawab Alysa menatap Bagas yang sangat fokus menyetir. “berhenti buat maksa seseorang sa. Karena nggak semua orang nurut apa kata lo. Mending lupain itu dan inget jangan coba-coba samperin gue kalo gue ada di tempat yang nggak seharusnya lo datengin” jelas Bagas sudah menjawab semua pertanyaan Alysa.
 Ia tau Bagas bukan orang yang mudah di bujuk. Ia keras kepala seperti dirinya. “udah sampe..” ucap Bagas, mereka keluar dari mobil. “yaudah gue balik ya. Inget jangan diulangin lagi” Kata Bagas, melangkah pergi. Alysa hanya tersenyum mendengar perkataan Bagas. Lalu, ia masuk kedalam rumah. Membersihkan badannya dan bergegas untuk beristirahat.








#26
Sejak malam itu, Alysa tidak ingin memaksa siapa pun. Ia ingin keadaan seperti semula. Ia mulai membaca beberapa novel yang  belum  sempat ia tuntaskan. Jalan-jalan bersama Milla dan Naufal. Menjenguk Mike yang kian hari makin membaik. Dan menganggap tidak pernah akrab dengan Devan maupun Bagas. Memang seperti itu keadaan Alysa yang sebenarnya.
Alysa dan Milla sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba yang mereka ikuti. Milla fokus dengan karya Ilmiahnya, sedangkan Alysa berlatih untuk lomba Volly nya. Karena dengan hitungan jari lomba akan di laksanakan.
Sudah dua hari sejak hari kamis kemarin Milla dan Alysa tidak kekantin, mereka membawa bekal masing-masing dan makan dikelas masing-masing. “Alysaaa..” seseorang memanggil namanya, ia mencari sumber suara yang memanggil dirinya. Suara itu berasal dari pintu kelasnya, seorang laki-laki mengenakan seragam putih dengan satu kancing atas di biarkan terbuka dan celana merah maroon serta sepatu kets berwarna abu-abu. Ia adalah Naufal. Sembari membawa selembaran kertas berisi informasi Universitas.

Alysa menghampiri Naufal. “ada apa fal?” tanyanya. “ini liat, gue abis search Universitas Harvard. Ada info tentang program belajar, ekstrakulikuler, beasiswa dan fakultasnya, nih.” Jawab Naufal memberikan selembaran itu ke Alysa. tanpa basa basi, Alysa merebutnya dengan tidak sabar. Ingin segera melihat mengenai Universitas Favoritenya itu. Ekspresinya mulai berubah, terlihat sangat senang dan bersinar. Senyumnya melebar. “wow! Keren banget” dengan senang ia mengungkapannya.

“Gimana? Gue rasa lo pasti masuk ke Harvard sa. Liat kalo bahasa inggris lo bagus pasti lo masuk. Sedangkan lo aja  pinter bahasa inggrisnya. Di tambah lo aktiv ekskul, jago pula” kata Naufal meyakinkan Alysa. “iyaa fal, gue harap gue bisa masuk ke Harvard, itu impian gue banget fal. Gue harus berjuang buat dapetin Beasiswa itu. Kalo nggak berhasil, gue nggak akan nyerah” semangat Alysa berkobar. “semangaatt yang bagus sa, cuman kalo lo nggak dapet beasiswa itu lo kan  tetep bisa kuliah di sana, papa lo kan pengusaha sukses. Pasti bisa kuliahin lo di sana”  ucap Naufal seakan ia bingung kenapa Alysa sangat menginginkan Beasiswa itu.
Alysa pun menghelai nafas. sepertinya Naufal belum mengerti apa yang ia fikirkan. “Naufal Ardian. Gue itu nggak mau bergantung sama orang tua gue. Gue mau tunjukin ke mereka kalo gue ini bisa dapetin apa yang gue mau dengan usaha gue sendiri. Toh itu impian gue Naufal. Jadi, harus di wujudin dengan usaha sendiri. Apa rasanya impian lo, lo wujudin dengan bergantung pake uang orang tua lo? Pasti berasa nggak ada wow nya gitukan”  jawab Alysa menjelaskan apa yang ia pikirkan.
“mmm.. oke, lo bener juga sih yaa. Impian itu harus di wujudin dengan usaha sendiri. Baru berasa perjuangannya” Naufal mengingat kata-kata Alysa yang baru saja Alysa ucapkan. “anakk pinnter” ucap Alysa mengacak-acak rambut Naufal dengan  tersenyum manis. “yaudah deh sa, gue mau latihan basket dulu. Seperti yang tadi lo bilang, impian harus di wujudin dengan usaha. Dan gue mau wujudin impian gue jadi Atlet Basket” Naufal tercengir dan mulai melangkah kearah lapangan indoor.
“dasar Naufal” senyum tipis terlihat di wajah Alysa, kini ia memasuki kelasnya. Namun seseorang menarik pergelangan tangan  kiri Alysa. “Devan?” ucap Alysa kaget melihat Devan yang tiba-tiba menarik tangannya. Alysa berusaha melepaskan genggaman Devan. “Van, lepasin. Apa-apaan sih lo”
“ikut gue sekarang. Ada yang pengen gue omongin sama lo” Devan memaksa Alysa untuk mengikuti kemana Devan akan membawanya. Alysa pun dengan terpaksa mengikuti Devan dengan tangannya yang masih di genggam erat. Sehingga selama perjalanan, sebagian murid Star High melihat kearah mereka berdua. Alysa sempat terkejut saat tau ia akan di bawa ke Ruang Osis. Untuk apa ia di bawa kesini? Apa yang ingin Devan bicaran di sini? Pertanyatan-pertanyaan tersebut bermunculan dipikiran Alysa setelah mereka berdua masuk ke Ruangan Osis. Setahu Alysa, hanya anggota Osis yang di ijinkan memasuki Ruangan tersebut.

Devan melepaskan genggamannya. “lo ngapain bawa gue kesini. Bukannya tempat ini Cuma anak Osis yang boleh masuk? Nanti kalo ada yang ngeliat gue di sini gimana?” Tanya Alysa yang melihat sekeliling Ruangan lalu menatap Devan. “gue bawa lo kesini bukan buat ngejawab pertanyaan lo itu” ungkap Devan  yang tersender pada meja panjang, biasa digunakan untuk jalannya rapat anggota Osis. “Oke! Jadi apa yang pengen lo omongin?”  ucap Alysa masih memegang selembaran kertas dari Naufal yang ia gulung sehingga dapat di genggam dengan mudah. Devan terdiam, pasalnya ia tidak tau ingin berbicara apa. Yang ia tau, ia hanya ingin membawa Alysa ketempat dimana hanya ada mereka berdua. Devan merindukan Alysa. Devan hanya ingin melihat Alysa tanpa harus berbicara padanya, dengan hanya melihat Alysa Devan merasa tenang.
“mm.. gimana kabar lo?” tanyanya dengan ragu. Alysa memutarkan bola matanya, “elo bawa gue kesini Cuma buat nanyain keadaan gue doang?”  ucap Alysa tanpa menjawab pertanyaan Devan mengenai kabar Alysa. beranjak untuk keluar Ruangan. Namun, lagi-lagi Devan menahan Alysa. “tunggu. Gue mau ngomong sesuatu sama lo” spontan Devan mengatakan hal itu. “apa?” jawab Alysa menatap Devan lamat-lamat. Lagi-lagi Devan terdiam. Gue suka sama lo, Batin Devan seperti berteriak. “van kalo lo ngajak gue kesini cuman buat liatin lo diem. Gue gak ada waktu buat itu” ucapan Alysa membuat Devan tersadar .

“oke-oke gue minta maaf. Gue tau Bagas gak mau ikut lomba volley kan? Sedangkan hadiahnya itu dapet beasiswa ke Universitas Harvard yang merupakan Universitas impian Bagas selama ini. Gue bisa bantu bujuk Bagas buat ikut lomba itu. Jadi, lo gak usah khawatir” Devan mengubah topik pembicaraan sembari mengembangkan senyum lebarnya. Namun saat melihat ekspresi Alysa yang datar dan hanya terdiam membuat senyum itu pun memudar. “kenapa? Apa gue salah ngomong?” tanyanya bingung. Ia menghelai Nafas lagi, “oke van gue mau balik kekelas” jawab Alysa tanpa memperdulikan perkataan Devan dan mencoba untuk keluar dari Ruangan itu. Namun hal yang sama  dilakukan oleh Devan. “tunggu, elo kenapa? Apa yang salah?”
            nggak ada yang salah kok. Cuma apa yang pengen lo lakuin itu nggak perlu. Toh, dia emang nggak mau. Dan gue rasa, itu bukan jadi impian dia lagi Alysa mencoba menampilkan senyum tipisnya. Namun, Devan mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan Alysa.enggak lo salah. Itu impian Bagas. Dan dia nggak mungkin ngerubah impiannya secepet itu. Gue tau dia. Gue kenal dia.gue bakal bujuk Bagas sampe mau yakinnya. silakan Alysa menjawab singkat, lalu ia benar-benar keluar dari Ruangan itu dan bergegas kembali kekelasnya.

           
            Selesai semua pelajaran yang ia pelajari, Alysa bergegas ke lapangan outdoor dengan mengenakan baju volley berpunggung 25. Rupanya ia sudah sangat siap untuk latihan hari ini. Meski, ini bukanlah jadwal ekskul volley sesungguhnya. Namun teman lainnya meminta izin untuk menggunakan lapangan untuk lomba.
            Entah mengapa Alysa memikirkan Bagas, sepenuhnya ia belum yakin dengan keputusannya untuk tidak peduli dengan Bagas. Konsentrasinya buyar begitu saja, mengganggu jalannya latihan. Salah satu temannya menegur Alysa. Al, lo kenapa? Sakit? tanya temannya. gue nggak kenapa-napa kok, ayo latihan lagi ajak Alysa tersenyum tipis. Akhirnya Alysa berlatih dengan penuh semangat. Sejenak ia melupakan pikiran yang mengganggunya. Hingga saat selesai pun, pikiran itu pun samar-samar menghantuinya.

                Dreett...dreett……
ponsel Alysa bergetar. Ia langsung mangambilnya dari dalam tas nya. Melihat siapa yang mencoba menghubunginya, AYAH. Sebuah nama terdapat pada ponsel Alysa yang sedaritadi bergetar. Rupanya sang ayah menelepon Alysa, sontak membuatnya sangat senang. halo Ayahh katanya dengan gembira. ayah apa kabar disana? lanjutnya tak sabar. heheheh ayah baik ko, sayang. Kamu sendiri gimana? mendengar suara Ayah membuat Alysa benar-benar sangat senang. Alysa juga baik kok yah. Ayah kapan pulang? Alysa kangen banget sama Ayah  ungkapan Alysa membuat sang ayah merasa bersalah telah meninggalkan anak kesayangannya karena tugas-tugasnya.

wahh.. ayah juga kangen banget sama kamu loh. Bentar lagi ayah sampe kok  ucap Ayah membuat kedua bola mata Alysa membesar dan mulutnya membentuk huruf O. ayah serius? Ayah pulang hari ini? Ayah udah sampe mana? tanya Alysa tanpa memberikan kesempatan untuk Ayahnya berbicara. Dan hanya tawa yang Ayah berikan pada Alysa, ayah? Kok ayah ketawa sih? Apa yang lucu? Ayah bohong ya? tanya Alysa ragu, kini ia masuk ke dalam mobilnya. Memakai sabuk pengaman dan siap untuk menyalahkan mesin mobilnya dengan ponsel yang masih kokoh di telinganya. enggak kok, ayah nggak boong. Ini ayah lagi di perjalanan pulang. Cuma lagi lampu merah aja kok, bentar lagi sampe. Sabar ya sayang ucapan ayah membuat Alysa lega mendengarnya. oke deh yah, Alysa juga mau pulang nih. Abis latihan buat lomba  mesin mobilnya sudah menyala dengan senang ia mengendarai mobil putihnya.


wah kamu ikut lomba apa? Kok gak kasih tau ayah? tanya Ayahnya yang sempat terkejut mendengar anaknya ikut lomba. Lampu merah pun berganti dengan lampu hijau. Menandakan kendaraan siap laju kembali. nanti Alysa ceritain kalo ayah udah sampe rumah. Sekarang Alysa tutup dulu , soalnya Alysa lagi ngendarain mobil ucap Alysa. yaudah, hati-hati ya sayang pamit Ayah menutup pembicaraan. Baru saja tersenyum karena tingkah anaknya. Ayah Alysa di kejutkan dengan pengendara motor tanpa mengenakan helm yang tiba-tiba lewat di depannya. Sontak membuat Ayah Alysa harus menginjak rem secara mendadak. Pengendara motor itu pun sempat berhenti dan berniat meminta maaf, namun sepertinya sang pengendara sedang terburu-buru. Hingga saat ayah Alysa keluar dari mobil, sang pengendara langsung pergi. dasar anak berandal. Bawa motor nggak hati-hati. Mana nggak pake helm. Anak remaja jaman sekarang nggak mentingin keselamatannya ucap Ayah Alysa sedikit kesal, lalu ia masuk kembali ke dalam mobilnya.








#27
            Assalamualaikum..” suara yang tak asing terdengar di telinga Alysa yang sedang asik duduk di sofa dengan beberapa novel romance-nya. Menaruh novelnya begitu saja, dan berlari menuju pintu. Memeluk pria parubaya dengan erat. “omg. I miss you so much, daddy.” Ucap gadis yang selalu berkunci satu. “ow. Miss you too so much, my honey” memeluk erat putrinya. “i have something for you, honey”  lanjutnya. “something? what?” kata Alysa yang berusaha menebak dalam pikirannya. Ayah Alysa mengeluarkan bingkisan dari dalam tas berbentuk koper kerjanya yang berwarna hitam. Alysa nampak terlihat senang saat sang Ayah mengeluarkan bingkisan dari kopernya. Langsung ia merebut bingkisan itu dari tangan ayahnya, membuat sang ayah melebarkan senyumnya.
di ikuti dengan langkah mereka menuju ruang tamu. “ayah mau kekamar dulu. Kamu siap-siap, kita makan malem di luar” ucap sang ayah menaiki beberapa anak tangga. Alysa bersorak gembira, mengambil ponselnya yang di letakkan di atas meja kaca. Menekan beberapa nomor yang diingatnya dan menunggu jawaban dari nomor yang di hubunginya.
“hallo sayang. Ada apa?”  tanya seorang wanita dari balik telepon. “hallo ma. Mama nanti pulang cepet gak? Soalnya Ayah ngajak dinner diluar”  jawab Alysa dengan penuh semangat, berharap sang mama bisa pulang lebih awal dari jam pulang biasanya. “nanti mama usahakan pulang lebih cepet ya, sayang. Mending sekarang kamu siap-siap mandi terus ambil wudhu. Pasti kamu belom mandikan? Dan bentar lagi maghrib kan” perintah mama yang tak pernah lelah menasehatinya. “iyaa ma, siap. Bye ma sampe ketemu di rumah ya” ia mengakhiri panggilannya setelah sang mama ngucapkan tanda perpisahan di telepon. Lalu, ia menuju tangga, membawa tas sekolahnya dan sampainya di kamar. Ia langsung membersihkan diri. Dan memilih pakaian yang cocok untuk dirinya. Ia memilih
Dress hitam  selutut tanpa lengan  dengan kerutan di bagian pinggang. Membentuk lekukan pinggannya yang ideal, ditambah hiasan kalung yang menggelayut hingga dada. Serta rambut hitam bergaya Bunches sepunggung, tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal. yang tergerai dengan sangat cantik. Disertai polesan bedak yang amat tipis dan lips gloss strawberry kesukaannya. Dilengkapi juga dengan sepatu flat hitamnya, sangat cantik.  Kini, Alysa bergegas kebawah menuju ke halaman depan yang nampaknya ayah sudah menunggu dirinya.

Dengan senyum manisnya, Alysa menyapa sang Ayah dengan penuh keramahan. “Haii Ayah” ucapnya lembut. Ayah menatap Alysa dengan penuh kekaguman. Tidak terasa, sang anak semakin dewasa dan semakin cantik. “wahh.. anak ayah cantik sekali” ucapnya merangkul Alysa sangat erat. Alysa membalas rangkulan sang ayah dengan senyuman.  “yaudah yuk berangkat.”  Lanjutnya menuntun Alysa ke mobil. Namun, Alysa menahan sang ayah saat ia mengingat sesuatu. “tunggu yah. Mama kan belom pulang” kata Alysa. “tadi mama bilang ke Ayah, dia nyusul. Yukk berangkat” jawabnya.  Mereka pun siap menuju kesuatu restoran. Tempat dimana mereka biasa berkunjung saat dinner. Betapa bahagianya Alysa, bisa berkumpul bersama lagi.

ARTA’S SEAFOOD. Restoran Seafood milik keluarga Arta, keluarga berdarah Belanda dan Prancis yang  tinggal di Indonesia cukup lama. Sukses dengan Restoran Seafoodnya. Dengan turnamen ruangan yang begitu mewah, layaknya Restoran Luar Negeri. Terdapat panggung sederhana nan kecil dilengkapi dengan beberapa alat music untuk yang ingin bernyanyi.
Mereka menuju kemeja 05 yang sudah di Reserve oleh sang  Ayah. Meja yang tidak terlalu  jauh dari panggung sederhana nan kecil. Alysa menduduki kursi yang menghadap ke panggung dengan tersenyum. Di ikuti Ayah yang duduk di sampingnya. Meraih buku menu yang sudah tersedia di atas meja dan mulai memilih makanan.  Hingga seorang pramuniaga datang membawa buku kecil dan pulpen untuk menulis pesanan. “Excuse me, do you want to order now, Sir?” ucap sang pramuniaga itu. “yes. I want to a cup Coffee Vietnam and Lobster curry” jawab Ayah. “and me, I’d like to the Ice Bubble Milk Tea and Shellfish Sauce Curry” lanjut Alysa yang tak lupa untuk tersenyum lagi. Sang Pramuniaga mencatat pesanan. “Okay. I would repeat the order. One Cup Coffee Vietnam, one lobster curry, one glass Ice Bubble Milk Tea, and Shellfish Sauce Curry” ucapnya. Ayah hanya mengangguk saat sang Pramuniaga itu mengulangi pesanannya.

“please wait  a few minute, by listening to a song that will performed. Sir”  lanjut sang Pramuniaga dengan tersenyum dan meninggalkan meja itu bergegas mengantarkan pesanan. Alysa menunggu penampilan yang akan seseorang tampilkan. Persis seperti Pramuniaga itu bilang. Akan ada yang menyanyi di panggung sederhana itu.  Dan kini, kedua bola mata Alysa tertuju pada beberapa anak laki-laki yang ingin menaiki panggung. Persis di samping panggung sederhana. Membentuk lingkaran yang tidak beraturan untuk melakukan doa agar mereka menampilkan yang terbaik. Karena tidak sembarang orang yang bisa bernyanyi di ARTA’S SEAFOOD.
Selesai berdoa sepertinya mereka siap untuk menampilkan yang terbaik. Tanpa di sadari sang Mama pun tiba dengan mencubit pipi Alysa, sontak membuatnya kaget dan ia berdiri. Mencium sang mama lalu di ikuti oleh sang ayah. Layaknya suami istri saat melepas rasa rindu. “mama mau makan apa? Nih pesen. Aku sama Ayah udah pesen.” Ucap Alysa memberikan buku menu dengan semangat. “mama samain aja kaya kamu deh. Excuse me,” ucap mama mengangkat tangan kanannya untuk memanggil pramuniaga. Beberapa lama setelah mama mengangkatkan tangannya, pramuniaga pun menghampiri meja 05. “Can I help you, Mam?”  ucap pramuniaga tersebut. “I want to order a glass Cappucino Ice and Shellfish Sauce Curry with Mayo” ucap mama.



#28
Semua menunggu pesanan sembari bercerita. Ayah menanyakan bagaimana ia di sekolah dan Alysa menceritakan semuanya dengan di aluni music yang dinyanyikan di panggung sederhana itu tanpa melihat siapa yang bernyanyi dan bermain alat music. Lagu  Let me Love You dari Justin bieber dinyanyikan  dengan versi mereka, lalu dilanjutkan dengan lagu We Can’t Stop dari Miley Cyrus. Membuat sang mama melihat mereka dengan kagum. dan menyadari sesuatu. “Sa.. itu bukannya temen kamu ya?”  kata mama menunjuk salah satu dari mereka. Membuat Alysa dan Ayah melihat kearah yang Mama tunjuk.
“yang mana ma?” jawab Alysa seperti masih menegaskan seseorang. “itu yang main drum. Siapa namanya? Mama lupa” kata mama. “ohh iya ma. Itu Bagas ma”  ingat Alysa. mereka menyaksikan Bagas dan teman-temannya bermain, namun kali ini bukan dengan Devan dan yang lain. setelah selesai, mereka turun dari panggung dan di hampiri oleh Tuan Arta pemilik Restoran. Alysa yang tak sabar memanggil Bagas dari mejanya dan melambaikan tangan seolah mengisyaratkan bahwa  Alysa menyuruhnya untuk ke mejanya. Bagas pun menengok kearah Alysa, memberikan senyuman manisnya. Dan meminta izin kepada teman-temannya untuk menyapa temannya yang ada di meja 05. Setelah mendapatkan izin, Bagas bergegas dan menyapa kedua orang tua Alysa.

“Halo om, tante.”  Kata Bagas memberikan senyum lebarnya. “Halo” ucap mama dan ayah. “silakan duduk nak. Kita makan bareng-bareng” ajak mama menyiapkan bangku di sebelah Alysa. “maaf tan, tapi Bagas masih ada urusan dan gak enak ntar ganggu” tolak Bagas. “sebentar aja gas. toh temen-temen lo juga kayanya lagi pada istirahat tuh.”  Jawab Alysa, matanya mengarahkan kearah meja yang teman-temannya Bagas tempati. Tidak terlalu jauh dari meja mereka. Bagas pun melihat kearah meja 08 dan berubah pikiran. Ia duduk di samping Alysa. gas tadi lo keren bangett. Kok gue gak tau ya kalo lo bisa main alat music?” kata Alysa yang terkagum-kagum. Bagas melebarkan senyumnya, “iya, karena gue jarang main di sekolah. Tapi kalo di rumah…”  jawab Bagas yang tiba-tiba berhenti berbicara seolah mengingat sesuatu. “di rumah? Rumah lo?—“ tanya Alysa yang terpotong dengan datangnya pramuniaga sembari membawa makanan yang tadi di pesan.
“oh iya mbak, saya mau order lagi. Bagas mau pesen apa nak? Ayo pesan... jangan malu-malu”  tawar Ayah dan lagi-lagi Bagas tersenyum. “iya om. Mmm saya order  Vanilla Late Ice With Cream sama Kepiting Saus Tiram Extra” kata Bagas.  Sembari menunggu pesanan Bagas. Mereka pun sedikit berbincang-bincang. Seperti biasa, sang Ayah yang lebih banyak berbincang dan bertanya kepada Bagas. Sedangkan, sang Mama dan Alysa terkadang menimbrung. Hingga akhirnya, pesanan Bagas pun tiba. Mereka menyantap makanan tanpa ada yang berbicara. Sangan sopan dan sesuai etika. Beberapa lama setelah mereka menyantap makanan yang ada, kini mereka sudah selesai menghabiskan semua yang di pesannya tadi. Lalu, melanjutkan perbincangannya.

Tidak terasa malam semakin larut. Namun, Restoran Seafood itu pun masih dibanjiri pengunjung. Hingga sudah saatnya untuk keluarga Alysa pulang. Alysa dan Bagas pun duluan kedepan, menunggu di depan Restoran sembari basa-basi. “thank ya sa atas dinner nya” ucap Bagas, Alysa melebarkan senyumnya, “santai aja kali gas” ucapnya. “btw malam ini lo beda banget sa. Lo cantik banget” puji Bagas yang menatap Alysa lamat-lamat sehingga ia merasa sangat salah tingkah. “ah apaan sih lo gas. bisa aja ngejeknya” ucap Alysa sembari memukul bahu Bagas, agar ia tidak terlihat sedang salah tingkah. “dihh, gue serius sa. Lo cantik banget. Melebihi Milla” ungkap Bagas dengan serius. Ih kenapa gue jadi salting gini coba. Benaknya membuat Alysa terdiam bisu. “beruntung ya Devan suka sama lo” ucapan Bagas mengagetkan Alysa yang sedang terdiam bisu hingga tidak mendengar jelas apa yang Bagas ucapkan. “ah apa gas? lo ngomong apa? Siapa yang suka? Sama siapa?” kata Alysa polos. Bagas menggaruk keningnya dan sedikit mengerutkan keningnya. “eh.. enggak kok sa, bukan apa-apa heheheh” ucap Bagas tercengir. Kedua orang tua Alysa pun tiba, mengajak untuk segera ke mobil.
“Bagas kamu mau bareng?” tawar Ayah Alysa yang mulai bergegas. “gak usah om, nanti ngerepotin. Nanti Bagas bareng sama temen-temen aja. Makasih ya om, tante. Atas dinner nya” ungkap Bagas yang sangat berterimakasih. “yaudah kalo gitu tante sama om dan Alysa pulang duluan ya, kamu hati-hati” nasihat Mama Alysa . kini, Mama dan Ayah menuju ke parkiran dan diikuti oleh Alysa di belakang. “bye gas. oh iya, besok latihan terakhir buat lomba. Kalo lo berubah pikiran, lo latihan aja ya. Kita masih nunggu keputusan lo kok” ucap Alysa dengan sangat pelan dan berhati-hati, takut nanti Bagas kesal karena membahas hal itu. Namun, Bagas hanya tersenyum lebar dengan mengangkat jempol kanan.


Hingga pagi ini pun banyak yang sibuk. Mama, Ayah, Alysa, Milla, dan teman-teman Star High yang mengikuti lomba. Mereka benar-benar mempersiapkan semuanya. Berlatih sebisa mungkin untuk menjadi yang paling hebat dari yang terhebat. Hari esok merupakan perjuangan untuk Alysa yang ingin mendapatkan beasiswa itu. Alysa mengikuti beberapa jam pelajaran. Saat bel istirahat ia dan teman-temannya mulai berlatih hingga akhir pelajaran. Begitu pun dengan Milla, yang langsung ke Lab. Sains untuk persiapan lombanya. Lalu lalang anak-anak tak menganggu jalannya latihan. Namun, pandangan Alysa terkadang tertuju kearah kantin. Mencari sosok Bagas. Ia berharap Bagas berubah pikiran . tapi sepertinya, Bagas benar-benar tidak merubah pikirannya. Alysa melepaskan semua kekecewaan dan harapannya. Hingga terdengar sorak dari arah podium bendera, ia melihat siapa yang bersorak lalu melebarkan senyumannya. Melupakan akan kedatangan Bagas yang sepertinya tidak akan datang.
“ALYSAAAA… SEMANGATTT ALYSAAA!! ALYSAAA PASTI BISAA”  sorakan dari Naufal dan Tia sembari memukul-mukul botol  mineral yang kosong membuat sedikit keributan hingga sebagian murid yang berlalu lalang memperhatikan mereka. Namun, mereka sangat mengabaikan, membuat Alysa  semakin bersemangat. Dan sebagian lagi menonton jalannya latihan . “wah keren juga ya anak volley. Mantep skillnya” ucap Erik yang melihat dari kantin. “iya Rik. Eh tapi sih Bagas mana ya? Bukannya dia ikut volley juga” tanya Stev yang mencari-cari Bagas diantara anak volley yang lain namun tak ada Bagas. Bel masuk pun berbunyi, istirahat telah usai. Kini, semua murid memasuki kelasnya masing-masing. Kecuali mereka yang sedang berlatih untuk lomba.

Detik demi detik pun berlalu. Tak membuat semangat mereka pudar. Alysa beristirahat sejenak. Duduk di kursi yang tak jauh dari lapangan. Meminum air mineral yang kini tinggal setengah botol. “Haii”  sapaan dari seseorang mengagetkan dirinya. “Devan?” ucap Alysa tak menyangka Devan ada disini, ia duduk di samping Alysa. “lo ngapain disini? bukannya belajar lo”  kata Alysa. “Bagas enggak ikut latihan  volley?” tanya Devan mengabaikan pertanyaan Alysa, membuat Alysa membuang nafas dan terdiam. Lalu, ia hanya mengangguk. “gue rasa, gue harus latihan lagi” ucap Alysa yang bermaksud tidak ingin membahasnya lagi.  Alysa berdiri. “Semangat ya” kata Devan mengakibatnya tubuh Alysa seakan kaku membeku. Devan ikut berdiri. “apa?” Alysa ingin mendengarnya sekali lagi. “semangat Alysa! semoga lo berhasil dapetin beasiswa itu” ucap Devan sangat lembut dan tersenyum, seperti bukan Devan yang iseng dan menyebalkan. “mm.. oke, thanks dukungannya” balas Alysa dengan membalas senyuman manisnya. “yaudah gue balik kekelas dulu, bye” ucap Devan yang kini melangkah pergi. Alysa masih bingung dan terdiam dengan sikap Devan hari ini. Setelah langkah Devan menghilang dari pandangannya,  Alysa melambaikan tangannya. “bye” lalu melanjutkan latihannya.

“baik anak-anak hari ini adalah hari terakhir kalian latihan dan besok kalian berjuang untuk menunjukan kemampuan kalian. Tidak ada keberhasilan tanpa usaha dan doa. Scout hanya bisa membantu kalian sampai sini. Sisanya Scout serahkan kepada kalian. Ayo semua berdiri. Latihan hari ini berakhir, kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing, lalu beristirahat untuk besok.”  kata sang Scout memimpin doa dan beryel-yel, kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing. Alysa bergegas menuju pintu gerbang, karena hari ini ia tidak membawa mobil dan Ayahnya akan menjemput saat pulang kerja. Ia pun melihat ke Alroji. “Huufft! Masih jam 16:30, masih 30 menit lagi. nunggu dimana ya? Sekolah udah sepi. Ahh disana aja deh” ucap Alysa mengarah kesebuah taman yang tak jauh dari sekolahnya. Menunggu sang Ayah sembari berjalan-jalan dan ingin membeli permen kapas yang nampaknya lezat. Namun saat ia hampir sampai di tukang penjual berbagai permen. Ia sempat memelankan langkah kakinya saat melihat sosok Devan ada disana bersama beberapa anak kecil yang nampaknya anak kecil itu habis mengamen. “ayo ayo jangan berebutan ya semuanya dapet kok, satu-satu. Oke” ucap Devan dengan sangat ramah dan bersahabat. “okeeeee!!” semangat beberapa anak kecil itu. Alysa yang tak percaya dengan apa yang dilihat merasa bingung dan kagum akan sikap Devan yang seperti ini.
“nah udah pada dapetkan? Sekarang kalian pulang ya, ngamennya besok aja dilanjutin. Ini kan udah mau malem. Oke?” perintah Devan dengan agak membungkukan badan agar setara dengan mereka. “siaapp kak!!” serentak anak-anak itu melangkah pergi meninggalkan tawa sembari memegang bermacam jenis permen yang mereka suka.  Saat Devan menegapkan badan, ia terkejut saat ada yang menepuk bahunya dan menoleh ke belakang. “Alysa? ngapain disini?” tanya Devan spontan. “gue abis selesai latihan dan sembari nunggu jemputan Ayah. Jadi gue berniat beli permen kapas dulu. Btw, lo sendiri ngapain tadi? Sama anak-anak pengamen” jelas Alysa. “ohh. Ini tadi gue gak sengaja lewat sini, terus liat anak-anak itu yang daritadi ngeliatin permen-permen yang mereka mau. Jadi apa salahnya gue beliin mereka.” Jelas Devan. “oh gitu ya” jawab Alysa singkat. “btw tadi kata lo, lo pengen beli permen kapas kan? Mmm… bang permen kapasnya satu sama lollipopnya satu ya” ucap Devan yang tiba-tiba memesan lalu membayar. “nih buat lo” Devan memberika permen kapas ke Alysa, Alysa sempat bingung “buat gue? Tapi van, gue bisa beli sendiri kok” kata Alysa memegang permen kapas dengan ragu. “udah sih terima aja, toh Cuma permen doang kan? Santai aja sama gue”  katanya dengan datar dan melangkah pergi, namun Alysa mengikutinya dari belakang seolah-olah Devan yang menyuruhnya.

Devan membuka plastic yang menutupi lollipopnya, lalu memakanya. “jadi, lollipop itu buat lo? Heheh manis” kata Alysa sembari memakan permen kapasnya yang sudah terlebiih dahulu di buka. “iyalah buat gue, emang buat siapa lagi coba. Apanya yang manis?” tanya Devan sembari mengisap lollipopnya. “elo. Elo manis. Maksud gue,cowok nyebelin, rese, dan sok kaya lo suka sama lollipop yang jelas-jelas berlawanan sama sikap lo”  ledek Alysa yang kini berdiri persis disebelah Devan. sedangkan Devan tetap mengisap lollipop itu. “Ya. Gue emang suka lollipop dan gak ada yang tau selain lo. Jadi kalo ada yang tau tentang ini. Elo orang pertama yang bakal gue salahin” ancam Devan, mengarahkan lollipopnya ke Alysa, seakan menunjuk Alysa. Alysa hanya mengangguk. “dan gak  ada urusannya sikap gue sama gue suka lollipop. Because my attitude is based on how you treat me. Okay.”  Lanjut Devan membuat Alysa hanya mengangguk dan memutar kedua bola matanya, “dasar cowok lollipop” desisnya pelan. “oh iya, Ayah lo belum jemput lo juga?” tanya Devan mengingatkan Alysa bahwa saat ini jam kantor berakhir. “oh iya! Udah jam segini pula.” Ucap Alysa menepuk dahinya dan langsung melihat ke arlojinya. “yaudah yuk gue anterin lo balik. Daripada lo balik jalan kaki, mau kaki lo copot? Yuk” ajak Devan yang langsung bergegas ke motor ninja merahnya tanpa menunggu persetujuan dari Alysa. saat Alysa ingin menaiki motor Devan, mobil sang Ayah pun datang, membuat Alysa dan Devan melihat sang Ayah keluar dari mobil.
“maaf sayang, tadi Ayah ada meeting jadi telat jemput kamu” ucap sang Ayah. “iya yah gpp kok, tadi baru aja mau di anterin sama Devan” jawab Alysa yang menunjuk kearah Devan. “oh iya yah, kenalin ini Devan temen sekolah Alysa” lanjutnya. “Haii om, saya Devan” sapa Devan sembari tersenyum. Namun, sang Ayah menatap Devan sangat sinis. “kamu anak yang waktu itu bawa motor ngebutkan? Yang hampir saya tabrak? Kamu mau bawa anak saya pulang bareng kamu sambil ngebut-ngebutan, iya? Jangan coba-coba ngajak anak saya untuk nghebut-ngebutan dan jauhi anak saya. Saya tidak suka kamu dekat dengan anak saya. Ayo pulang sa” ucap sang Ayah membuat Alysa ataupun Devan terkejut. “Ayah. Ayah kok gitu sama Devan? Devan Cuma ngajakin Alysa pulang bareng yah, dia juga gak ngebut-ngebutan kok, ayah jangan ngomong gitu” jelas Alysa. “kamu jangan berusaha belain dia. Dia bukan anak baik-baik. Cepet! Kamu masuk mobil” perintah Ayah, “tapi yah….”  . “kalo ayah bilang masuk. Masuk!” potong sang Ayah. Alysa pun bergegas ke dalam mobil. Sedangkan Devan mencoba meminta maaf namun sang Ayah tetap berkata sama dan meninggalkan Devan sendiri.












Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)


Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter