#25
“Permisi..” sembari mengetuk pintu dengan lembut. Seorang
wanita berusia 40an dengan ikatan rambut berantakan berwarna kecoklatan
berhadapan dengan gadis berkuncir satu, Alysa.
“sore tante, saya Alysa. Bagasnya ada?
Tadi kenapa dia gak masuk ya tan?” tanya gadis itu. “sore Alysa. lho? Bagas nggak sekolah? Tadi
pagi dia berangkat kok pakai seragam. Kemana ya dia” jawab wanita yang di sebut mamanya Bagas. Ia
Nampak cemas saat tau anaknya tidak masuk sekolah. Bagas bolos? Kenapa?, Batinnya. “mm..
yaudah tan, saya permisi dulu ya, nanti kalo saya ketemu Bagas, saya suruh
pulang” ucap Alysa sebagai tanda pamit. Wanita itu hanya mengangguk
mengerti.
Bagas lo dimana coba. Nanya
temen-temennya, pada nggak jelas.mmm.. oh iya GPS! Bagas selalu aktifin
GPS-nya. Batin Alysa, memakirkan mobilnya di pinggir jalan lalu
mengambil ponsel di saku seragam sekolahnya dan mulai melacak keberadaan Bagas.
“Plus18 Club?” katanya saat menemukan
posisi Bagas saat ini. Sejenak ia berfikir. “Plus18
Club itu bukannya tempat dugem? Ngapain Bagas kesana? Oh tuhan…” Ucapa
Alysa, langsung ia menancapkan gas saat ia berfikir bahwa Bagas akan terjerumus
kedunia malam yang akan ia sesali nanti.
Sesampainya
Alysa di Plus18 Club, ia ragu untuk
memasuki tempat itu. Pasalnya itu adalah dunia malam, tempat anak-anak kacau.
Tempat yang tidak seharusnya anak seperti Alysa berada. Alysa memantapkan
langkahnya dengan menarik nafas dan menghelainya perlahan. Terlalu ramai. Music
terlalu keras. banyak yang menari-nari sesuka hati. Bau alkohol serta asap
rokok dimana-mana. Alysa pun tetap mencari Bagas di dalam keramaian orang-orang
kacau.
Hingga datang pria tinggi berusia 19 tahun mengenakan kemeja dengan memegang sebuah botol beralkohol menghampiri Alysa, lantas membuat Alysa takut. Namun, ia harus tetap terlihat tenang dan biasa saja.
Hingga datang pria tinggi berusia 19 tahun mengenakan kemeja dengan memegang sebuah botol beralkohol menghampiri Alysa, lantas membuat Alysa takut. Namun, ia harus tetap terlihat tenang dan biasa saja.
“eh ada dede gemes.. ngapain disini?” jawab
pria yang badannya kini penuh dengan bau alkohol. “lagi nyari temen” jawab Alysa, berharap ia segera menemukan Bagas
dan pergi dari sini. “nyari temen? Sini
kaka temenin. Mau ini? Pasti belajar mulu pusingkan, mending minum dulu yukk,
kaka yang bayarin” ajak pria itu sembari memegang tangan kanan Alysa.
sontak membuat Alysa terkejut dan sangat ketakutan, ia mencoba menolak dan
melepaskan genggaman pria itu yang lumayan kencang. “maaf ka, makasih, tapi aku nggak minum itu. Aku mau pulang aja” jawab
Alysa dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Pasalnya di sini tidak ada seorang
pun yang ia kenal, kecuali Bagas. Ya, bila ia berhasil menemukannya dan meminta
pertolongannya. Namun, sedaritadi Alysa tidak melihat adanya Bagas. Dan jika ia
berteriak, itu pun sia-sia. Karena tidak akan ada yang peduli dengannya.
pria
itu terus memaksa Alysa, sehingga membuat dirinya benar-benar ingin menangis.
Mendadak tubuhnya lemas namun ia tetap menahan diri agar tidak di perdaya oleh
pria itu. Bagas.. lo dimana? Gue butuh
bantuan lo gas. tolong gue. Benaknya mengharapkan kedatangan Bagas.
BUUUUKKKK!! Pria
itu tersungkur di lantai dengan hanya satu pukulan yang lumayan keras mendarat
dipipi pria itu, membuat Alysa terkejut dengan kejadian singkat itu. Kini Alysa
di tarik oleh laki-laki yang memukul pria yang menarik tangan Alysa. membawanya
keluar tempat itu, dengan mengenakan hoodie abu-abu. Saat berada di luar, laki-laki
itu melihat Alysa yang tertunduk sedaritadi saat laki-laki itu menariknya. “elo nggak kenapa-napa kan?” ucap
laki-laki itu, memastikan Alysa baik-baik saja. Namun tidak ada jawab dari
Alysa melainkan isak tangis yang mulai terdengar. Membuat laki-laki itu menegakkan
kepala Alysa yang tertunduk. Kini wajahnya sudah basah dengan air matanya,
membuat laki-laki itu merasa bersalah.
karena
merasa sangat bersalah, laki-laki itu memeluk erat Alysa. bermaksud membuatnya
merasa lebih tenang. “lo ngapain kesini.
Lo kan tau, ini bukan tempat buat anak kaya lo. Untung gue datang, kalo enggak.
Gue nggak tau apa yang bakal terjadi sama lo” ucap laki-laki itu yang
ternyata ia adalah orang yang Alysa cari, Bagas. Alysa masih menangis, namun ia
berusaha untuk bicara. “elo kenapa nggak
sekolah? Gak ada kabar. Mama lo cemas nyariin lo.” Jawabnya dengan terisak.
“oke gue minta maaf. Harusnya gue kabarin
lo dulu biar lo gak usah kesini. Tapi, darimana lo tau gue di sini?” Bagas
melepas pelukannya. “dari GPS!” jawab
Alysa menghapus air matanya menggunakan punggung tangannya. “ya tuhan” ucap Bagas menepuk dahinya, “yaudah sekarang gue anterin lo pulang” kata
Bagas menarik tangan Alysa untuk bergegas ke mobil Alysa. “tapi mobil lo gimana?” jawab Alysa. “udah itu mah gampang, yang penting lo balik dulu.”
“gas,
lo ngapain sih ditempat kaya gitu? Lo gak minum-minuman haram itu kan?” tanya
Alysa cemas. “enggak ko sa, tenang aja.
Gue nggak akan minum begituan. Gue di sana Cuma jadi DJ doang. Lumayan dapet
duit” jawab Bagas santai. Alysa lupa, bahwa Bagas juga handal menjadi DJ.
Ia sering menjadi pengisi acara semacam festival sekolah atau CUP sekolah. “apa perlu lo samperin gue ketempat berbahaya
itu Cuma buat ngomong hal yang gak penting?” tanya Bagas tiba-tiba tanpa
melihat kearah Alysa. sepertinya Bagas tau apa yang ada di pikiran Alysa. “tapi gas. gue Cuma mau lo dapetin apa yang
lo impiin” jawab Alysa menatap Bagas yang sangat fokus
menyetir. “berhenti buat maksa seseorang
sa. Karena nggak semua orang nurut apa kata lo. Mending lupain itu dan inget
jangan coba-coba samperin gue kalo gue ada di tempat yang nggak seharusnya lo
datengin” jelas Bagas sudah menjawab semua pertanyaan Alysa.
Ia tau Bagas bukan orang yang mudah di bujuk.
Ia keras kepala seperti dirinya. “udah
sampe..” ucap Bagas, mereka keluar dari mobil. “yaudah gue balik ya. Inget jangan diulangin lagi” Kata Bagas, melangkah pergi. Alysa hanya
tersenyum mendengar perkataan Bagas. Lalu, ia masuk kedalam rumah. Membersihkan
badannya dan bergegas untuk beristirahat.
#26
Sejak
malam itu, Alysa tidak ingin memaksa siapa pun. Ia ingin keadaan seperti
semula. Ia mulai membaca beberapa novel yang
belum sempat ia tuntaskan.
Jalan-jalan bersama Milla dan Naufal. Menjenguk Mike yang kian hari makin
membaik. Dan menganggap tidak pernah akrab dengan Devan maupun Bagas. Memang
seperti itu keadaan Alysa yang sebenarnya.
Alysa
dan Milla sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba yang mereka ikuti.
Milla fokus dengan karya Ilmiahnya, sedangkan Alysa berlatih untuk lomba Volly
nya. Karena dengan hitungan jari lomba akan di laksanakan.
Sudah
dua hari sejak hari kamis kemarin Milla dan Alysa tidak kekantin, mereka
membawa bekal masing-masing dan makan dikelas masing-masing. “Alysaaa..” seseorang memanggil namanya,
ia mencari sumber suara yang memanggil dirinya. Suara itu berasal dari pintu
kelasnya, seorang laki-laki mengenakan seragam putih dengan satu kancing atas
di biarkan terbuka dan celana merah maroon serta sepatu kets berwarna abu-abu.
Ia adalah Naufal. Sembari membawa selembaran kertas berisi informasi
Universitas.
Alysa
menghampiri Naufal. “ada apa fal?” tanyanya.
“ini liat, gue abis search Universitas
Harvard. Ada info tentang program belajar, ekstrakulikuler, beasiswa dan
fakultasnya, nih.” Jawab Naufal memberikan selembaran itu ke Alysa. tanpa
basa basi, Alysa merebutnya dengan tidak sabar. Ingin segera melihat mengenai
Universitas Favoritenya itu. Ekspresinya mulai berubah, terlihat sangat senang
dan bersinar. Senyumnya melebar. “wow!
Keren banget” dengan senang ia mengungkapannya.
“Gimana? Gue rasa lo pasti masuk ke
Harvard sa. Liat kalo bahasa inggris lo bagus pasti lo masuk. Sedangkan lo aja pinter bahasa inggrisnya. Di tambah lo aktiv
ekskul, jago pula” kata Naufal meyakinkan Alysa. “iyaa fal, gue harap gue bisa masuk ke Harvard, itu impian gue banget
fal. Gue harus berjuang buat dapetin Beasiswa itu. Kalo nggak berhasil, gue
nggak akan nyerah” semangat Alysa berkobar. “semangaatt yang bagus sa, cuman kalo lo nggak dapet beasiswa itu lo
kan tetep bisa kuliah di sana, papa lo
kan pengusaha sukses. Pasti bisa kuliahin lo di sana” ucap Naufal seakan ia bingung kenapa Alysa
sangat menginginkan Beasiswa itu.
Alysa
pun menghelai nafas. sepertinya Naufal belum mengerti apa yang ia fikirkan. “Naufal Ardian. Gue itu nggak mau bergantung
sama orang tua gue. Gue mau tunjukin ke mereka kalo gue ini bisa dapetin apa
yang gue mau dengan usaha gue sendiri. Toh itu impian gue Naufal. Jadi, harus
di wujudin dengan usaha sendiri. Apa rasanya impian lo, lo wujudin dengan
bergantung pake uang orang tua lo? Pasti berasa nggak ada wow nya gitukan” jawab Alysa menjelaskan apa yang ia
pikirkan.
“mmm.. oke, lo bener juga sih yaa. Impian
itu harus di wujudin dengan usaha sendiri. Baru berasa perjuangannya” Naufal
mengingat kata-kata Alysa yang baru saja Alysa ucapkan. “anakk pinnter” ucap Alysa mengacak-acak rambut Naufal dengan tersenyum manis. “yaudah deh sa, gue mau latihan basket dulu. Seperti yang tadi lo
bilang, impian harus di wujudin dengan usaha. Dan gue mau wujudin impian gue
jadi Atlet Basket” Naufal tercengir dan mulai melangkah kearah lapangan
indoor.
“dasar Naufal” senyum
tipis terlihat di wajah Alysa, kini ia memasuki kelasnya. Namun seseorang
menarik pergelangan tangan kiri Alysa. “Devan?” ucap Alysa kaget melihat Devan
yang tiba-tiba menarik tangannya. Alysa berusaha melepaskan genggaman Devan. “Van, lepasin. Apa-apaan sih lo”
“ikut gue sekarang. Ada yang pengen gue
omongin sama lo” Devan memaksa Alysa untuk mengikuti kemana
Devan akan membawanya. Alysa pun dengan terpaksa mengikuti Devan dengan
tangannya yang masih di genggam erat. Sehingga selama perjalanan, sebagian
murid Star High melihat kearah mereka berdua. Alysa sempat terkejut saat tau ia
akan di bawa ke Ruang Osis. Untuk apa ia di bawa kesini? Apa yang ingin Devan
bicaran di sini? Pertanyatan-pertanyaan tersebut bermunculan dipikiran Alysa
setelah mereka berdua masuk ke Ruangan Osis. Setahu Alysa, hanya anggota Osis
yang di ijinkan memasuki Ruangan tersebut.
Devan
melepaskan genggamannya. “lo ngapain bawa
gue kesini. Bukannya tempat ini Cuma anak Osis yang boleh masuk? Nanti kalo ada
yang ngeliat gue di sini gimana?” Tanya Alysa yang melihat sekeliling
Ruangan lalu menatap Devan. “gue bawa lo
kesini bukan buat ngejawab pertanyaan lo itu” ungkap Devan yang tersender pada meja panjang, biasa
digunakan untuk jalannya rapat anggota Osis. “Oke! Jadi apa yang pengen lo omongin?” ucap Alysa masih memegang selembaran kertas
dari Naufal yang ia gulung sehingga dapat di genggam dengan mudah. Devan
terdiam, pasalnya ia tidak tau ingin berbicara apa. Yang ia tau, ia hanya ingin
membawa Alysa ketempat dimana hanya ada mereka berdua. Devan merindukan Alysa.
Devan hanya ingin melihat Alysa tanpa harus berbicara padanya, dengan hanya
melihat Alysa Devan merasa tenang.
“mm.. gimana kabar lo?” tanyanya
dengan ragu. Alysa memutarkan bola matanya, “elo
bawa gue kesini Cuma buat nanyain keadaan gue doang?” ucap Alysa tanpa menjawab pertanyaan Devan
mengenai kabar Alysa. beranjak untuk keluar Ruangan. Namun, lagi-lagi Devan
menahan Alysa. “tunggu. Gue mau ngomong
sesuatu sama lo” spontan Devan mengatakan hal itu. “apa?” jawab Alysa menatap Devan lamat-lamat. Lagi-lagi Devan
terdiam. Gue suka sama lo, Batin
Devan seperti berteriak. “van kalo lo
ngajak gue kesini cuman buat liatin lo diem. Gue gak ada waktu buat itu” ucapan
Alysa membuat Devan tersadar .
“oke-oke gue minta maaf. Gue tau Bagas gak
mau ikut lomba volley kan? Sedangkan hadiahnya itu dapet beasiswa ke Universitas Harvard yang merupakan
Universitas impian Bagas selama ini. Gue bisa bantu bujuk Bagas buat ikut lomba
itu. Jadi, lo gak usah khawatir” Devan mengubah topik pembicaraan sembari
mengembangkan senyum lebarnya. Namun saat melihat ekspresi Alysa yang datar dan
hanya terdiam membuat senyum itu pun memudar. “kenapa? Apa gue salah ngomong?” tanyanya bingung. Ia menghelai
Nafas lagi, “oke van gue mau balik
kekelas” jawab Alysa tanpa memperdulikan perkataan Devan dan mencoba untuk
keluar dari Ruangan itu. Namun hal yang sama
dilakukan oleh Devan. “tunggu, elo
kenapa? Apa yang salah?”
“nggak ada yang salah kok. Cuma apa yang
pengen lo lakuin itu nggak perlu. Toh, dia emang nggak mau. Dan gue rasa, itu
bukan jadi impian dia lagi” Alysa
mencoba menampilkan senyum tipisnya. Namun, Devan mengerutkan dahinya setelah
mendengar perkataan Alysa.”enggak lo salah. Itu impian Bagas. Dan dia
nggak mungkin ngerubah impiannya secepet itu. Gue tau dia. Gue kenal dia.gue
bakal bujuk Bagas sampe mau” yakinnya.
“silakan” Alysa
menjawab singkat, lalu ia benar-benar keluar dari Ruangan itu dan bergegas
kembali kekelasnya.
Selesai semua pelajaran yang ia pelajari, Alysa bergegas
ke lapangan outdoor dengan mengenakan baju volley berpunggung 25. Rupanya ia
sudah sangat siap untuk latihan hari ini. Meski, ini bukanlah jadwal ekskul
volley sesungguhnya. Namun teman lainnya meminta izin untuk menggunakan
lapangan untuk lomba.
Entah mengapa Alysa memikirkan Bagas, sepenuhnya ia belum
yakin dengan keputusannya untuk tidak peduli dengan Bagas. Konsentrasinya buyar
begitu saja, mengganggu jalannya latihan. Salah satu temannya menegur Alysa. “Al, lo
kenapa? Sakit?” tanya
temannya. “gue
nggak kenapa-napa kok, ayo latihan lagi” ajak
Alysa tersenyum tipis. Akhirnya Alysa berlatih dengan penuh semangat. Sejenak
ia melupakan pikiran yang mengganggunya. Hingga saat selesai pun, pikiran itu
pun samar-samar menghantuinya.
Dreett...dreett……
ponsel Alysa bergetar.
Ia langsung mangambilnya dari dalam tas nya. Melihat siapa yang mencoba
menghubunginya, “AYAH”. Sebuah nama terdapat pada ponsel Alysa yang sedaritadi
bergetar. Rupanya sang ayah menelepon Alysa, sontak membuatnya sangat senang. “halo
Ayahh” katanya dengan gembira. “ayah
apa kabar disana?” lanjutnya
tak sabar. “heheheh
ayah baik ko, sayang. Kamu sendiri gimana?” mendengar suara Ayah membuat Alysa benar-benar
sangat senang. “Alysa
juga baik kok yah. Ayah kapan pulang? Alysa kangen banget sama Ayah” ungkapan Alysa membuat sang ayah merasa
bersalah telah meninggalkan anak kesayangannya karena tugas-tugasnya.
“wahh..
ayah juga kangen banget sama kamu loh. Bentar lagi ayah sampe kok” ucap Ayah membuat kedua bola mata Alysa
membesar dan mulutnya membentuk huruf O. “ayah serius? Ayah pulang hari ini? Ayah
udah sampe mana?” tanya
Alysa tanpa memberikan kesempatan untuk Ayahnya berbicara. Dan hanya tawa yang
Ayah berikan pada Alysa, “ayah? Kok ayah ketawa sih? Apa yang lucu?
Ayah bohong ya?” tanya
Alysa ragu, kini ia masuk ke dalam mobilnya. Memakai sabuk pengaman dan siap
untuk menyalahkan mesin mobilnya dengan ponsel yang masih kokoh di telinganya. “enggak
kok, ayah nggak boong. Ini ayah lagi di perjalanan pulang. Cuma lagi lampu
merah aja kok, bentar lagi sampe. Sabar ya sayang” ucapan
ayah membuat Alysa lega mendengarnya. “oke deh yah, Alysa juga mau pulang nih.
Abis latihan buat lomba” mesin
mobilnya sudah menyala dengan senang ia mengendarai mobil putihnya.
“wah
kamu ikut lomba apa? Kok gak kasih tau ayah?” tanya
Ayahnya yang sempat terkejut mendengar anaknya ikut lomba. Lampu merah pun
berganti dengan lampu hijau. Menandakan kendaraan siap laju kembali. “nanti
Alysa ceritain kalo ayah udah sampe rumah. Sekarang Alysa tutup dulu , soalnya
Alysa lagi ngendarain mobil” ucap
Alysa. “yaudah,
hati-hati ya sayang” pamit
Ayah menutup pembicaraan. Baru saja tersenyum karena tingkah anaknya. Ayah
Alysa di kejutkan dengan pengendara motor tanpa mengenakan helm yang tiba-tiba
lewat di depannya. Sontak membuat Ayah Alysa harus menginjak rem secara
mendadak. Pengendara motor itu pun sempat berhenti dan berniat meminta maaf,
namun sepertinya sang pengendara sedang terburu-buru. Hingga saat ayah Alysa
keluar dari mobil, sang pengendara langsung pergi. “dasar anak berandal. Bawa motor nggak
hati-hati. Mana nggak pake helm. Anak remaja jaman sekarang nggak mentingin
keselamatannya” ucap
Ayah Alysa sedikit kesal, lalu ia masuk kembali ke dalam mobilnya.
#27
“Assalamualaikum..” suara yang tak asing terdengar di telinga Alysa yang sedang asik duduk di sofa dengan beberapa novel romance-nya. Menaruh novelnya begitu saja, dan berlari menuju pintu. Memeluk pria parubaya dengan erat. “omg. I miss you so much, daddy.” Ucap gadis yang selalu berkunci satu. “ow. Miss you too so much, my honey” memeluk erat putrinya. “i have something for you, honey” lanjutnya. “something? what?” kata Alysa yang berusaha menebak dalam pikirannya. Ayah Alysa mengeluarkan bingkisan dari dalam tas berbentuk koper kerjanya yang berwarna hitam. Alysa nampak terlihat senang saat sang Ayah mengeluarkan bingkisan dari kopernya. Langsung ia merebut bingkisan itu dari tangan ayahnya, membuat sang ayah melebarkan senyumnya.
“Assalamualaikum..” suara yang tak asing terdengar di telinga Alysa yang sedang asik duduk di sofa dengan beberapa novel romance-nya. Menaruh novelnya begitu saja, dan berlari menuju pintu. Memeluk pria parubaya dengan erat. “omg. I miss you so much, daddy.” Ucap gadis yang selalu berkunci satu. “ow. Miss you too so much, my honey” memeluk erat putrinya. “i have something for you, honey” lanjutnya. “something? what?” kata Alysa yang berusaha menebak dalam pikirannya. Ayah Alysa mengeluarkan bingkisan dari dalam tas berbentuk koper kerjanya yang berwarna hitam. Alysa nampak terlihat senang saat sang Ayah mengeluarkan bingkisan dari kopernya. Langsung ia merebut bingkisan itu dari tangan ayahnya, membuat sang ayah melebarkan senyumnya.
di ikuti dengan langkah mereka menuju ruang tamu. “ayah mau kekamar dulu. Kamu siap-siap, kita
makan malem di luar” ucap sang ayah menaiki beberapa anak tangga. Alysa
bersorak gembira, mengambil ponselnya yang di letakkan di atas meja kaca.
Menekan beberapa nomor yang diingatnya dan menunggu jawaban dari nomor yang di
hubunginya.
“hallo
sayang. Ada apa?” tanya
seorang wanita dari balik telepon. “hallo
ma. Mama nanti pulang cepet gak? Soalnya Ayah ngajak dinner diluar” jawab Alysa dengan penuh semangat, berharap
sang mama bisa pulang lebih awal dari jam pulang biasanya. “nanti mama usahakan pulang lebih cepet ya, sayang. Mending sekarang
kamu siap-siap mandi terus ambil wudhu. Pasti kamu belom mandikan? Dan bentar
lagi maghrib kan” perintah mama yang tak pernah lelah menasehatinya. “iyaa ma, siap. Bye ma sampe ketemu di rumah
ya” ia mengakhiri panggilannya setelah sang mama ngucapkan tanda perpisahan
di telepon. Lalu, ia menuju tangga, membawa tas sekolahnya dan sampainya di
kamar. Ia langsung membersihkan diri. Dan memilih pakaian yang cocok untuk
dirinya. Ia memilih
Dress hitam selutut
tanpa lengan dengan kerutan di bagian
pinggang. Membentuk lekukan pinggannya yang ideal, ditambah hiasan kalung yang
menggelayut hingga dada. Serta rambut hitam bergaya Bunches sepunggung, tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal.
yang tergerai dengan sangat cantik. Disertai polesan bedak yang amat tipis dan
lips gloss strawberry kesukaannya. Dilengkapi juga dengan sepatu flat hitamnya,
sangat cantik. Kini, Alysa bergegas
kebawah menuju ke halaman depan yang nampaknya ayah sudah menunggu dirinya.
Dengan senyum manisnya, Alysa menyapa sang Ayah dengan
penuh keramahan. “Haii Ayah” ucapnya
lembut. Ayah menatap Alysa dengan penuh kekaguman. Tidak terasa, sang anak
semakin dewasa dan semakin cantik. “wahh..
anak ayah cantik sekali” ucapnya merangkul Alysa sangat erat. Alysa
membalas rangkulan sang ayah dengan senyuman.
“yaudah yuk berangkat.” Lanjutnya menuntun Alysa ke mobil. Namun,
Alysa menahan sang ayah saat ia mengingat sesuatu. “tunggu yah. Mama kan belom pulang” kata Alysa. “tadi mama bilang ke Ayah, dia nyusul. Yukk
berangkat” jawabnya. Mereka pun siap
menuju kesuatu restoran. Tempat dimana mereka biasa berkunjung saat dinner.
Betapa bahagianya Alysa, bisa berkumpul bersama lagi.
ARTA’S SEAFOOD. Restoran Seafood milik keluarga Arta,
keluarga berdarah Belanda dan Prancis yang
tinggal di Indonesia cukup lama. Sukses dengan Restoran Seafoodnya.
Dengan turnamen ruangan yang begitu mewah, layaknya Restoran Luar Negeri.
Terdapat panggung sederhana nan kecil dilengkapi dengan beberapa alat music
untuk yang ingin bernyanyi.
Mereka menuju kemeja 05 yang sudah di Reserve oleh
sang Ayah. Meja yang tidak terlalu jauh dari panggung sederhana nan kecil. Alysa
menduduki kursi yang menghadap ke panggung dengan tersenyum. Di ikuti Ayah yang
duduk di sampingnya. Meraih buku menu yang sudah tersedia di atas meja dan
mulai memilih makanan. Hingga seorang
pramuniaga datang membawa buku kecil dan pulpen untuk menulis pesanan. “Excuse me, do you want to order now, Sir?” ucap
sang pramuniaga itu. “yes. I want to a
cup Coffee Vietnam and Lobster curry” jawab Ayah. “and me, I’d like to the Ice Bubble Milk Tea and Shellfish Sauce Curry”
lanjut Alysa yang tak lupa untuk tersenyum lagi. Sang Pramuniaga mencatat
pesanan. “Okay. I would repeat the order.
One Cup Coffee Vietnam, one lobster curry, one glass Ice Bubble Milk
Tea, and Shellfish Sauce Curry” ucapnya. Ayah hanya mengangguk saat sang
Pramuniaga itu mengulangi pesanannya.
“please
wait a few minute, by listening to a
song that will performed. Sir” lanjut
sang Pramuniaga dengan tersenyum dan meninggalkan meja itu bergegas
mengantarkan pesanan. Alysa menunggu penampilan
yang akan seseorang tampilkan. Persis seperti Pramuniaga itu bilang. Akan ada
yang menyanyi di panggung sederhana itu.
Dan kini, kedua bola mata Alysa tertuju pada beberapa anak laki-laki
yang ingin menaiki panggung. Persis di samping panggung sederhana. Membentuk
lingkaran yang tidak beraturan untuk melakukan doa agar mereka menampilkan yang
terbaik. Karena tidak sembarang orang yang bisa bernyanyi di ARTA’S SEAFOOD.
Selesai berdoa sepertinya mereka siap untuk menampilkan
yang terbaik. Tanpa di sadari sang Mama pun tiba dengan mencubit pipi Alysa,
sontak membuatnya kaget dan ia berdiri. Mencium sang mama lalu di ikuti oleh
sang ayah. Layaknya suami istri saat melepas rasa rindu. “mama mau makan apa? Nih pesen. Aku sama Ayah udah pesen.” Ucap
Alysa memberikan buku menu dengan semangat. “mama
samain aja kaya kamu deh. Excuse me,” ucap mama mengangkat tangan kanannya
untuk memanggil pramuniaga. Beberapa lama setelah mama mengangkatkan tangannya,
pramuniaga pun menghampiri meja 05. “Can
I help you, Mam?” ucap pramuniaga
tersebut. “I want to order a glass
Cappucino Ice and Shellfish Sauce Curry with Mayo” ucap mama.
#28
Semua menunggu pesanan sembari bercerita. Ayah menanyakan bagaimana
ia di sekolah dan Alysa menceritakan semuanya dengan di aluni music yang
dinyanyikan di panggung sederhana itu tanpa melihat siapa yang bernyanyi dan
bermain alat music. Lagu Let me Love You
dari Justin bieber dinyanyikan dengan
versi mereka, lalu dilanjutkan dengan lagu We Can’t Stop dari Miley Cyrus.
Membuat sang mama melihat mereka dengan kagum. dan menyadari sesuatu. “Sa.. itu bukannya temen kamu ya?” kata mama menunjuk salah satu dari mereka. Membuat
Alysa dan Ayah melihat kearah yang Mama tunjuk.
“yang
mana ma?” jawab Alysa seperti masih menegaskan seseorang. “itu yang main drum. Siapa namanya? Mama
lupa” kata mama. “ohh iya ma. Itu
Bagas ma” ingat Alysa. mereka
menyaksikan Bagas dan teman-temannya bermain, namun kali ini bukan dengan Devan
dan yang lain. setelah selesai, mereka turun dari panggung dan di hampiri oleh
Tuan Arta pemilik Restoran. Alysa yang tak sabar memanggil Bagas dari mejanya
dan melambaikan tangan seolah mengisyaratkan bahwa Alysa menyuruhnya untuk ke mejanya. Bagas pun
menengok kearah Alysa, memberikan senyuman manisnya. Dan meminta izin kepada
teman-temannya untuk menyapa temannya yang ada di meja 05. Setelah mendapatkan
izin, Bagas bergegas dan menyapa kedua orang tua Alysa.
“Halo
om, tante.” Kata Bagas memberikan senyum lebarnya. “Halo” ucap mama dan ayah. “silakan duduk nak. Kita makan bareng-bareng”
ajak mama menyiapkan bangku di sebelah Alysa. “maaf tan, tapi Bagas masih ada urusan dan gak enak ntar ganggu” tolak
Bagas. “sebentar aja gas. toh temen-temen
lo juga kayanya lagi pada istirahat tuh.” Jawab Alysa, matanya mengarahkan kearah meja
yang teman-temannya Bagas tempati. Tidak terlalu jauh dari meja mereka. Bagas
pun melihat kearah meja 08 dan berubah pikiran. Ia duduk di samping Alysa. “ gas
tadi lo keren bangett. Kok gue gak tau ya kalo lo bisa main alat music?” kata
Alysa yang terkagum-kagum. Bagas melebarkan senyumnya, “iya, karena gue jarang main di sekolah. Tapi kalo di rumah…” jawab Bagas yang tiba-tiba berhenti berbicara
seolah mengingat sesuatu. “di rumah?
Rumah lo?—“ tanya Alysa yang terpotong dengan datangnya pramuniaga sembari
membawa makanan yang tadi di pesan.
“oh
iya mbak, saya mau order lagi. Bagas mau pesen apa nak? Ayo pesan... jangan
malu-malu” tawar
Ayah dan lagi-lagi Bagas tersenyum. “iya
om. Mmm saya order Vanilla Late Ice With
Cream sama Kepiting Saus Tiram Extra” kata Bagas. Sembari menunggu pesanan
Bagas. Mereka pun sedikit berbincang-bincang. Seperti biasa, sang Ayah yang
lebih banyak berbincang dan bertanya kepada Bagas. Sedangkan, sang Mama dan
Alysa terkadang menimbrung. Hingga akhirnya, pesanan Bagas pun tiba. Mereka
menyantap makanan tanpa ada yang berbicara. Sangan sopan dan sesuai etika.
Beberapa lama setelah mereka menyantap makanan yang ada, kini mereka sudah
selesai menghabiskan semua yang di pesannya tadi. Lalu, melanjutkan perbincangannya.
Tidak terasa malam semakin larut. Namun, Restoran Seafood
itu pun masih dibanjiri pengunjung. Hingga sudah saatnya untuk keluarga Alysa
pulang. Alysa dan Bagas pun duluan kedepan, menunggu di depan Restoran sembari
basa-basi. “thank ya sa atas dinner nya” ucap
Bagas, Alysa melebarkan senyumnya, “santai
aja kali gas” ucapnya. “btw malam ini
lo beda banget sa. Lo cantik banget” puji Bagas yang menatap Alysa
lamat-lamat sehingga ia merasa sangat salah tingkah. “ah apaan sih lo gas. bisa aja ngejeknya” ucap Alysa sembari
memukul bahu Bagas, agar ia tidak terlihat sedang salah tingkah. “dihh, gue serius sa. Lo cantik banget.
Melebihi Milla” ungkap Bagas dengan serius. Ih kenapa gue jadi salting gini coba. Benaknya membuat Alysa
terdiam bisu. “beruntung ya Devan suka
sama lo” ucapan Bagas mengagetkan Alysa yang sedang terdiam bisu hingga
tidak mendengar jelas apa yang Bagas ucapkan. “ah apa gas? lo ngomong apa? Siapa yang suka? Sama siapa?” kata
Alysa polos. Bagas menggaruk keningnya dan sedikit mengerutkan keningnya. “eh.. enggak kok sa, bukan apa-apa heheheh” ucap
Bagas tercengir. Kedua orang tua Alysa pun tiba, mengajak untuk segera ke
mobil.
“Bagas
kamu mau bareng?” tawar Ayah Alysa yang mulai bergegas. “gak usah om, nanti ngerepotin. Nanti Bagas
bareng sama temen-temen aja. Makasih ya om, tante. Atas dinner nya” ungkap
Bagas yang sangat berterimakasih. “yaudah
kalo gitu tante sama om dan Alysa pulang duluan ya, kamu hati-hati” nasihat
Mama Alysa . kini, Mama dan Ayah menuju ke parkiran dan diikuti oleh Alysa di
belakang. “bye gas. oh iya, besok latihan
terakhir buat lomba. Kalo lo berubah pikiran, lo latihan aja ya. Kita masih
nunggu keputusan lo kok” ucap Alysa dengan sangat pelan dan berhati-hati,
takut nanti Bagas kesal karena membahas hal itu. Namun, Bagas hanya tersenyum
lebar dengan mengangkat jempol kanan.
Hingga pagi ini pun banyak yang sibuk. Mama, Ayah, Alysa,
Milla, dan teman-teman Star High yang mengikuti lomba. Mereka benar-benar
mempersiapkan semuanya. Berlatih sebisa mungkin untuk menjadi yang paling hebat
dari yang terhebat. Hari esok merupakan perjuangan untuk Alysa yang ingin
mendapatkan beasiswa itu. Alysa mengikuti beberapa jam pelajaran. Saat bel
istirahat ia dan teman-temannya mulai berlatih hingga akhir pelajaran. Begitu
pun dengan Milla, yang langsung ke Lab. Sains untuk persiapan lombanya. Lalu
lalang anak-anak tak menganggu jalannya latihan. Namun, pandangan Alysa
terkadang tertuju kearah kantin. Mencari sosok Bagas. Ia berharap Bagas berubah
pikiran . tapi sepertinya, Bagas benar-benar tidak merubah pikirannya. Alysa
melepaskan semua kekecewaan dan harapannya. Hingga terdengar sorak dari arah
podium bendera, ia melihat siapa yang bersorak lalu melebarkan senyumannya.
Melupakan akan kedatangan Bagas yang sepertinya tidak akan datang.
“ALYSAAAA…
SEMANGATTT ALYSAAA!! ALYSAAA PASTI BISAA” sorakan dari Naufal dan Tia
sembari memukul-mukul botol mineral yang
kosong membuat sedikit keributan hingga sebagian murid yang berlalu lalang
memperhatikan mereka. Namun, mereka sangat mengabaikan, membuat Alysa semakin bersemangat. Dan sebagian lagi
menonton jalannya latihan . “wah keren
juga ya anak volley. Mantep skillnya” ucap Erik yang melihat dari kantin. “iya Rik. Eh tapi sih Bagas mana ya?
Bukannya dia ikut volley juga” tanya Stev yang mencari-cari Bagas diantara
anak volley yang lain namun tak ada Bagas. Bel masuk pun berbunyi, istirahat
telah usai. Kini, semua murid memasuki kelasnya masing-masing. Kecuali mereka
yang sedang berlatih untuk lomba.
Detik demi detik pun berlalu. Tak membuat semangat mereka
pudar. Alysa beristirahat sejenak. Duduk di kursi yang tak jauh dari lapangan.
Meminum air mineral yang kini tinggal setengah botol. “Haii” sapaan dari seseorang
mengagetkan dirinya. “Devan?” ucap
Alysa tak menyangka Devan ada disini, ia duduk di samping Alysa. “lo ngapain disini? bukannya belajar lo”
kata Alysa. “Bagas enggak ikut latihan
volley?” tanya Devan mengabaikan pertanyaan Alysa, membuat Alysa
membuang nafas dan terdiam. Lalu, ia hanya mengangguk. “gue rasa, gue harus latihan lagi” ucap Alysa yang bermaksud tidak
ingin membahasnya lagi. Alysa berdiri. “Semangat ya” kata Devan mengakibatnya
tubuh Alysa seakan kaku membeku. Devan ikut berdiri. “apa?” Alysa ingin mendengarnya sekali lagi. “semangat Alysa! semoga lo berhasil dapetin beasiswa itu” ucap
Devan sangat lembut dan tersenyum,
seperti bukan Devan yang iseng dan menyebalkan. “mm.. oke, thanks dukungannya” balas Alysa dengan membalas senyuman
manisnya. “yaudah gue balik kekelas dulu,
bye” ucap Devan yang kini melangkah pergi. Alysa masih bingung dan terdiam
dengan sikap Devan hari ini. Setelah langkah Devan menghilang dari pandangannya, Alysa melambaikan tangannya. “bye” lalu melanjutkan latihannya.
“baik
anak-anak hari ini adalah hari terakhir kalian latihan dan besok kalian
berjuang untuk menunjukan kemampuan kalian. Tidak ada keberhasilan tanpa usaha
dan doa. Scout hanya bisa membantu kalian sampai sini. Sisanya Scout serahkan
kepada kalian. Ayo semua berdiri. Latihan hari ini berakhir, kita berdoa
menurut kepercayaan masing-masing, lalu beristirahat untuk besok.” kata sang Scout memimpin doa
dan beryel-yel, kemudian mereka pulang ke rumah masing-masing. Alysa bergegas
menuju pintu gerbang, karena hari ini ia tidak membawa mobil dan Ayahnya akan
menjemput saat pulang kerja. Ia pun melihat ke Alroji. “Huufft! Masih jam 16:30, masih
30 menit lagi. nunggu dimana ya?
Sekolah udah sepi. Ahh disana aja
deh” ucap Alysa mengarah kesebuah taman yang tak jauh dari sekolahnya.
Menunggu sang Ayah sembari berjalan-jalan dan ingin membeli permen kapas yang
nampaknya lezat. Namun saat ia hampir sampai di tukang penjual berbagai permen.
Ia sempat memelankan langkah kakinya saat melihat sosok Devan ada disana
bersama beberapa anak kecil yang nampaknya anak kecil itu habis mengamen. “ayo ayo jangan berebutan ya semuanya dapet
kok, satu-satu. Oke” ucap Devan dengan sangat ramah dan bersahabat. “okeeeee!!” semangat beberapa anak kecil
itu. Alysa yang tak percaya dengan apa yang dilihat merasa bingung dan kagum
akan sikap Devan yang seperti ini.
“nah
udah pada dapetkan? Sekarang kalian pulang ya, ngamennya besok aja dilanjutin.
Ini kan udah mau malem. Oke?” perintah Devan dengan agak
membungkukan badan agar setara dengan mereka. “siaapp kak!!” serentak anak-anak itu melangkah pergi meninggalkan
tawa sembari memegang bermacam jenis permen yang mereka suka. Saat Devan menegapkan badan, ia terkejut saat
ada yang menepuk bahunya dan menoleh ke belakang. “Alysa? ngapain disini?” tanya Devan spontan. “gue abis selesai latihan dan sembari nunggu jemputan Ayah. Jadi gue
berniat beli permen kapas dulu. Btw, lo sendiri ngapain tadi? Sama anak-anak
pengamen” jelas Alysa. “ohh. Ini tadi
gue gak sengaja lewat sini, terus liat anak-anak itu yang daritadi ngeliatin
permen-permen yang mereka mau. Jadi apa salahnya gue beliin mereka.” Jelas
Devan. “oh gitu ya” jawab Alysa
singkat. “btw tadi kata lo, lo pengen
beli permen kapas kan? Mmm… bang permen kapasnya satu sama lollipopnya satu ya”
ucap Devan yang tiba-tiba memesan lalu membayar. “nih buat lo” Devan memberika permen kapas ke Alysa, Alysa sempat
bingung “buat gue? Tapi van, gue bisa
beli sendiri kok” kata Alysa memegang permen kapas dengan ragu. “udah sih terima aja, toh Cuma permen doang
kan? Santai aja sama gue” katanya
dengan datar dan melangkah pergi, namun Alysa mengikutinya dari belakang
seolah-olah Devan yang menyuruhnya.
Devan membuka plastic yang menutupi lollipopnya, lalu
memakanya. “jadi, lollipop itu buat lo?
Heheh manis” kata Alysa sembari memakan permen kapasnya yang sudah
terlebiih dahulu di buka. “iyalah buat
gue, emang buat siapa lagi coba. Apanya yang manis?” tanya Devan sembari
mengisap lollipopnya. “elo. Elo manis.
Maksud gue,cowok nyebelin, rese, dan sok kaya lo suka sama lollipop yang jelas-jelas
berlawanan sama sikap lo” ledek
Alysa yang kini berdiri persis disebelah Devan. sedangkan Devan tetap mengisap
lollipop itu. “Ya. Gue emang suka
lollipop dan gak ada yang tau selain lo. Jadi kalo ada yang tau tentang ini.
Elo orang pertama yang bakal gue salahin” ancam Devan, mengarahkan lollipopnya ke Alysa, seakan menunjuk Alysa. Alysa
hanya mengangguk. “dan gak ada urusannya sikap gue sama gue suka
lollipop. Because my attitude is based on how you treat me. Okay.” Lanjut Devan membuat Alysa hanya
mengangguk dan memutar kedua bola matanya, “dasar
cowok lollipop” desisnya pelan. “oh
iya, Ayah lo belum jemput lo juga?” tanya Devan mengingatkan Alysa bahwa
saat ini jam kantor berakhir. “oh iya!
Udah jam segini pula.” Ucap Alysa menepuk dahinya dan langsung melihat ke
arlojinya. “yaudah yuk gue anterin lo
balik. Daripada lo balik jalan kaki, mau kaki lo copot? Yuk” ajak Devan
yang langsung bergegas ke motor ninja merahnya tanpa menunggu persetujuan dari
Alysa. saat Alysa ingin menaiki motor Devan, mobil sang Ayah pun datang,
membuat Alysa dan Devan melihat sang Ayah keluar dari mobil.
“maaf
sayang, tadi Ayah ada meeting jadi telat jemput kamu” ucap
sang Ayah. “iya yah gpp kok, tadi baru
aja mau di anterin sama Devan” jawab Alysa yang menunjuk kearah Devan. “oh iya yah, kenalin ini Devan temen sekolah
Alysa” lanjutnya. “Haii om, saya
Devan” sapa Devan sembari tersenyum. Namun, sang Ayah menatap Devan sangat
sinis. “kamu anak yang waktu itu bawa
motor ngebutkan? Yang hampir saya tabrak? Kamu mau bawa anak saya pulang bareng
kamu sambil ngebut-ngebutan, iya? Jangan coba-coba ngajak anak saya untuk
nghebut-ngebutan dan jauhi anak saya. Saya tidak suka kamu dekat dengan anak
saya. Ayo pulang sa” ucap sang Ayah membuat Alysa ataupun Devan terkejut. “Ayah. Ayah kok gitu sama Devan? Devan Cuma
ngajakin Alysa pulang bareng yah, dia juga gak ngebut-ngebutan kok, ayah jangan
ngomong gitu” jelas Alysa. “kamu
jangan berusaha belain dia. Dia bukan anak baik-baik. Cepet! Kamu masuk mobil” perintah
Ayah, “tapi yah….” . “kalo
ayah bilang masuk. Masuk!” potong sang Ayah. Alysa pun bergegas ke dalam
mobil. Sedangkan Devan mencoba meminta maaf namun sang Ayah tetap berkata sama
dan meninggalkan Devan sendiri.
Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca! Silakan berpendapat Jika ada yang tidak benar :)
