#5
Minggu yang sangat cerah, tapi tidak
secerah hati Milla. Milla terdiam
sejenak, pikirannya seketika kacau, membuat ia mengingat masa-masa bersama
Mike, masa dimana mereka saling tertawa bersama, menghabiskan hari demi hari.
Bagi Milla, Mike adalah sebuah anugrah yang Tuhan ciptakan untuk dirinya,
semenjak Mike masuk dalam kehidupan Milla , semua berubah. Milla sudah di
tinggal ayahnya saat ia berusia Tujuh tahun karena sebuah kecelakaan mobil
terjadi.
dimana saat Milla menantikan ayahnya pulang karena saat kejadian itu terjadi Milla sedang berulang tahun yang ke Tujuh, sebelum meninggal mereka sempat berbicara di telepon, Milla meminta hadiah kalung dengan bandul berbentuk hati. Itu terakhir kali ia berbicara dengan ayahnya, saat kecelakaan terjadi, Milla memeluk erat hadiah yang terkena darah ayahnya.
Milla berjanji untuk selalu mengenakan kalung itu. saat itu Alysa yang menenangkan Milla. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Kini, kejadian itu terjadi kembali menimpa orang yang sangat Milla sayang setelah orang tuanya.
dimana saat Milla menantikan ayahnya pulang karena saat kejadian itu terjadi Milla sedang berulang tahun yang ke Tujuh, sebelum meninggal mereka sempat berbicara di telepon, Milla meminta hadiah kalung dengan bandul berbentuk hati. Itu terakhir kali ia berbicara dengan ayahnya, saat kecelakaan terjadi, Milla memeluk erat hadiah yang terkena darah ayahnya.
Milla berjanji untuk selalu mengenakan kalung itu. saat itu Alysa yang menenangkan Milla. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Kini, kejadian itu terjadi kembali menimpa orang yang sangat Milla sayang setelah orang tuanya.
Milla tersadar ketika bunyi pintu lift
terbuka, ia menelusuri lorong bercat putih dengan beberapa lukisan dinding. Ruang
303 . Tertulis sebuah nama Michael . disebelah pintu masuk,
merupakan Ruangan dimana Michael atau yang sering di sebut Mike dirawat, dengan
pelan Milla membuka pintu ruangan Mike. Ia langsung mendekat ke bibir kasur
tempat dimana Mike tampak tertidur pulas dengan tabung oksigen dan alat
pendeteksi detak jatung lainnya. Bola mata Milla berkaca-kaca. kini membendung
air mata, lalu meneteskannya, menghelai nafas berat. Milla terduduk dibangku
yang sudah tersedia di sebelah kasur tempat Mike tidur, menggenggam erat tangan Mikenya dan mencium punggung tangan
Mike dengan lembut. Masih di pegang erat oleh Milla.
"Pagi Mikenya Milla, Apa kabar kamu
disana? Gimana tidurnya.... Ka.. Kapan kamu mau buka mata kamu, aku kangen
kamu, kamu nggak kangen aku ya. aku masih cinta banget sama kamu Mike, aku
sayang banget sama kamu. Udah Satu tahun lebih sejak kejadian itu ya Mike, tapi
Aku nggak bakal ninggalin kamu dalam keadaan kaya gini Mike, jadi kamu nggak
usah khawatir," suara
Milla bergetar, air matanya menetes dengan cepat, memendam kesedihan yang
sangat amat dalam, dan kini tangis Milla pecah.
"Mike
wake up please, please mike. I need you now. Really. MIKEE! I'm in love with you, always I do. God, bless
my mine please. Kembalikan dia kepadaku."
Milla berhenti menangis, dan mencoba
menghelai nafas beratnya untuk kesekian kalinya, menghapus air mata, berusaha
tegar. Milla meletakkan tangan Mike dengan posisi semula lalu ia juga
berpamitan pada Mike, karena ia langsung berziarah ke makam ayahnya. Meski
Milla tau, Mike tidak akan menjawab semua perkataannya, tapi ia yakin Mike
mendengarnya ditempat Mike berada sekarang. Mike perlahan melangkah,
meninggalkan Mike yang tertidur pulas sendirian. Milla menuju ke parkiran.
Lekas pergi dengan mobilnya menuju makam sang Ayah.
Ketika Milla sampai dimakam ayahnya, ia
sempat terkejut melihat ada buket bunga mawar kuning yang masih segar. Ia berfikir,
siapa orang yang berziarah ke makam ayahnya. Hingga seketika ponsel Milla pun bergetar,
Milla merogoh kantung celana dan melihat ada Satu pesan yang ternyata dari
Alysa.
To: Milla Andiani
From: Alysa Avriel New message! Milla maaf gue enggak sempet kabarin lo kalo hari ini gue ziarah ke makam ayah lo, kebetulan gue sekalian ziarah ke makam paman gue. Heheh, semoga ayah lo seneng ya dengan mawar kuningnya, kata orang sih mawar kuning artinya ketenangan gitu, jadi gue kasih warna kuning, biar ayah lo tenang disana :) |
Milla tersenyum gemas saat melihat isi pesan Alysa, membalas pesan itu secepatnya.
To: Alysa Avriel
From: Milla Andiani Thank you so much dude, ayah pasti seneng ko dengan pemberian lo :) Reply! |
Setelah berziarah, Alysa kini menuju toko
buku, berniat membeli beberapa novel baru. Setelah itu ia langsung ketempat
makan. Dunkin Donuts favorite nya. Alysa menunggu di meja nomor 28 dekat dengan
kaca yang mengarah ke jalan raya, sehingga ia bisa melihat lalu lalang mobil
dan orang-orang. Setelah menunggu, akhirnya pesanan Alysa pun siap. Ia
menyantap donat pertamanya sembari
membaca novel yang baru saja Alysa beli.
"Mbak saya pesen ini sama yang inii ya, 3 , take
away" pesan
Devan
"Iya mas, silakan tunggu sebentar ya"
Devan mengeluarkan ponselnya, mulai
mengirim pesan di group teman-temannya.
Devan :"Woy pada bisa main nggak dirumah gue"
Erik: "Main air van"
Steve : "Main petak umpet"
Radit : " Main gundu"
Bagas : "Main kuda-kudaan"
Erik : "Lo yang jadi kuda nya Gas"
Devan : "Gue serius bego"
Radit : "woy serius dongo"
Bagas : "galak"
Steve :
"galak(2)"
Erik :
"galak(3)"
Radit :
"galak(4)"
Devan :
"galak(5) bercanda
mulu nih, serius dong, pada bisa nggak nih tai"
Radit : "bisa-bisa"
Bagas : "koplakk devan"
|
Kelakuan teman-temannya kini membuat Devan jengkel. Ia memasukkan ponselnya kembali dan mengalihkan pandangannya sekeliling. Ia tidak percaya melihat Alysa ada di tempat ini, Devan menunjukkan senyum lebarnya, berjalan ke meja nomor 28. Devan senang saat melihat adanya Alysa, menurut Devan, kini Alysa seperti kucing yang menggemaskan saat di jaili.
"Woy.." Devan mengageti Alysa dengan menggeprak meja, membuat orang di
sekitarnya melihat mereka kini.
Alysa terkejut, berhenti membaca novel dan
menatap Devan kesal, "apa-apaan sih lo, berisik tau nggak." ketusnya jengkel. "Ngapain lo
disini? Wah Ngikutin gue lo ya. Please, nggak usah ganggu hidup gue van." Alysa memohon
"Dih siapa juga yang ngikutin lo. Najis. Gue lagi nunggu pesenan gue" menaikan alis kanannya.
"Terus kenapa nunggunya disini? Udah sana di meja lain
aja. Ganggu aja." lanjut
membaca novel.
Devan melihat sekeliling, "sayangnya
meja lain udah penuh tuh".
"Disini juga udah penuh. Ada gue yang nempatin meja
ini duluan." Alysa
sangat jengkel.
"Tapi, disini kan masih ada bangku kosong. Noh lo
liat, di meja lain bangkunya udah di isi semua." Devan
menunjuk ke sekeliling Dunkin, "anggep aja gue nemenin sih
jones" ledek Devan mendengus
geli.
Alysa tak tahan dengan Devan, membuat ia
geram, menutup novel kemudian berdiri bergegas meninggalkan Dunkin, tidak.
Meninggalkan Devan. Menyisah kan beberapa Donuts yang Alysa pesan, Devan
mengambil Satu Donuts yang Alysa pesan. Untungnya saat waktu yang bersamaan pesanan
Devan sudah jadi, ia langsung membayar dan mengejar Alysa.
Saat Alysa sampai di parkiran, Devan
memanggilnya membuat Alysa memutar matanya dan menghelai nafas.
"Ngapain lagi sih." ketus Alysa kesal
"Tunggu dulu dong, buru-buru amat, kaya di kejar anjing." kata Devan mengatur ritme
nafas karena ia berlari mengejar Alysa. "Bodo" gumam Alysa
"Lo ketinggalan sesuatu." setelah mengatur nafas, kini
Devan memakan sebagian Donuts yang ia ambil
di meja nomor 28 . itu memang donuts Alysa yang ditinggalkan begitu
saja.
Alysa nampak bingung, sepertinya ia tidak
meninggalkan apa-apa. "Gue enggak..." .
"Nih. Lo ninggalin sisa Donuts lo." Devan memasukan sebagian
donuts yang ia makan ke mulut Alysa
dengan kasar. Memaksa Alysa mengigit
donuts itu, "ihh apa-apaan sih lo, nggak sopan banget. Jorok tau, ini
bekas lo." sontak membuat Alysa
kesal, melepehkan Donuts dari mulutnya dan mengusap mulut menggunakan punggung
tangan Alysa.
"Ye bego, malah di lepehin. Lo udah
beli pake uang terus lo lepehin gitu aja. Sama aja lo buang-buang uang
lo."
"Peduli amat lo. Uang-uang gue. Lagian gue udah
kenyang dan itu juga bekas mulut lo. Jorok." desis Alysa sinis, ia langsung
masuk mobil dan pergi meninggalkan Devan sendiri.
Dasarr cewek gila. Bisanya buang-buang
uang. Gumamnya menggelengkan kepala, ia lalu menuju ke mobilnya
yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
Tiba dirumah, Devan bergegagas menuju
ruang tamunya. Berniat menunggu ke 4 temannya. Ia cukup kaget ternyata Devan
lah yang sedari tadi ditunggu oleh teman-temannya.
"Nah ini dia. Ini tuan rumah baru dateng. Kemana aja
lo van" seru
Bagas. menghampiri, Menepuk pundak Devan. Mengikuti langkahnya.
"Au kita nunggu sejam lalu bego", lanjut
Erik meledek
Devan mendengus geli, "pala lo
botak. Gue sent message 20 menit yang lalu" meletakkan Dunkin di meja ruang tamu. Ia
terduduk di sofa berwarna putih. "Tuh gue abis beli sesajen buat lo
pada".
"Dikira kita penunggu pohon pete kali". Ketus
Steve membuka bingkis Dunkin lalu mengambil satu dounats ke sukaannya untuk dimasukkan ke mulutnya.
"Lu mah penunggu pohon toge bego
step" ledek
bagas. Melakukan hal sama seperti Stev.
Saat Devan mengamati teman-temannya, ia baru ingat. Satu
temannya tidak ada di sini. Tidak ada dalam kumpulan orang dongo. Tidak
termasuk Devan. Karena Devan duduk di sofa sedangkan Ketiga temannya duduk di
karpet berwana merah marun menyantap Dunkin lezat dengan rakus. begitu
pemikiran Devan. Jahat.
"Radit kemana?"
tanya Devan
"Bokerr di empang" jawab Erik polos.
"Jorok bego"
ketus Bagas
"Ye serius gue Rik." Devan kesal
"Gue juga serius van, lo cek aja coba di
empang" Erik
memastikan.
Devan menghelai nafas lelah. Lelah karena
temannya sendiri.
Lalu Devan mengalihkan pandangannya ke layar ponsel yang sedari tadi saat ia di dunkin bersama Alysa, terus bergetar. Seperti biasa. Pesan dari cewek-cewek Star High memenuhi ponsel Devan. Dan seperti biasanya, ia mengabaikannya dan malah mengetik pesan untuk Alysa. Setelah ia selesai mengetik pesan, jempolnya tertahan untuk menekan Sent. Ngapain gue nulis pesan buat tuh cewek, Kurang kerjaan. Benak Devan, pesan untuk Alysa sekarang tersimpan sebagai draf. Devan menaruh ponselnya di sofa begitu saja.
Lalu Devan mengalihkan pandangannya ke layar ponsel yang sedari tadi saat ia di dunkin bersama Alysa, terus bergetar. Seperti biasa. Pesan dari cewek-cewek Star High memenuhi ponsel Devan. Dan seperti biasanya, ia mengabaikannya dan malah mengetik pesan untuk Alysa. Setelah ia selesai mengetik pesan, jempolnya tertahan untuk menekan Sent. Ngapain gue nulis pesan buat tuh cewek, Kurang kerjaan. Benak Devan, pesan untuk Alysa sekarang tersimpan sebagai draf. Devan menaruh ponselnya di sofa begitu saja.
"eh van jadi cewek mana lagi yang lo gebet?" suara
Radit yang membuat Devan menoleh ke belakang
"Apaan sih lo, dateng-dateng ngomongin gituan" Devan bete.
"Gimana dit, lega?" tanya Erik dengan polos
"Iya, lega. Sekarang perut gue kosong nih." Radit mengkode agar di
tawarkan Dunkin
"Bisa aja kecebong kode nya" celetuk Steve
Radit menghampiri ke Tiga temannya yang sedang menyantap Donuts
dan ia ikut nimbrung. lalu meneruskan perkataannya ke Devan " gue tadi
liat feed, sih Chloe nulis pm nama lo. Lo jadian ama dia?"
"What. Demi apa lo nembak
Chloe van?" Steve
terkejut,
"Bukan gue yang nembak, tapi dia." jawab Devan dengan santai.
Sontak membuat ke Empat temannya terkejut. Pasalnya Chloe cewek blaster yang amat cantik dan banyak cowok yang mengejarnya bahkan bisa di liat kalo Chloe tidak pernah menyatakan perasaan pada seseorang, tapi kali ini siklus Chloe berbeda. Ia juga kurang disukai kalangan wanita di Star High. Karena sifatnya yang sombong dan belagu. Bahkan menurut Chloe, pertemanan itu ada levelnya. Ia hanya memilih teman dengan level yang setara dengan dirinya.
"Bukan gue yang nembak, tapi dia." jawab Devan dengan santai.
Sontak membuat ke Empat temannya terkejut. Pasalnya Chloe cewek blaster yang amat cantik dan banyak cowok yang mengejarnya bahkan bisa di liat kalo Chloe tidak pernah menyatakan perasaan pada seseorang, tapi kali ini siklus Chloe berbeda. Ia juga kurang disukai kalangan wanita di Star High. Karena sifatnya yang sombong dan belagu. Bahkan menurut Chloe, pertemanan itu ada levelnya. Ia hanya memilih teman dengan level yang setara dengan dirinya.
"Terus.. Terus, lo terima dia?" tanya Bagas penasaran.
"Kapan Chloe nembak lo? Ko kita nggak pernah
tau" lanjut
Erik sinis
"Dua hari yang lalu, pas gue selesai rapat Osis.
Tiba-tiba dia udah stay di depan mobil gue. Gue pikir tuh cewek minta di
tabrak. Terus nembak gue, tapi gue bilang. Gue pikir dulu." jelas Devan
"Wow. Gila Devan. Cewek
berkelas kaya Chloe bisa-bisaan nembak lo."
Bagas pasang muka kagum dan memberi Devan a plus
Bagas pasang muka kagum dan memberi Devan a plus
"Najis. Alay. Biasa aja kali. Gue
juga nggak bangga-bangga amat. Kalo gue dapetin Alysa, baru gue
seneng" ceplos
Devan. Membuat ke empat temannya membesarkan mata dan mulut mereka membentuk
huruf O saat mendengar nama Alysa.
"Barusan lo bilang apa van? Nggak salah tuh. Selera lo
rendah banget. Najis" ungkap
Radit.
"Au lo van, tiba-tiba selera lo yang
modelan kaya gitu. Eh tapi kalo di pandangin Alysa cantik juga. Ada lesung
pipinya, manis deh." kata
Bagas memuji Alysa, membuat ke empat temannya kini memandang Bagas kaget.
"Jadi selama ini lo diem-diem mandang Alysa? Wah gila
lo ndro" Erik
menggelengkan kepala.
"Diabetes abang, neng" ledek Steve.
Membuat Devan bete mendengar pujian Bagas.
Kenapa teman-temannya serius. Padahal ia hanya bercanda, terutama ungkapan
Bagas yang sepertinya tulus dari benaknya.
"Gue bercanda doang kali. Mana mungkin gue suka cewek model dia. Bringas gitu." tembak Devan.
"Kenapa lo nggak ngelakuin hal yang Chloe
lakuin?" tanya
Bagas
"Ngelakuin apa?"
Devan bertanya, membuatnya menaikkan alis kanannya.
"Tulis nama dia di pm" secara bersamaan ke empat
temannya membuat Devan melongo.
"Nggak penting. Lagian lo
semua tau gue kan. Gue nggak pernah serius, gue terima dia karena kasian. Kalo
gue tolak ntar harga diri Chloe ngerasa rendah lagi." ucapan Devan membuat empat
temannya hanya mengangguk dan melanjutkan makan.
#6
Sudah dua minggu, Alysa tidak bertemu
Naufal dan membuat hatinya senang. Mungkin ia telah berhasil menjalankan usahanya
untuk melupakan Naufal. Kini ia mulai tenang untuk makan di kantin lagi bersama
Milla.
"Cie ceritanya udah berhasil nih, ngelupain
doi?" ledek
Milla tersenyum manis
"Ah iya, kayanya sih gitu Mil. Bahagianya diri
ini" ungkap
Alysa merasakan keberhasilan yang mendalam. Alay.
"Yakin? Siap dong buat ketemu dia nanti?" ledek Milla iseng
"Mm.. Jangan bilang lo
nyembunyiin dia, terus ntar lo nemuin gue sama dia." Alysa melotot dengan telunjuk
ke arah muka Milla seakan-akan mengancam sesuatu.
"Mana. Lo sembunyiin dimana?" celingak-celinguk, memastikan.
"Mana. Lo sembunyiin dimana?" celingak-celinguk, memastikan.
"Hahah apaan sih sa, jadi sok tau
gini. kebanyakan baca novel sih jadi halu gitu. mana mungkin gue nyembunyiin
dia." tawa
Milla membuat Alysa menyengir, menggaruk kepalanya karena malu. Pandangan Alysa
tertuju pada kedatangan Devan dan Chloe, dengan tangan Devan menggandeng Chloe
manja, mencuri semua perhatian sekitar yang kemudian tertuju kepada mereka
berdua. Menimbulkan bisikan sana sini, pasalnya banyak hati yang kecewa di
kantin. Lalu, Alysa mengabaikan mereka dan lanjut membaca novel.
Sesaat ada yang menepuk pundak Alysa,
Milla nampak terkejut. Membuat Alysa, menengok kebelakang memastikan siapa yang
menepuk pundaknya dan mengapa Milla terkejut. Seperti melihat setan. Saat
melihat ke belakang. Rupanya lebih dari melihat setan. Naufal. Ialah yang
menepuk pundak Alysa. mulut Alysa kini membentuk huruf O. Refleks membuat ia
terdiri dan salah tingkah.
"Mil kayanya gue harus balik kekelas deh, soalnya nanti ada ulangan
geografi. Bye" ucapnya bohong. grogi .
mengabaikan Naufal dan meninggalkan Milla, Tapi, Naufal mengejar Alysa. Membuat
Devan melihat ke arah mereka. "Chloe, aku permisi
sebentar ya. Ada urusan." pintanya dengan lembut sembari
melepas gandengan Chloe. "Oh iya van" persetujuan Chloe, membuat Devan
tersenyum kecil kemudian pergi meninggalkan Chloe sendiri.
Alysa melangkah cepat. Membuat Naufal
mengejarnya. Hingga di lorong menuju kelas XII IIS 1, Naufal berhasil mencegat
Alysa. Sontak Alysa membuang muka,Wajah Alysa kini memerah seperti memakai
blass on. Dan tidak akan membiarkan Naufal melihat wajah Alysa yang memerah
karenanya. ada rasa kesal dan senang saat melihat Naufal kembali.
"Sa tunggu. Mm.. Apa kabar?" basa basi Naufal.
"Baik" jawab Alysa
singkat.
"Mm.. Udah Dua minggu ya sa kita nggak ketemu. Sa, gue
pengen kita kaya dulu lagi. Main bareng, sama-sama. Gue nggak tahan sa kaya
gini. Kaku, semua berubah saat kejadian itu" pinta Naufal dengan menyesal.
Alysa mengabaikan perkataan Naufal dan masih membuang mukanya.
Dari jauh, Devan mengintip dan mendengar pembicaraan mereka. Membuat ia bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya antara Alysa dan Naufal.
Dari jauh, Devan mengintip dan mendengar pembicaraan mereka. Membuat ia bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya antara Alysa dan Naufal.
"Sa.
Lo denger gue kan? Gue pengen kita kaya dulu sa. Sama-sama. Sejak kejadian itu,
lo nyuekin gue." kata
Naufal yang membuat Alysa menatap Naufal kesal dan memaksanya untuk bicara.
"Maaf. Gue nggak bisa kaya dulu lagi fal. semua emang udah berubah. Nggak
mungkin sama-sama lagi. Dan gue mohon sama lo. Jangan bahas kejadian itu."
pinta Alysa membuatnya memohon.
"I not want to go back and forget that it's over. Gue mohon jangan ganggu gue lagi. Lo tenang aja, lo tetep jadi temen gue. Tapi, kita nggak bisa sama-sama kaya dulu. Kita selesain ini dan ngerasain kebahagiaan masing-masing. Lo bahagia sama Tia, sedangkan gue bahagia dengan kesendirian gue." kini air mata Alysa tak mampu ia bendung lagi.
Mengalir dengan cepat membasahi pipi merahnya dengan disertai senyum manisnya. Dada Alysa kini terasa sangat sesak. Ia tersedu. Memaksa kedua tangan Alysa menutup wajahnya yang sangat kacau.
"I not want to go back and forget that it's over. Gue mohon jangan ganggu gue lagi. Lo tenang aja, lo tetep jadi temen gue. Tapi, kita nggak bisa sama-sama kaya dulu. Kita selesain ini dan ngerasain kebahagiaan masing-masing. Lo bahagia sama Tia, sedangkan gue bahagia dengan kesendirian gue." kini air mata Alysa tak mampu ia bendung lagi.
Mengalir dengan cepat membasahi pipi merahnya dengan disertai senyum manisnya. Dada Alysa kini terasa sangat sesak. Ia tersedu. Memaksa kedua tangan Alysa menutup wajahnya yang sangat kacau.
Langsung saja Naufal memeluk Alysa, bermaksud menenangkannya.
Membuat Alysa mendorong Naufal. Ia tidak ingin di peluk orang yang membuatnya
seperti ini. "Jangan ngebuat gue berharap lagi" Alysa pergi meninggalkan Naufal sendiri.
Membuat Devan bisa menyimpulkan sesuatu, dan mengejar Alysa tanpa melewati
Naufal. Tepatnya, ia berjalan melewati arah yang beda. Devan tau, kemana Alysa
pergi. Devan langsung menyusul Alysa.
Devan sampai di lapangan basket indoor. Ia
tau, disana lah tempat paling pas untuk menyendiri. Dari sisi pintu masuk,
Devan dapat melihat Alysa yang sedang menangis. Rasanya seperti ia yang
membuatnya menangis. Ini pertama kalinya Devan melihat Alysa menangis tersedu.
Tangisannya pecah, membuat lapangan basket yang tertutup kini hanya menampung
suara tangisnya. Bukan sorak ramai supporter. Ingin ia memeluk, menenangkan
Alysa. Tapi, ia mengurungkan niatnya. Takut Alysa merasa terganggu. Devan pun
pergi.
#7
Sepulang sekolah Alysa langsung pergi ke
lapangan mengingat ia ada ekskul hari ini. Alysa mengikuti ekskul volly, ia
sangat baik dalam bermain Volly. Langsung saja Alysa mengambil bola volly dan
melakukan gerakan kecil bersama temen ekskulnya. Sedangkan Milla, hari ini ada
rapat yang harus di datangi, rapat Osis mengenai perpisahan kelas XII dan
pelepasan jabatan.
"Jadi kita adakan prom night? " tanya Devan selaku ketua osis
"Saya keberatan. Bagaimana jika kita menginap di suatu
desa sekalian kita melakukan baksos di desa tersebut, jadi, kita bisa berlibur
sekaligus membantu sesama. Dengan begitu kebersamaan akan sangat erat.
Bagaimana?" saran
Milla selaku wakil ketua osis
Semua anggota osis yang berada di rapat
tersebut menganggukkan kepala, nampaknya mereka setuju dengan saran Milla.
"Mm.. Okay, keliatannya semua setuju dengan saran
Milla, dan saya juga nggak keberatan, karena dengan melakukan baksos sama aja
kita meningkatkan rasa sosialisasi kita terhadap sesama. Apalagi, satu angkatan
itu banyak dan pasti bakal seru dan jadi
the best moments" pernyataan
Devan di terima anggota osis lainnya.
"Maaf tapi saya kurang setuju dengan
saran dari Milla." bantah
Tia selaku sekretaris osis. membuat semua Anggota Osis memandang ke arah Tia. "Kenapa
kita tidak mengadakan prom night seperti sekolah lain. Saya yakin, dengan
mengadakan prom. Siswa/i angkatan kita setuju." lanjut Tia.
"Saya juga yakin dengan mengadakan
baksos, semua akan setuju. Kita menghindari hal yang mungkinnya nanti akan membuat
pribadi menyesal. Prom Night bukan adat Indonesia." bantah Milla.
"Prom emang bukan adat Indonesia.
Tapi apa salahnya kita mencoba hal baru? Seperti hal nya dengan kita merayakan
Ulang tahun. Bukan kah itu tidak termasuk dalam adat Indonesia?" tanya Tia jengkel yang kini
mulai berdebat dengan Milla.
"Okay baik. Untuk masalah ini, nanti
kita bicarakan dulu. Gimana enaknya. Jangan saling berargument." potong Devan, menghentikan
perdebatan antara Tia dan Milla.
"Lalu bagaimana dengan acara
pelepasan jabatan?" tanya
salah satu anggota Osis.
"Untuk pelepasan, nanti kita minta
persetujuan dan saran dari kepala
sekolah dan pembina Osis terlebih dulu"
balas Devan. Devan menghelai nafas lega, "Baik,
rapat ini saya tutup. Dan sampai bertemu di rapat selanjutnya" ucap Devan dengan tersenyum simpul. Satu
per satu anggota Osis meninggalkan Ruang osis, karena Rapat selesai. Devan
melihat arlojinya kini pukul 16:00 . ia
mulai ikut meninggalkan ruang osis. Devan melangkah menuju parkiran, tapi
langkah terhenti mengingat hari ini ada ekskul volly, Devan pun memutar
langkahnya menuju lapangan.
Devan
duduk disudut lapangan, memperhatikan yang sedang ekskul. Mencari sesuatu, dan
akhirnya ia menemukan apa yang ia cari. Kini sepenuhnya pandangan Devan tertuju
pada seorang gadis, dengan rambut yang di kuncir satu berantakkan mengenakan baju
volly bernomor punggung 25.
Kini
senyum Devan melebar. Kembali memperhatikan. 30 menit berlalu. Ekskul
berakhir. Mereka membuat lingkaran, berdoa. Dan melakukan yel-yel. Dan
mengemaskan barang-barang. Alysa yang sedang merapihkan ikatan rambutnya di
datangi oleh salah satu temen ekskulnya.
"Sa. Daritadi Devan merhatiin lo
tuh" kata teman ekskul Alysa, membuat pandangan Alysa tertuju
pada Devan, sontak Devan tersenyum padanya.
"Lah ngapain tuh anak disitu. Kurang
kerjaan. dasar caper" katanya Sinis, mengabaikan pandangannya.
Mengenakan tas dibahu dan mulai beranjak pergi meninggalkan lapangan tanpa
mempedulikan Devan. Devan pun lantas berdiri dan mengejar Alysa yang belum
sepenuhnya meninggalkan lapangan.
"Eh sa.." sapa Devan.
"Lo ngapain sih ngikutin gue mulu.
Ngefans lo ama gue? Nggak usah segitunya kali. Gue tau gue cantik membahana.
Tapi, jangan sampe tergila-gila gitu juga kali" jawabnya
pede, seketika membuang muka lalu memandang Devan dengan jengkel. membuat Mata
Devan memutar dan merasa sangat jengkel
hingga menghelai nafas kesal.
"Nggak usah pede jadi cewek. Modelan
lo nggak ada kata cantik-cantiknya. Jangan kan cantik, membahana aja
enggak." tawa
Devan pecah, membuat Alysa sangat kesal. Lalu pergi meninggalkan Devan, dengan
gesit Devan menarik tangan Alysa, menahan. tidak membiarkan Alysa pergi. "Apa
lagi sih." bentak Alysa kesal, melepaskan tarikan Devan.
"Baper banget sih lo. Bercanda doang
kali." Ucap Devan.
"BODO" ketus Alysa
melototkan matanya. "Sekarang cepet deh lo mau apa? Gue pengen balik
nih. Gerah." ucap Alysa sinis.
"Pulang bareng gue." ajak
Devan. "Nggak. Gue bawa mobil sendiri, kalo gue balik bareng lo ntar
gimana sama mobil gue." tolak
Alysa tegas. Sejenak Devan berfikir, "oh yaudah kalo gitu gue yang
bareng lo aja" Devan sumeringa.
"Ha. Nggak. Nggak bisa. Mobil lo gimana bego" larang Alysa mengerutkan dahinya.
"Elah. Mobil mah gampang, tinggal nyuruh satpam rumah gue buat ambil
mobil. Kelar kan?" kesimpulan
Devan menarik tangan Alysa, bermaksud untuk bergegas sekarang. Alysa menahan
langkahnya dan melepaskan tarikan Devan. "Enggak. Gue bilang enggak.
Jangan ngerepotin orang mulu. Udah gue mau balik sendiri." bentak
Alysa, membuat Devan terdiam, senyum miring. Ia mulai bete. Alysa pergi
meninggalkan Devan. Lalu, Devan mengikuti langkah Alysa menuju parkiran. Sontak
membuat Alysa geram, " kalo gue bilang enggak artinya enggak van.
Ngerti kan?". Devan menaikan alis kanannya, "lah. Orang gue
mau ke mobil gue. Pede banget" . Alysa kesal , "BODO". Ia
masuk ke dalam mobil lalu pergi dengan cepat meninggalkan Devan sendiri.
Sesampainya dirumah, Alysa di sambut
dengan pembantu rumahnya, membuat ia heran. Mengapa tidak kedua orang tuanya
yang menyambutnya.
"Eh non Alysa udah pulang, sini non,
bibi bawain tas nya. Non pasti capek kan"
sambut bibi dengan sangat ramah.
"Nggak usah bi, Alysa bisa bawa sendiri kok, oh iya
mama sama papa belum pulang bi?" tanya Alysa yang masih berdiri
di ruang tamu.
"Iya non, nyonya sama tuan belum pulang. Katanya
mereka lembur."
Perkataan bibi membuat Alysa menghelai
nafas berat, "lembur lagi? Yaudah bi, Alysa ke kamar dulu" Alysa mulai melangkah menuju anak tangga.
"Iya non, kata nyonya non Alysa jangan lupa makan malem terus belajar dan
istirahat yang cukup" bibi
menyampaikan amanat mama Alysa. "Iya bi, abis ini Alysa
makan." tanpa melihat ke arah
bibi. Bibi pun hanya bisa menggelengkan kepala. Kasian non Alysa, ditinggal
kerja terus sama mama papanya. Gumam bibi, meninggalkan ruang tamu.
Tino , ayah Alysa adalah pengusaha besar.
Yang membuatnya jarang berada dirumah, bahkan harus keluar masuk kota dan
negara untuk urusan bisnis. Sedangkan Carla, mama Alysa. Juga pengusaha resto
yang sangat terkenal, dan memiliki banyak cabang dimana-mana dengan menggunakan
nama "Avriel" . mereka memang sangat sibuk. Sehingga membuat
Alysa terbiasa sendiri. Alysa selalu dimanjakan dengan fasilitas mewah yang
mama papa nya belikan untuknya. Tapi,
bukan itu yang Alysa mau. Alysa hanya ingin berkumpul bersama keluarganya. Ia
butuh kasih sayang lebih. Perhatian kedua orang tua. Hanya bibi nya lah yang
selalu memberikan perhatian dan kasih sayang tersebut.Alysa melahap makanannya
dengan santai. Sendiri. Diruang makan. Tanpa mama. Atau pun papanya.
"Aduh non Alysa makan yang lahap
ya" puji
bibinya dengan senang, membuat Alysa tersenyum kecil dan mengajak bibinya untuk
makan bersama. "Eh iya bi, sini bi makan bareng Alysa. Bibi duduk situ
biar Alysa ambil nasi nya ya" Alysa
langsung mengambil piring yang ada di meja makan, menyuruh bibinya untuk duduk
berhadapan dengan Alysa.
"Nggak usah non, tadi bibi udah makan
kok. Bibi mau nemenin non aja disini"
kata bibi perlahan duduk di hadapan Alysa. Alysa pun
menaruh kembali piring tersebut lalu duduk dan menyantap makanannya.
"Mm.. Yaudah kalo gitu. oh iya bi, waktu bibi remaja, mama sama papa bibi
sibuk nggak?" tanya Alysa polos
membuat senyum bibi mengembang, bibi tau apa maksud pertanyaan Alysa. "Waktu
jamannya bibi remaja mah, orang kantoran sedikit non. Waktu itu abah bibi
kerjanya manen padi, kadang sepulang sekolah bibi suka bantu abah bibi buat
manen" cerita bibi, sekarang
Alysa nampak seperti anak berusia 5 tahun yang sedang mendengarkan cerita seru.
"Terus mama bibi? Mama bibi kerja apa?" tanya Alysa sangat polos,
melahap makanannya sedikit-sedikit seolah tidak mau ketinggalan cerita bibinya.
"Umi bibi dulu nggak punya pekerjaan
tetap non, kalo lagi ada panggilan aja, umi bibi baru kerja. Kadang bantu-bantu
yang nikahan. Terus bibi juga suka bantu umi bibi." kata bibi mengingat waktu bibinya remaja.
"Bibi enak ya, orang tuanya nggak terlalu sibuk. Enggak kaya Alysa, Alysa
di tinggal terus dirumah. Mereka sibuk. Mereka lupa Alysa." Alysa tertunduk. Bibi yang mendengar
perkataan Alysa hanya tersenyum, "mama sama papa Alysa nggak lupa kok
sama Alysa. Kalo lupa, nggak mungkin nyonya nitip pesen buat Alysa buat jangan
lupa makan dan belajar. Mereka kerja kan buat Alysa juga, iya kan? Yang
penting, Alysa itu jadi anak baik, patuh, terus nurut. Tunjukin kalo Alysa bisa
jadi yang terbaik. Biar mama papa Alysa seneng, siapa tau aja, mereka nanti ada
banyak waktu buat Alysa" perjelas
bibi memastikan Alysa untuk tidak terjerumus seperti anak kurang kasih sayang.
Alysa mengangguk, menuruti perkataan
bibinya. Tanpa sadar, makanan Alysa suadah habis. Kini, waktunya Alysa untuk
belajar. Tidak, tapi membaca Novel kesukaannya.
#8
Ini pertama kalinya dalam seumur hidup
Alysa terlambat masuk, hari ini dia bangun siang karena semalam ia tidur larut
hanya ingin menghabiskan membaca Novel yang tinggal beberapa halaman lagi
selesai dibaca. Alysa mendapat hukuman lari keliling lapangan 3 putar dan
membersikan halaman sekolah.
Devan berjalan beriringan dengan guru
olahraganya, mengingat hari ini kelas Devan ada mata pelajaran Olahraga di jam
pertama, Ia membantu membawakan beberapa bola basket ke lapangan. Materi ini
lah yang paling Devan tunggu.
"Devan tolong bawa ini ke lapangan,
bapak ke toilet dulu. Terus kamu panggil temen-temen kamu suruh segera ke
lapangan." perintah
guru olahraga. "Iya pak" Devan
menuju lapangan dengan membawa beberapa basket ditangan kanan dan kirinya. Ia
nampak kaget melihat ada Alysa disana sedang menyapu pinggir lapangan. Devan
tak memperdulikannya, ia meletakkan basket di tengah lapangan lalu kembali ke
kelas, memanggil seluruh teman kelasnya untuk menuju lapangan segera.
Hari ini adalah pengambilan nilai materi basket. Devan pun nampak sumeringa, murid lain di persilakan untuk latihan men-shoot bola sebelum pengambilan nilai di lakukan. Sedangkan Alysa beristirahat sejenak, melihat anak Bahasa berolahraga. Ia tak sadar kalo itu adalah kelasnya Devan. Kelas XII Bahasa 2. He, Ketos. Gumam Alysa.
Hari ini adalah pengambilan nilai materi basket. Devan pun nampak sumeringa, murid lain di persilakan untuk latihan men-shoot bola sebelum pengambilan nilai di lakukan. Sedangkan Alysa beristirahat sejenak, melihat anak Bahasa berolahraga. Ia tak sadar kalo itu adalah kelasnya Devan. Kelas XII Bahasa 2. He, Ketos. Gumam Alysa.
Saat pengambilan di mulai, sorak ramai
memenuhi lapangan, ketika Devan men-shoot bola tersebut dari jarak yang lumayan
jauh. Membuat pandangan Alysa tertuju pada suara sorakan tersebut. "Cih.
Gitu doang. Gue juga bisa." benak
Alysa jengkel. tidak. Tidak mungkin Alysa bisa. Alysa kini selesai
membersihkan lapangan. Ia bergegas masuk ke kelas.
Setelah Devan selesai pengambilan nilai,
pandangannya tertuju kearah pinggir lapangan. Tempat dimana Alysa tadi berdiri,
ternyata Alysa sudah tidak berada di sana membuat Devan celingak-celinguk, baru
saja ia ingin menghampirinya tapi sudah pergi duluan.
Di lorong menuju Lab. Sains, Milla
berjalan sendiri dengan menggandeng beberapa buku paket dengan langkah yang
anggun. Radit memanggil Milla, membuat Milla menghentikan langkahnya dan
menoleh ke belakang.
"Radit? Ada
apa?" tanya
Milla lembut.
"Emm.. Ini gue mau kasih sesuatu buat lo." memberikan
bingkis berbentuk medium dengan pita merah.
"Mm.. Apaan nih dit? Kayanya hari ini gue nggak ulang
tahun deh" tanya
Milla bingung.
"Udah lo terima aja. Anggep aja ini hadiah
pertemanan." ketus
Radit.
Tepatnya itu bukan sebatas hadiah
pertemanan melainkan lebih dari pertemanan dan persahabatan. RADIT SUKA MILLA! Rasa itu muncul
ketika ia sekelas dengan Milla, saat mereka kelas XI. Perasaan Radit berubah
ketika ia mengalami kecelakaan ringan saat melakukan percobaan ilmiah. Milla
lah yang mengobati Radit, pasalnya karena saat itu mereka menjadi partner. Tapi
sampai saat ini Radit tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia melihat banyak
kegagalan dari orang-orang yang mencoba menembak Milla.
"Tapi dit, lo nggak liat tangan gue
penuh buku?" Milla menaikan tangannya seolah ia memberi tau
bahwa di tangannya sekarang terdapat buku.
"Oh iya, sini biar gue pegang
bukunya" paksa
Radit mengambil buku-buku yang Milla pegang. Mereka bertukar sesuatu. Kini
Milla memegang hadiah tersebut lalu memasukannya ke kantong rok nya dan
mengambil kembali buku yang Radit pegang.
"Thanks ya dit. Tapi, lo nggak usah
repot-repot kali. Kita kan cuma temen biasa. Kenapa lo harus repot ngasih
hadiah segala" Senyum
Milla mulai mengembang.
Kita kan cuma temen biasa. Cuma temen
biasa. Temen. Biasa. Kata yang membuat Radit seperti tertusuk hingga dalam. Membuat
ekspresi Radit kini berubah.
"Dit? Lo kenapa? Mm.. Dit, gue duluan
ya. Masih ada jam nih" suara
Milla membuat Radit tersadar.
"Ehh iya mil, gue juga harus ke kelas
nih. Bye" senyum
terpaksa, Radit dan Milla kini saling melangkah berlawan arah, menuju ke tempat
tujuan masing-masing. Radit merasa sangat kecewa. Seharusnya dari awal ia tidak
boleh merasakan hal ini. Dari awal, ia tau, Milla hanya menganggapnya teman dan
tidak akan pernah bisa menjadi lebih. Tapi kenapa. Kenapa Milla terus menolak,
apa yang Milla sembunyikan?. Pikir Radit.
Pelajaran berlangsung begitu cepat. Bel
istirahat berbunyi. Membuat semua murid menghelai
nafas lega. Baru saja Alysa menaruh bukunya di kolong, suara Milla sudah
terdengar. Milla menunggu Alysa persis di depan pintu, memanggil-manggil nama
Alysa menyuruhnya untuk menghampiri Milla. Langsung lah Alysa menghampiri Milla
dengan senyum kecil.
"Hari
ini mau makan apa mil?" seperti biasa, Alysa selalu bertanya apa yang
ingin Milla makan. Hanya bertanya bukan membelikannya.
"Nasi goreng deh kayanya,
gue laper banget soalnya. Lo sendiri makan apa?". Tanya balik.
"Mi
ayam. Udah lama nggak makan Mi ayam. Makan kebab terus bosen juga
ya." Alysa tersenyum lebar.
"Yaudah yuk cepet ntar
keburu rame" ajak Milla, membuat mereka berlari kecil dengan
tawa canda.
Akhirnya rasa
lapar mereka sudah terbalaskan. Alysa dan Milla asik ngomongin tentang wastern.
Ya, mereka sangat tergila-gila. Tiba-tiba saja, seseorang mengguyur Alysa
dengan segelas air mineral. Membuat mukanya kini basah, sontak membuat Alysa
dan Milla kaget. Mencuri perhatian orang sekitar kantin. Ternyata , orang itu
adalah Chloe. Beserta ke dua temannya. Nampaknya Chloe sangat marah. Kesal.
Benci. Spontan membuat Alysa terkejut dan mulai kesal.
"Eh apa-apaan nih. Maksud
lo apaan nyiram gue." mata Alysa kini membesar.
"Lo pantes dapetin itu.
Dasar pho." ketus Chloe sinis
Perkataan
Chloe membuat perhatian sekitar kantin menjadi bisikan sana sini. Membuat Alysa
memandang sekitar. Emosinya kita memuncak.
"Punya mulut di jaga. Gue
nggak pernah pho. Nggak usah fitnah." bentak Alysa membuatnya
terbangun dari duduknya.
Chloe
tersenyum miring, mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. "Masih
ngelak juga lo. Terus ini apa namanya kalo bukan pho. Ha.". Chloe
menunjukkan beberapa foto yang sudah di cetak. Membuat mata Alysa membesar,
mulutnya membentuk huruf O. Mengambil
foto tersebut dari tangan Chloe, ingin melihat lebih jelas. Ternyata itu foto
saat Devan menarik tangan Alysa sepulang ekskul volly, ada yang sengaja
mengambil foto mereka diam-diam.
Saat Devan
dan teman-temannya datang, semua mata memperhatikan Devan. Devan nampak
bingung, akhirnya Devan melihat keributan di meja ujung kanan. Ia langsung
menuju ke meja ujung, memastikan sesuatu. Devan melewati gerumunan orang-orang,
di ikuti dengan teman-temannya. "Misi-misi" katanya kemudian
berhasil menerobos "chloe?"
mata Devan membesar, mengerutkan dahinya.
"Ini..
Ini nggak kaya yang lo bayangin chloe. Ini.." praakkk.. Belom selesai Alysa bicara, tangan lembut Chloe melayang di pipi Alysa
sangat keras. Membuat tangan Chloe kini terlihat kejam. Sontak membuat
Milla,Devan dan teman-teman Devan bahkan perhatian sekitar kantin terkejut.
"Ini hukuman buat pho
kaya lo." kata chloe dengan kejam.
Alysa
memegang pipi kirinya. Yang kini memerah. "alysa.." cemas Milla.
"CHLOEE!" teriak
Devan, menghampiri Chloe dan Alysa. "Lo apa-apan sih. Kenapa lo gampar
Alysa?" tanya Devan yang mulai
kesal. "Dia pantes dapetin itu van" jawab chloe.
Membuat Alysa pergi dari pertengkaran itu. Devan
hanya melihat Alysa pergi. "Emang dia salah apa, sampe lo bertindak
bocah gini."bentak Devan.
"Loh, ko kamu malah belain dia sih. Nih kamu liat sendiri" menujukan foto-foto yang tadi Alysa lihat dan kemudian di taro di meja. "Ha. Apa-apaan nih." gumam Devan. "Lo salah sangka Chloe. Ini nggak sama kaya yang lo pikir." jelas Devan. "Kamu masih belain dia? Aku tuh nggak ngerti lagi ya sama kamu van. Capek tau." kata Chloe.
"Yaudah kita putus. Gue juga udah capek banget sama cewek manja kaya lo" perkataan Devan membuat Chloe tak menyangka. Chloe merasa malu. Maksud Chloe tadi hanya ancaman agar Devan tidak membela Alysa. Tapi ia salah. Devan pun menyobek dan melempar foto tersebut dan pergi dari keramaian, mengejar Alysa.
"Loh, ko kamu malah belain dia sih. Nih kamu liat sendiri" menujukan foto-foto yang tadi Alysa lihat dan kemudian di taro di meja. "Ha. Apa-apaan nih." gumam Devan. "Lo salah sangka Chloe. Ini nggak sama kaya yang lo pikir." jelas Devan. "Kamu masih belain dia? Aku tuh nggak ngerti lagi ya sama kamu van. Capek tau." kata Chloe.
"Yaudah kita putus. Gue juga udah capek banget sama cewek manja kaya lo" perkataan Devan membuat Chloe tak menyangka. Chloe merasa malu. Maksud Chloe tadi hanya ancaman agar Devan tidak membela Alysa. Tapi ia salah. Devan pun menyobek dan melempar foto tersebut dan pergi dari keramaian, mengejar Alysa.
"Mampus lo! Makan tuh
pho" lanjut Milla dengan sinis, lalu pergi mencari
Alysa.
Kini keadaan
kantin kembali seperti biasa. Membuat sorakan kepada Chloe dan ke dua teman
Chloe saat keluar dari kantin. "BOOM!" kata ke empat teman Devan, memperagakan
youtubers lalu tawa mereka pecah.
Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca dan dikomen yaa :)
Maaf bila masih ada pengucapan yang kurang benar
