-->

Lollipop And Cotton Candy(5-8)








#5
Minggu yang sangat cerah, tapi tidak secerah hati Milla.  Milla terdiam sejenak, pikirannya seketika kacau, membuat ia mengingat masa-masa bersama Mike, masa dimana mereka saling tertawa bersama, menghabiskan hari demi hari. Bagi Milla, Mike adalah sebuah anugrah yang Tuhan ciptakan untuk dirinya, semenjak Mike masuk dalam kehidupan Milla , semua berubah. Milla sudah di tinggal ayahnya saat ia berusia Tujuh tahun karena sebuah kecelakaan mobil terjadi.
            dimana saat Milla menantikan ayahnya pulang karena saat kejadian itu terjadi Milla sedang berulang tahun yang ke Tujuh, sebelum meninggal mereka sempat berbicara di telepon, Milla meminta hadiah kalung dengan bandul berbentuk hati. Itu terakhir kali ia berbicara dengan ayahnya, saat kecelakaan terjadi, Milla memeluk erat hadiah yang terkena darah ayahnya.
           Milla berjanji untuk selalu mengenakan kalung itu. saat itu Alysa yang menenangkan Milla. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Kini, kejadian itu terjadi kembali menimpa orang yang sangat Milla sayang setelah orang tuanya.
Milla tersadar ketika bunyi pintu lift terbuka, ia menelusuri lorong bercat putih dengan beberapa lukisan dinding. Ruang 303 . Tertulis sebuah nama Michael . disebelah pintu masuk, merupakan Ruangan dimana Michael atau yang sering di sebut Mike dirawat, dengan pelan Milla membuka pintu ruangan Mike. Ia langsung mendekat ke bibir kasur tempat dimana Mike tampak tertidur pulas dengan tabung oksigen dan alat pendeteksi detak jatung lainnya. Bola mata Milla berkaca-kaca. kini membendung air mata, lalu meneteskannya, menghelai nafas berat. Milla terduduk dibangku yang sudah tersedia di sebelah kasur tempat Mike tidur, menggenggam erat  tangan Mikenya dan mencium punggung tangan Mike dengan lembut. Masih di pegang erat oleh Milla.
"Pagi Mikenya Milla, Apa kabar kamu disana? Gimana tidurnya.... Ka.. Kapan kamu mau buka mata kamu, aku kangen kamu, kamu nggak kangen aku ya. aku masih cinta banget sama kamu Mike, aku sayang banget sama kamu. Udah Satu tahun lebih sejak kejadian itu ya Mike, tapi Aku nggak bakal ninggalin kamu dalam keadaan kaya gini Mike, jadi kamu nggak usah khawatir,"  suara Milla bergetar, air matanya menetes dengan cepat, memendam kesedihan yang sangat amat dalam, dan kini tangis Milla pecah.
 "Mike wake up please, please mike. I need you now. Really. MIKEE!  I'm in love with you, always I do. God, bless my mine please. Kembalikan dia kepadaku." 

Milla berhenti menangis, dan mencoba menghelai nafas beratnya untuk kesekian kalinya, menghapus air mata, berusaha tegar. Milla meletakkan tangan Mike dengan posisi semula lalu ia juga berpamitan pada Mike, karena ia langsung berziarah ke makam ayahnya. Meski Milla tau, Mike tidak akan menjawab semua perkataannya, tapi ia yakin Mike mendengarnya ditempat Mike berada sekarang. Mike perlahan melangkah, meninggalkan Mike yang tertidur pulas sendirian. Milla menuju ke parkiran. Lekas pergi dengan mobilnya menuju makam sang Ayah.
Ketika Milla sampai dimakam ayahnya, ia sempat terkejut melihat ada buket bunga mawar kuning yang masih segar. Ia berfikir, siapa orang yang berziarah ke makam ayahnya.  Hingga seketika ponsel Milla pun bergetar, Milla merogoh kantung celana dan melihat ada Satu pesan yang ternyata dari Alysa.
To:  Milla Andiani
From: Alysa Avriel
New message!

 Milla maaf gue enggak sempet kabarin lo kalo hari ini gue ziarah ke makam ayah lo, kebetulan gue sekalian ziarah  ke makam paman gue. Heheh, semoga ayah lo seneng ya dengan mawar kuningnya, kata orang sih mawar kuning artinya ketenangan gitu, jadi gue kasih warna kuning, biar ayah lo tenang disana :)











Milla tersenyum gemas saat melihat isi pesan Alysa, membalas pesan itu secepatnya.

To: Alysa Avriel
From: Milla Andiani
 Thank you so much dude, ayah pasti seneng ko dengan pemberian lo :)

  Reply!

Setelah berziarah, Alysa kini menuju toko buku, berniat membeli beberapa novel baru. Setelah itu ia langsung ketempat makan. Dunkin Donuts favorite nya. Alysa menunggu di meja nomor 28 dekat dengan kaca yang mengarah ke jalan raya, sehingga ia bisa melihat lalu lalang mobil dan orang-orang. Setelah menunggu, akhirnya pesanan Alysa pun siap. Ia menyantap donat  pertamanya sembari membaca novel yang baru saja Alysa beli.
"Mbak saya pesen ini sama yang inii ya, 3 , take away"   pesan Devan
"Iya mas, silakan tunggu sebentar ya"
Devan mengeluarkan ponselnya, mulai mengirim pesan di group teman-temannya.

Devan :"Woy pada bisa main nggak dirumah gue" 
Erik: "Main air van"   
Steve : "Main petak umpet" 
Radit : " Main gundu" 
Bagas : "Main kuda-kudaan" 
Erik : "Lo yang jadi kuda nya Gas"
Devan : "Gue serius bego"
Radit : "woy serius dongo"
Bagas : "galak"
Steve :  "galak(2)"
Erik :  "galak(3)"
Radit :  "galak(4)"
Devan :  "galak(5) bercanda mulu nih, serius dong, pada bisa nggak     nih tai"
Radit : "bisa-bisa"
Bagas : "koplakk devan"

            Kelakuan teman-temannya kini membuat Devan jengkel. Ia memasukkan ponselnya kembali dan  mengalihkan pandangannya sekeliling. Ia tidak percaya melihat Alysa ada di tempat ini, Devan menunjukkan senyum lebarnya, berjalan ke meja nomor 28. Devan senang saat melihat adanya Alysa, menurut Devan, kini Alysa seperti kucing yang menggemaskan saat di jaili.
"Woy.."  Devan mengageti Alysa  dengan menggeprak meja, membuat orang di sekitarnya melihat mereka kini.
Alysa terkejut, berhenti membaca novel dan menatap Devan kesal, "apa-apaan sih lo, berisik tau nggak."  ketusnya jengkel. "Ngapain lo disini? Wah Ngikutin gue lo ya. Please, nggak usah ganggu hidup gue van."  Alysa memohon
"Dih siapa juga yang ngikutin lo. Najis. Gue lagi  nunggu pesenan gue"  menaikan alis kanannya.
"Terus kenapa nunggunya disini? Udah sana di meja lain aja. Ganggu aja."  lanjut membaca novel.
Devan melihat sekeliling, "sayangnya meja lain udah penuh tuh".
"Disini juga udah penuh. Ada gue yang nempatin meja ini duluan."  Alysa sangat jengkel.
"Tapi, disini kan masih ada bangku kosong. Noh lo liat, di meja lain bangkunya udah di isi semua." Devan menunjuk ke sekeliling Dunkin, "anggep aja gue nemenin sih jones"  ledek Devan mendengus geli.
Alysa tak tahan dengan Devan, membuat ia geram, menutup novel kemudian berdiri bergegas meninggalkan Dunkin, tidak. Meninggalkan Devan. Menyisah kan beberapa Donuts yang Alysa pesan, Devan mengambil Satu Donuts yang Alysa pesan. Untungnya saat waktu yang bersamaan pesanan Devan sudah jadi, ia langsung membayar dan mengejar Alysa.
Saat Alysa sampai di parkiran, Devan memanggilnya membuat Alysa memutar matanya dan menghelai nafas.
"Ngapain lagi sih."  ketus Alysa kesal
"Tunggu dulu dong, buru-buru amat, kaya di kejar anjing."  kata Devan mengatur ritme nafas karena ia berlari mengejar Alysa. "Bodo"  gumam Alysa
"Lo ketinggalan sesuatu."  setelah mengatur nafas, kini Devan memakan sebagian Donuts yang ia ambil  di meja nomor 28 . itu memang donuts Alysa yang ditinggalkan begitu saja.
Alysa nampak bingung, sepertinya ia tidak meninggalkan apa-apa. "Gue enggak..." .
"Nih. Lo ninggalin sisa Donuts lo."  Devan memasukan sebagian donuts yang  ia makan ke mulut Alysa dengan kasar. Memaksa Alysa  mengigit donuts itu, "ihh apa-apaan sih lo, nggak sopan banget. Jorok tau, ini bekas lo."  sontak membuat Alysa kesal, melepehkan Donuts dari mulutnya dan mengusap mulut menggunakan punggung tangan Alysa.
"Ye bego, malah di lepehin. Lo udah beli pake uang terus lo lepehin gitu aja. Sama aja lo buang-buang uang lo." 
"Peduli amat lo. Uang-uang gue. Lagian gue udah kenyang dan itu juga bekas mulut lo. Jorok."  desis Alysa sinis, ia langsung masuk mobil dan pergi meninggalkan Devan sendiri.
Dasarr cewek gila. Bisanya buang-buang uang. Gumamnya menggelengkan kepala, ia lalu menuju ke mobilnya yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
Tiba dirumah, Devan bergegagas menuju ruang tamunya. Berniat menunggu ke 4 temannya. Ia cukup kaget ternyata Devan lah yang sedari tadi ditunggu oleh teman-temannya.
"Nah ini dia. Ini tuan rumah baru dateng. Kemana aja lo van"  seru Bagas. menghampiri, Menepuk pundak Devan. Mengikuti langkahnya.
"Au kita nunggu sejam lalu bego", lanjut Erik meledek
Devan mendengus geli, "pala lo botak. Gue sent message 20 menit  yang lalu"  meletakkan Dunkin di meja ruang tamu. Ia terduduk di sofa berwarna putih. "Tuh gue abis beli sesajen buat lo pada".
"Dikira kita penunggu pohon pete kali". Ketus Steve membuka bingkis Dunkin lalu mengambil satu dounats ke sukaannya  untuk dimasukkan ke mulutnya.
"Lu mah penunggu pohon toge bego step"  ledek bagas. Melakukan hal sama seperti Stev.
Saat Devan mengamati teman-temannya, ia baru ingat. Satu temannya tidak ada di sini. Tidak ada dalam kumpulan orang dongo. Tidak termasuk Devan. Karena Devan duduk di sofa sedangkan Ketiga temannya duduk di karpet berwana merah marun menyantap Dunkin lezat dengan rakus. begitu pemikiran Devan. Jahat.
"Radit kemana?"  tanya Devan
"Bokerr di empang"  jawab Erik polos.
"Jorok bego"  ketus Bagas
"Ye serius gue Rik."  Devan kesal
"Gue juga serius van, lo cek aja coba di empang"  Erik memastikan.
Devan menghelai nafas lelah. Lelah karena temannya sendiri.
Lalu Devan mengalihkan pandangannya ke layar ponsel yang sedari tadi saat ia di dunkin bersama Alysa, terus bergetar. Seperti biasa. Pesan dari cewek-cewek Star High memenuhi ponsel Devan. Dan seperti biasanya, ia mengabaikannya dan malah mengetik pesan untuk Alysa. Setelah ia selesai mengetik pesan, jempolnya tertahan untuk menekan Sent. Ngapain gue nulis pesan buat tuh cewek, Kurang kerjaan. Benak Devan, pesan untuk Alysa sekarang tersimpan sebagai draf. Devan menaruh ponselnya di sofa begitu saja.
"eh van jadi cewek mana lagi yang lo gebet?" suara Radit yang membuat Devan menoleh ke belakang
"Apaan sih lo, dateng-dateng ngomongin gituan"  Devan bete.
"Gimana dit, lega?"  tanya Erik dengan polos
"Iya, lega. Sekarang perut gue kosong nih."  Radit mengkode agar di tawarkan Dunkin
"Bisa aja kecebong kode nya"  celetuk Steve
Radit menghampiri  ke Tiga temannya yang sedang menyantap Donuts dan ia ikut nimbrung. lalu meneruskan perkataannya ke Devan " gue tadi liat feed, sih Chloe nulis pm nama lo. Lo jadian ama dia?"
"What. Demi apa lo nembak Chloe van?"  Steve terkejut,
"Bukan gue yang nembak, tapi dia."  jawab Devan dengan santai.

         Sontak membuat ke Empat temannya terkejut. Pasalnya Chloe cewek blaster yang amat cantik dan banyak cowok yang mengejarnya bahkan bisa di liat kalo Chloe tidak pernah menyatakan perasaan pada seseorang, tapi kali ini siklus Chloe berbeda. Ia juga kurang disukai kalangan wanita di Star High. Karena sifatnya yang sombong dan belagu. Bahkan  menurut Chloe, pertemanan itu ada levelnya. Ia hanya memilih teman dengan level yang setara dengan dirinya.
"Terus.. Terus, lo terima dia?"  tanya Bagas penasaran.
"Kapan Chloe nembak lo? Ko kita nggak pernah tau"  lanjut Erik sinis
"Dua hari yang lalu, pas gue selesai rapat Osis. Tiba-tiba dia udah stay di depan mobil gue. Gue pikir tuh cewek minta di tabrak. Terus nembak gue, tapi gue bilang. Gue pikir dulu."  jelas Devan
"Wow. Gila Devan. Cewek berkelas kaya Chloe bisa-bisaan nembak lo." 
Bagas pasang muka kagum dan memberi Devan a plus
"Najis. Alay. Biasa aja kali. Gue juga nggak bangga-bangga amat. Kalo gue dapetin Alysa, baru gue seneng"  ceplos Devan. Membuat ke empat temannya membesarkan mata dan mulut mereka membentuk huruf O saat mendengar nama Alysa.
"Barusan lo bilang apa van? Nggak salah tuh. Selera lo rendah banget. Najis"  ungkap Radit.
"Au lo van, tiba-tiba selera lo yang modelan kaya gitu. Eh tapi kalo di pandangin Alysa cantik juga. Ada lesung pipinya, manis deh."  kata Bagas memuji Alysa, membuat ke empat temannya kini memandang Bagas kaget.
"Jadi selama ini lo diem-diem mandang Alysa? Wah gila lo ndro"  Erik menggelengkan kepala.
"Diabetes abang, neng"  ledek Steve.
Membuat Devan bete mendengar pujian Bagas. Kenapa teman-temannya serius. Padahal ia hanya bercanda, terutama ungkapan Bagas yang sepertinya tulus dari benaknya.
"Gue bercanda doang kali. Mana mungkin gue suka  cewek model dia. Bringas gitu."  tembak Devan.
"Kenapa lo nggak ngelakuin hal yang Chloe lakuin?"  tanya Bagas
"Ngelakuin apa?"  Devan bertanya, membuatnya menaikkan alis kanannya.
"Tulis nama dia di pm"  secara bersamaan ke empat temannya membuat Devan melongo.
"Nggak penting. Lagian lo semua tau gue kan. Gue nggak pernah serius, gue terima dia karena kasian. Kalo gue tolak ntar harga diri Chloe ngerasa rendah lagi."  ucapan Devan membuat empat temannya hanya mengangguk dan melanjutkan makan.




#6
Sudah dua minggu, Alysa tidak bertemu Naufal dan membuat hatinya senang. Mungkin ia telah berhasil menjalankan usahanya untuk melupakan Naufal. Kini ia mulai tenang untuk makan di kantin lagi bersama Milla.
"Cie ceritanya udah berhasil nih, ngelupain doi?"  ledek Milla tersenyum manis
"Ah iya, kayanya sih gitu Mil. Bahagianya diri ini"  ungkap Alysa merasakan keberhasilan yang mendalam. Alay.
"Yakin? Siap dong buat ketemu dia nanti?"  ledek Milla iseng
"Mm.. Jangan bilang lo nyembunyiin dia, terus ntar lo nemuin gue sama dia."  Alysa melotot dengan telunjuk ke arah muka Milla seakan-akan mengancam sesuatu.
"Mana. Lo sembunyiin dimana?"  celingak-celinguk, memastikan.
"Hahah apaan sih sa, jadi sok tau gini. kebanyakan baca novel sih jadi halu gitu. mana mungkin gue nyembunyiin dia."  tawa Milla membuat Alysa menyengir, menggaruk kepalanya karena malu. Pandangan Alysa tertuju pada kedatangan Devan dan Chloe, dengan tangan Devan menggandeng Chloe manja, mencuri semua perhatian sekitar yang kemudian tertuju kepada mereka berdua. Menimbulkan bisikan sana sini, pasalnya banyak hati yang kecewa di kantin. Lalu, Alysa mengabaikan mereka dan lanjut membaca novel.
Sesaat ada yang menepuk pundak Alysa, Milla nampak terkejut. Membuat Alysa, menengok kebelakang memastikan siapa yang menepuk pundaknya dan mengapa Milla terkejut. Seperti melihat setan. Saat melihat ke belakang. Rupanya lebih dari melihat setan. Naufal. Ialah yang menepuk pundak Alysa. mulut Alysa kini membentuk huruf O. Refleks membuat ia terdiri dan salah tingkah.
"Mil kayanya gue harus balik kekelas deh, soalnya nanti ada ulangan geografi. Bye"  ucapnya bohong. grogi . mengabaikan Naufal dan meninggalkan Milla, Tapi, Naufal mengejar Alysa. Membuat Devan melihat ke arah mereka. "Chloe, aku permisi sebentar ya. Ada urusan."  pintanya dengan lembut sembari melepas gandengan Chloe. "Oh iya van"  persetujuan Chloe, membuat Devan tersenyum kecil kemudian pergi meninggalkan Chloe sendiri.
Alysa melangkah cepat. Membuat Naufal mengejarnya. Hingga di lorong menuju kelas XII IIS 1, Naufal berhasil mencegat Alysa. Sontak Alysa membuang muka,Wajah Alysa kini memerah seperti memakai blass on. Dan tidak akan membiarkan Naufal melihat wajah Alysa yang memerah karenanya. ada rasa kesal dan senang saat melihat Naufal kembali.
"Sa tunggu. Mm.. Apa kabar?"  basa basi Naufal. "Baik"  jawab Alysa singkat.
"Mm.. Udah Dua minggu ya sa kita nggak ketemu. Sa, gue pengen kita kaya dulu lagi. Main bareng, sama-sama. Gue nggak tahan sa kaya gini. Kaku, semua berubah saat kejadian itu"  pinta Naufal dengan menyesal. Alysa mengabaikan perkataan Naufal dan masih membuang mukanya.
            Dari jauh, Devan mengintip dan mendengar pembicaraan mereka. Membuat ia bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya antara Alysa dan Naufal.
"Sa. Lo denger gue kan? Gue pengen kita kaya dulu sa. Sama-sama. Sejak kejadian itu, lo nyuekin gue."  kata Naufal yang membuat Alysa menatap Naufal kesal dan memaksanya untuk bicara. "Maaf. Gue nggak bisa kaya dulu lagi fal. semua emang udah berubah. Nggak mungkin sama-sama lagi. Dan gue mohon sama lo. Jangan bahas kejadian itu." pinta Alysa membuatnya memohon.
          "I not want to go back and forget that it's over. Gue mohon jangan ganggu gue lagi. Lo tenang aja, lo tetep jadi temen gue. Tapi, kita nggak bisa sama-sama kaya dulu. Kita selesain ini dan ngerasain kebahagiaan masing-masing. Lo bahagia sama Tia, sedangkan gue bahagia dengan kesendirian gue." 
kini air mata Alysa tak mampu ia bendung lagi.
           Mengalir dengan cepat membasahi pipi merahnya dengan disertai senyum manisnya. Dada Alysa kini terasa sangat sesak. Ia tersedu. Memaksa kedua tangan Alysa menutup wajahnya yang sangat kacau.
Langsung saja Naufal  memeluk Alysa, bermaksud menenangkannya. Membuat Alysa mendorong Naufal. Ia tidak ingin di peluk orang yang membuatnya seperti ini. "Jangan ngebuat gue berharap lagi"  Alysa pergi meninggalkan Naufal sendiri. Membuat Devan bisa menyimpulkan sesuatu, dan mengejar Alysa tanpa melewati Naufal. Tepatnya, ia berjalan melewati arah yang beda. Devan tau, kemana Alysa pergi. Devan langsung menyusul Alysa.
Devan sampai di lapangan basket indoor. Ia tau, disana lah tempat paling pas untuk menyendiri. Dari sisi pintu masuk, Devan dapat melihat Alysa yang sedang menangis. Rasanya seperti ia yang membuatnya menangis. Ini pertama kalinya Devan melihat Alysa menangis tersedu. Tangisannya pecah, membuat lapangan basket yang tertutup kini hanya menampung suara tangisnya. Bukan sorak ramai supporter. Ingin ia memeluk, menenangkan Alysa. Tapi, ia mengurungkan niatnya. Takut Alysa merasa terganggu. Devan pun pergi.





#7
Sepulang sekolah Alysa langsung pergi ke lapangan mengingat ia ada ekskul hari ini. Alysa mengikuti ekskul volly, ia sangat baik dalam bermain Volly. Langsung saja Alysa mengambil bola volly dan melakukan gerakan kecil bersama temen ekskulnya. Sedangkan Milla, hari ini ada rapat yang harus di datangi, rapat Osis mengenai perpisahan kelas XII dan pelepasan jabatan.
"Jadi kita adakan prom night? "  tanya Devan selaku ketua osis
"Saya keberatan. Bagaimana jika kita menginap di suatu desa sekalian kita melakukan baksos di desa tersebut, jadi, kita bisa berlibur sekaligus membantu sesama. Dengan begitu kebersamaan akan sangat erat. Bagaimana?"  saran Milla selaku wakil ketua osis
Semua anggota osis yang berada di rapat tersebut menganggukkan kepala, nampaknya mereka setuju dengan saran Milla.
"Mm.. Okay, keliatannya semua setuju dengan saran Milla, dan saya juga nggak keberatan, karena dengan melakukan baksos sama aja kita meningkatkan rasa sosialisasi kita terhadap sesama. Apalagi, satu angkatan itu banyak dan pasti bakal seru dan jadi  the best moments"  pernyataan Devan di terima anggota osis lainnya.
"Maaf tapi saya kurang setuju dengan saran dari Milla."  bantah Tia selaku sekretaris osis. membuat semua Anggota Osis memandang ke arah Tia. "Kenapa kita tidak mengadakan prom night seperti sekolah lain. Saya yakin, dengan mengadakan prom. Siswa/i angkatan kita setuju." lanjut Tia.
"Saya juga yakin dengan mengadakan baksos, semua akan setuju. Kita menghindari hal yang mungkinnya nanti akan membuat pribadi menyesal. Prom Night bukan adat Indonesia."  bantah Milla.
"Prom emang bukan adat Indonesia. Tapi apa salahnya kita mencoba hal baru? Seperti hal nya dengan kita merayakan Ulang tahun. Bukan kah itu tidak termasuk dalam adat Indonesia?"  tanya Tia jengkel yang kini mulai berdebat dengan Milla.
"Okay baik. Untuk masalah ini, nanti kita bicarakan dulu. Gimana enaknya. Jangan saling berargument."  potong Devan, menghentikan perdebatan antara Tia dan Milla.
"Lalu bagaimana dengan acara pelepasan jabatan?"  tanya salah satu anggota Osis.
"Untuk pelepasan, nanti kita minta persetujuan  dan saran dari kepala sekolah dan pembina Osis terlebih dulu"  balas Devan. Devan menghelai nafas lega, "Baik, rapat ini saya tutup. Dan sampai bertemu di rapat selanjutnya"  ucap Devan dengan tersenyum simpul. Satu per satu anggota Osis meninggalkan Ruang osis, karena Rapat selesai. Devan melihat arlojinya kini  pukul 16:00 . ia mulai ikut meninggalkan ruang osis. Devan melangkah menuju parkiran, tapi langkah terhenti mengingat hari ini ada ekskul volly, Devan pun memutar langkahnya menuju lapangan.
Devan duduk disudut lapangan, memperhatikan yang sedang ekskul. Mencari sesuatu, dan akhirnya ia menemukan apa yang ia cari. Kini sepenuhnya pandangan Devan tertuju pada seorang gadis, dengan rambut yang di kuncir satu berantakkan mengenakan baju volly bernomor punggung 25.
Kini senyum Devan melebar. Kembali memperhatikan. 30 menit berlalu. Ekskul berakhir. Mereka membuat lingkaran, berdoa. Dan melakukan yel-yel. Dan mengemaskan barang-barang. Alysa yang sedang merapihkan ikatan rambutnya di datangi oleh salah satu temen ekskulnya.
"Sa. Daritadi Devan merhatiin lo tuh" kata teman ekskul Alysa, membuat pandangan Alysa tertuju pada Devan, sontak Devan tersenyum padanya.
"Lah ngapain tuh anak disitu. Kurang kerjaan. dasar caper" katanya Sinis, mengabaikan pandangannya. Mengenakan tas dibahu dan mulai beranjak pergi meninggalkan lapangan tanpa mempedulikan Devan. Devan pun lantas berdiri dan mengejar Alysa yang belum sepenuhnya meninggalkan lapangan.
"Eh sa.." sapa Devan.
"Lo ngapain sih ngikutin gue mulu. Ngefans lo ama gue? Nggak usah segitunya kali. Gue tau gue cantik membahana. Tapi, jangan sampe tergila-gila gitu juga kali" jawabnya pede, seketika membuang muka lalu memandang Devan dengan jengkel. membuat Mata Devan memutar dan merasa sangat  jengkel hingga menghelai nafas kesal.
"Nggak usah pede jadi cewek. Modelan lo nggak ada kata cantik-cantiknya. Jangan kan cantik, membahana aja enggak."  tawa Devan pecah, membuat Alysa sangat kesal. Lalu pergi meninggalkan Devan, dengan gesit Devan menarik tangan Alysa, menahan. tidak membiarkan Alysa pergi. "Apa lagi sih." bentak Alysa kesal, melepaskan tarikan Devan.
"Baper banget sih lo. Bercanda doang kali."  Ucap Devan. "BODO"  ketus Alysa melototkan matanya. "Sekarang cepet deh lo mau apa? Gue pengen balik nih. Gerah." ucap Alysa sinis.
"Pulang bareng gue." ajak Devan. "Nggak. Gue bawa mobil sendiri, kalo gue balik bareng lo ntar gimana sama mobil gue."  tolak Alysa tegas. Sejenak Devan berfikir, "oh yaudah kalo gitu gue yang bareng lo aja"  Devan sumeringa. "Ha. Nggak. Nggak bisa. Mobil lo gimana bego"  larang Alysa mengerutkan dahinya. "Elah. Mobil mah gampang, tinggal nyuruh satpam rumah gue buat ambil mobil. Kelar kan?"  kesimpulan Devan menarik tangan Alysa, bermaksud untuk bergegas sekarang. Alysa menahan langkahnya dan melepaskan tarikan Devan. "Enggak. Gue bilang enggak. Jangan ngerepotin orang mulu. Udah gue mau balik sendiri." bentak Alysa, membuat Devan terdiam, senyum miring. Ia mulai bete. Alysa pergi meninggalkan Devan. Lalu, Devan mengikuti langkah Alysa menuju parkiran. Sontak membuat Alysa geram, " kalo gue bilang enggak artinya enggak van. Ngerti kan?". Devan menaikan alis kanannya, "lah. Orang gue mau ke mobil gue. Pede banget" . Alysa kesal , "BODO". Ia masuk ke dalam mobil lalu pergi dengan cepat meninggalkan Devan sendiri.
Sesampainya dirumah, Alysa di sambut dengan pembantu rumahnya, membuat ia heran. Mengapa tidak kedua orang tuanya yang menyambutnya.
"Eh non Alysa udah pulang, sini non, bibi bawain tas nya. Non pasti capek kan"  sambut bibi dengan sangat ramah.
"Nggak usah bi, Alysa bisa bawa sendiri kok, oh iya mama sama papa belum pulang bi?" tanya Alysa yang masih berdiri di ruang tamu.
"Iya non, nyonya sama tuan belum pulang. Katanya mereka lembur."
Perkataan bibi membuat Alysa menghelai nafas berat, "lembur lagi? Yaudah bi, Alysa ke kamar dulu"  Alysa mulai melangkah menuju anak tangga. "Iya non, kata nyonya non Alysa jangan lupa makan malem terus belajar dan istirahat yang cukup"  bibi menyampaikan amanat mama Alysa. "Iya bi, abis ini Alysa makan."  tanpa melihat ke arah bibi. Bibi pun hanya bisa menggelengkan kepala. Kasian non Alysa, ditinggal kerja terus sama mama papanya. Gumam bibi, meninggalkan ruang tamu.
Tino , ayah Alysa adalah pengusaha besar. Yang membuatnya jarang berada dirumah, bahkan harus keluar masuk kota dan negara untuk urusan bisnis. Sedangkan Carla, mama Alysa. Juga pengusaha resto yang sangat terkenal, dan memiliki banyak cabang dimana-mana dengan menggunakan nama "Avriel" . mereka memang sangat sibuk. Sehingga membuat Alysa terbiasa sendiri. Alysa selalu dimanjakan dengan fasilitas mewah yang mama papa nya belikan untuknya.   Tapi, bukan itu yang Alysa mau. Alysa hanya ingin berkumpul bersama keluarganya. Ia butuh kasih sayang lebih. Perhatian kedua orang tua. Hanya bibi nya lah yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang tersebut.Alysa melahap makanannya dengan santai. Sendiri. Diruang makan. Tanpa mama. Atau pun papanya.
"Aduh non Alysa makan yang lahap ya"  puji bibinya dengan senang, membuat Alysa tersenyum kecil dan mengajak bibinya untuk makan bersama. "Eh iya bi, sini bi makan bareng Alysa. Bibi duduk situ biar Alysa ambil nasi nya ya"  Alysa langsung mengambil piring yang ada di meja makan, menyuruh bibinya untuk duduk berhadapan dengan Alysa.
"Nggak usah non, tadi bibi udah makan kok. Bibi mau nemenin non aja disini"  kata bibi perlahan duduk di hadapan Alysa. Alysa pun menaruh kembali piring tersebut lalu duduk dan menyantap makanannya. "Mm.. Yaudah kalo gitu. oh iya bi, waktu bibi remaja, mama sama papa bibi sibuk nggak?"  tanya Alysa polos membuat senyum bibi mengembang, bibi tau apa maksud pertanyaan Alysa. "Waktu jamannya bibi remaja mah, orang kantoran sedikit non. Waktu itu abah bibi kerjanya manen padi, kadang sepulang sekolah bibi suka bantu abah bibi buat manen"  cerita bibi, sekarang Alysa nampak seperti anak berusia 5 tahun yang sedang mendengarkan cerita seru. "Terus mama bibi? Mama bibi kerja apa?" tanya Alysa sangat polos, melahap makanannya sedikit-sedikit seolah tidak mau ketinggalan cerita bibinya.
"Umi bibi dulu nggak punya pekerjaan tetap non, kalo lagi ada panggilan aja, umi bibi baru kerja. Kadang bantu-bantu yang nikahan. Terus bibi juga suka bantu umi bibi."  kata bibi mengingat waktu bibinya remaja. "Bibi enak ya, orang tuanya nggak terlalu sibuk. Enggak kaya Alysa, Alysa di tinggal terus dirumah. Mereka sibuk. Mereka lupa Alysa."  Alysa tertunduk. Bibi yang mendengar perkataan Alysa hanya tersenyum, "mama sama papa Alysa nggak lupa kok sama Alysa. Kalo lupa, nggak mungkin nyonya nitip pesen buat Alysa buat jangan lupa makan dan belajar. Mereka kerja kan buat Alysa juga, iya kan? Yang penting, Alysa itu jadi anak baik, patuh, terus nurut. Tunjukin kalo Alysa bisa jadi yang terbaik. Biar mama papa Alysa seneng, siapa tau aja, mereka nanti ada banyak waktu buat Alysa"  perjelas bibi memastikan Alysa untuk tidak terjerumus seperti anak kurang kasih sayang.
Alysa mengangguk, menuruti perkataan bibinya. Tanpa sadar, makanan Alysa suadah habis. Kini, waktunya Alysa untuk belajar. Tidak, tapi membaca Novel kesukaannya.


#8
Ini pertama kalinya dalam seumur hidup Alysa terlambat masuk, hari ini dia bangun siang karena semalam ia tidur larut hanya ingin menghabiskan membaca Novel yang tinggal beberapa halaman lagi selesai dibaca. Alysa mendapat hukuman lari keliling lapangan 3 putar dan membersikan halaman sekolah.
Devan berjalan beriringan dengan guru olahraganya, mengingat hari ini kelas Devan ada mata pelajaran Olahraga di jam pertama, Ia membantu membawakan beberapa bola basket ke lapangan. Materi ini lah yang paling Devan tunggu.
"Devan tolong bawa ini ke lapangan, bapak ke toilet dulu. Terus kamu panggil temen-temen kamu suruh segera ke lapangan."  perintah guru olahraga. "Iya pak"  Devan menuju lapangan dengan membawa beberapa basket ditangan kanan dan kirinya. Ia nampak kaget melihat ada Alysa disana sedang menyapu pinggir lapangan. Devan tak memperdulikannya, ia meletakkan basket di tengah lapangan lalu kembali ke kelas, memanggil seluruh teman kelasnya untuk menuju lapangan segera.
            Hari ini adalah pengambilan nilai materi basket. Devan pun nampak sumeringa,  murid lain di persilakan untuk latihan men-shoot  bola sebelum pengambilan nilai di lakukan. Sedangkan Alysa beristirahat sejenak, melihat anak Bahasa berolahraga. Ia tak sadar kalo itu adalah kelasnya Devan. Kelas XII Bahasa 2. He, Ketos. Gumam Alysa.
Saat pengambilan di mulai, sorak ramai memenuhi lapangan, ketika Devan men-shoot bola tersebut dari jarak yang lumayan jauh. Membuat pandangan Alysa tertuju pada suara sorakan tersebut. "Cih. Gitu doang. Gue juga bisa."  benak Alysa jengkel. tidak. Tidak mungkin Alysa bisa. Alysa kini selesai membersihkan lapangan. Ia bergegas masuk ke kelas.
Setelah Devan selesai pengambilan nilai, pandangannya tertuju kearah pinggir lapangan. Tempat dimana Alysa tadi berdiri, ternyata Alysa sudah tidak berada di sana membuat Devan celingak-celinguk, baru saja ia ingin menghampirinya tapi sudah pergi duluan.
Di lorong menuju Lab. Sains, Milla berjalan sendiri dengan menggandeng beberapa buku paket dengan langkah yang anggun. Radit memanggil Milla, membuat Milla menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.
"Radit?  Ada apa?"  tanya Milla lembut.
"Emm.. Ini gue mau kasih sesuatu buat lo." memberikan bingkis berbentuk medium dengan pita merah.
"Mm.. Apaan nih dit? Kayanya hari ini gue nggak ulang tahun deh"  tanya Milla bingung.
"Udah lo terima aja. Anggep aja ini hadiah pertemanan."  ketus Radit.
Tepatnya itu bukan sebatas hadiah pertemanan melainkan lebih dari pertemanan dan persahabatan. RADIT SUKA MILLA! Rasa itu muncul ketika ia sekelas dengan Milla, saat mereka kelas XI. Perasaan Radit berubah ketika ia mengalami kecelakaan ringan saat melakukan percobaan ilmiah. Milla lah yang mengobati Radit, pasalnya karena saat itu mereka menjadi partner. Tapi sampai saat ini Radit tidak berani mengungkapkan perasaannya. Ia melihat banyak kegagalan dari orang-orang yang mencoba menembak Milla.
"Tapi dit, lo nggak liat tangan gue penuh buku?" Milla menaikan tangannya seolah ia memberi tau bahwa di tangannya sekarang terdapat buku.
"Oh iya, sini biar gue pegang bukunya"  paksa Radit mengambil buku-buku yang Milla pegang. Mereka bertukar sesuatu. Kini Milla memegang hadiah tersebut lalu memasukannya ke kantong rok nya dan mengambil kembali buku yang Radit pegang.
"Thanks ya dit. Tapi, lo nggak usah repot-repot kali. Kita kan cuma temen biasa. Kenapa lo harus repot ngasih hadiah segala"  Senyum Milla mulai mengembang.
Kita kan cuma temen biasa. Cuma temen biasa. Temen. Biasa. Kata yang membuat  Radit seperti tertusuk hingga dalam. Membuat ekspresi Radit kini berubah.
"Dit? Lo kenapa? Mm.. Dit, gue duluan ya. Masih ada jam nih"  suara Milla membuat Radit tersadar.
"Ehh iya mil, gue juga harus ke kelas nih. Bye"  senyum terpaksa, Radit dan Milla kini saling melangkah berlawan arah, menuju ke tempat tujuan masing-masing. Radit merasa sangat kecewa. Seharusnya dari awal ia tidak boleh merasakan hal ini. Dari awal, ia tau, Milla hanya menganggapnya teman dan tidak akan pernah bisa menjadi lebih. Tapi kenapa. Kenapa Milla terus menolak, apa yang Milla sembunyikan?. Pikir Radit.
Pelajaran berlangsung begitu cepat. Bel istirahat berbunyi. Membuat semua murid menghelai nafas lega. Baru saja Alysa menaruh bukunya di kolong, suara Milla sudah terdengar. Milla menunggu Alysa persis di depan pintu, memanggil-manggil nama Alysa menyuruhnya untuk menghampiri Milla. Langsung lah Alysa menghampiri Milla dengan senyum kecil.
"Hari ini mau makan apa mil?"  seperti biasa, Alysa selalu bertanya apa yang ingin Milla makan. Hanya bertanya bukan membelikannya.
"Nasi goreng deh kayanya, gue laper banget soalnya. Lo sendiri makan apa?". Tanya balik.
"Mi ayam. Udah lama nggak makan Mi ayam. Makan kebab terus bosen juga ya."  Alysa tersenyum lebar.
"Yaudah yuk cepet ntar keburu rame"  ajak Milla, membuat mereka berlari kecil dengan tawa canda.
Akhirnya rasa lapar mereka sudah terbalaskan. Alysa dan Milla asik ngomongin tentang wastern. Ya, mereka sangat tergila-gila. Tiba-tiba saja, seseorang mengguyur Alysa dengan segelas air mineral. Membuat mukanya kini basah, sontak membuat Alysa dan Milla kaget. Mencuri perhatian orang sekitar kantin. Ternyata , orang itu adalah Chloe. Beserta ke dua temannya. Nampaknya Chloe sangat marah. Kesal. Benci. Spontan membuat Alysa terkejut dan mulai kesal.
"Eh apa-apaan nih. Maksud lo apaan nyiram gue."  mata Alysa kini membesar.
"Lo pantes dapetin itu. Dasar pho."  ketus Chloe sinis
Perkataan Chloe membuat perhatian sekitar kantin menjadi bisikan sana sini. Membuat Alysa memandang sekitar. Emosinya kita memuncak.
"Punya mulut di jaga. Gue nggak pernah pho. Nggak usah fitnah."  bentak Alysa membuatnya terbangun dari duduknya.
Chloe tersenyum miring, mengeluarkan sesuatu dari kantong bajunya. "Masih ngelak juga lo. Terus ini apa namanya kalo bukan pho. Ha.". Chloe menunjukkan beberapa foto yang sudah di cetak. Membuat mata Alysa membesar, mulutnya membentuk huruf  O. Mengambil foto tersebut dari tangan Chloe, ingin melihat lebih jelas. Ternyata itu foto saat Devan menarik tangan Alysa sepulang ekskul volly, ada yang sengaja mengambil foto mereka diam-diam.
Saat Devan dan teman-temannya datang, semua mata memperhatikan Devan. Devan nampak bingung, akhirnya Devan melihat keributan di meja ujung kanan. Ia langsung menuju ke meja ujung, memastikan sesuatu. Devan melewati gerumunan orang-orang, di ikuti dengan teman-temannya. "Misi-misi" katanya kemudian berhasil menerobos "chloe?"  mata Devan membesar, mengerutkan dahinya.
"Ini.. Ini nggak kaya yang lo bayangin chloe. Ini.."  praakkk.. Belom selesai Alysa bicara, tangan lembut Chloe melayang di pipi Alysa sangat keras. Membuat tangan Chloe kini terlihat kejam. Sontak membuat Milla,Devan dan teman-teman Devan bahkan perhatian sekitar kantin terkejut.
"Ini hukuman buat pho kaya lo."  kata chloe dengan kejam.
Alysa memegang pipi kirinya. Yang kini memerah. "alysa.."  cemas Milla.
"CHLOEE!"  teriak Devan, menghampiri Chloe dan Alysa. "Lo apa-apan sih. Kenapa lo gampar Alysa?"  tanya Devan yang mulai kesal. "Dia pantes dapetin itu van"  jawab chloe.
Membuat Alysa pergi dari pertengkaran itu. Devan hanya melihat Alysa pergi. "Emang dia salah apa, sampe lo bertindak bocah gini."bentak Devan.
          "Loh, ko kamu malah belain dia sih. Nih kamu liat sendiri" 
menujukan foto-foto yang tadi Alysa lihat dan kemudian di taro di meja. "Ha. Apa-apaan nih." gumam Devan. "Lo salah sangka Chloe. Ini nggak sama kaya yang lo pikir."  jelas Devan. "Kamu masih belain dia? Aku tuh nggak ngerti lagi ya sama kamu van. Capek tau."  kata Chloe.

           "Yaudah kita putus. Gue juga udah capek banget sama cewek manja kaya lo" 
perkataan Devan membuat Chloe tak menyangka. Chloe merasa malu. Maksud Chloe tadi hanya ancaman agar Devan tidak membela Alysa. Tapi ia salah. Devan pun menyobek dan melempar foto tersebut dan pergi dari keramaian, mengejar Alysa.
"Mampus lo! Makan tuh pho"  lanjut Milla dengan sinis, lalu pergi mencari Alysa.
Kini keadaan kantin kembali seperti biasa. Membuat sorakan kepada Chloe dan ke dua teman Chloe saat keluar dari kantin. "BOOM!"  kata ke empat teman Devan, memperagakan youtubers lalu tawa mereka pecah.














Terimakasih sudah berkunjung^^
Selamat Membaca dan dikomen yaa :)
Maaf bila masih ada pengucapan yang kurang benar

Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter