-->

Lollipop And Cotton Candy (1-4)








#1
"Hati lo boleh patah, tapi bukan berarti lo harus nutup hati lo, sa"

Dua tahun yang lalu, disaat hati gue hancur karena dia. Karena sebuah harapan yang berakhir tragis, dimana dua makhluk yang memberi harapan dan yang sangat berharap dipertemukan tapi tidak untuk dipersatukan. Oh shit. Dan terkadang apa yang diharapkan enggak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mungkin gue terlalu berharap sampai akhirnya harapan gue hanyalah harapan semu.
            Saat kejadian memilukan itu, Alysa mengucap janjinya untuk tidak suka dengan seseorang. selama dua tahun Alysa menjalankan hidupnya tanpa adanya orang spesial, kecuali Milla. Sahabat sejak ia berusia lima tahun. dia juga jadi saksi kejadian memilukan yang Alysa alamin. bahkan, dia orang yang memberi semangat dan harapan baru saat hampir semua harapannya pupus dan rapuhnya ia saat itu. Milla memang sahabat yang paling baik yang pernah Alysa kenal dan dia tidak pernah bohong kepada dirinya. Milla tidak pernah marah, dia terlalu sabar buat ngadepin Alysa yang kadang suka keras kepala dan susah diatur. dia selalu ingetin sahabat baiknya dan menasehatinya tapi terkadang Alysa tidak terlalu peduli dengan kata-kata Milla. cuma meng-IYA kan apa yang dia bilang, emang jahat kedengarannya. tapi itulah Alysa, keras kepala dan susah diatur.
           Bel istirahat udah dimulai 5 menit yang lalu, tapi kelas Alysa baru saja istirahat setelah melewati ulangan dadakan.  Langsung saja Alysa melangkahkan kaki ke kantin karena perutnya sudah meronta-ronta untuk diisi. Milla udah istirahat belum ya.  gumam Alysa sembari melihat ke arlojinya, Ah paling dia udah dikantin, istirahat udah dimulai 5 menit yang lalu .
"Alysa.. "  suara teriakan yang berasal dari salah satu meja makan, langsung saja Alysa mencari sumber suara tersebut dan ternyata suara Milla yang sudah menempati meja makan sebalah ujung kanan. Milla nampak sendirian dan  hanya ditemani dengan sebuah laptop berwarna biru donkernya dan sisa makanan yang baru saja selesai disantapnya. Alysa pun langsung menuju ke meja yang kini Milla tempati.
"Ehh mil, sendirian aja lo?"  kata Alysa duduk di sebelah Milla
"Keliatannya gimana sa? Sendirikan? Pake nanya lagi"  ketus Milla, "btw lo kok baru istirahat sih sa? Tumben banget"  lanjut Milla.
"Iyaa nih, tadi ada ulangan mendadak, mana soalnya susah banget lagi. bete."  gumam Alysa dengan wajah jengkelnya.
"Makanya belajar sa, jangan novel terus. Inget loh, kita udah semester 5 bentar lagi lulus, lo mau enggak lulus? Pastinya enggak kan"  nasehat Milla memastikan Alysa.
"Iya iya Mil tau"  gumam alysa dengan nada betenya sembari tangan kanan menadah dagunya. dengan kaget Alysa langsung terbangun dari duduknya, "Oh God, gue lupa, gue lagi mesen bakso, bentar ya Mil gue ambil bakso pesenan gue dulu. Oh iya, elo enggak makan?"
"Ini gue baru selesai makan sa, udah sana ambil dulu pesenan lo ntar keburu bel istirahat abis"  perintah Milla
Kemudian Alysa langsung menuju tukang bakso yang entah pesanannya sudah dibuatkan atau belum, Alysa memang suka dengan bakso apalagi ditambah dengan beberapa sendok sambal yang cukup terlihat sangat pedas jika dimakan. Sejak dulu, Alysa suka dengan makanan yang pedas, dan menurutnya hambar jika tidak ada sambal. Sesampainya ia di tukang bakso langganannya, ia cukup terkejut karena pesanannya belum juga dibuat.

"Loh bang, bakso pesanan saya mana? Kan tadi saya pesan"  ketusnya dengan mengerutkan dahi. Nampaknya tukang bakso itu baru saja kewalahan setelah melayani banyaknya pesanan, memang saat Alysa memesan bakso, sudah banyak yang mengantri untuk memesan bakso, dengan rasa bersalah meski jelas ini bukan salahnya tukang bakso pun meminta maaf pada Alysa dan langsung membuatkan pesanannya. Tiba-tiba saja, sekelompok anak cowok datang dan memesan bakso tanpa melihat adanya Alysa yang sedang sabar menunggu pesanannya. Sehingga Alysa terdorong dari posisinya.
"Bang, baksonya 1, pake bihun sambelnya 3 sendok"  kata salah satu anak cowok, "iya bang, saya juga, kecapnya dikit aja", Lanjut temen sebelahnya. Sontak membuat Alysa geram "woy, ngantri kali,"  . membuat mereka menatap Alysa bersamaan lalu mengabaikannya dengan sinis.
Pesanan Alysa pun sudah selesai dibuat, lalu ia mengucapkan "Makasih bang"  dan langsung menuju ke tempat Milla berada, "Judes banget tuh cewek"  ketus salah satu dari mereka, "itu Alysa temenya Milla yang cantik itu kan?  Mau-mauan sih  Milla temenan sama tuh cewek"  lanjut teman sebelahnya.
Milla dan Alysa sangat lah berbeda, Milla yang di cap primadona sekolah merupakan wakil ketua OSIS yang memiliki sifat berkelas walau ia memang sedikit agak pendiam, tapi ia pun sangat pintar dan selalu menjadi andalan para guru, teman, dan anggota OSIS lainnya. Tak heran bila banyak anak cowok di sekolah mereka yang menyatakan perasaannya kepada Milla. tapi, tak satu pun dari mereka yang bisa menaklukkan hati seorang Milla atau lebih tepatnya menolak mereka dengan alasan ia tidak ingin pacaran dulu. Memang, itu alasan sebagian orang yang sering digunakan untuk menolak seseorang. Tapi, bukan itulah alasan sebenarnya.
Milla masih menunggu. Menunggu cinta pertamanya membuka matanya dari tidur panjangnya. setiap ada waktu, Milla menyempatkan untuk menjenguk cinta pertamanya. Michael. Mike adalah cinta pertama Milla saat mereka masih duduk dibangku kelas  3 SMP, sudah tiga tahun mereka menjalin hubungan.
Saat baru memasuki kelas XI, Mike mengalami kecelakaan motor dengan truk, dimana waktu itu Mike ingin menjemput Milla di tempat les. Hampir sejam lamanya ia menunggu Mike, tiba-tiba ia mendapat pesan dari sahabatnya Mike, bahwa Mike baru mengalami kecelakaan dan langsung dilarikan ke Ruang UGD . Sontak membuat air matanya mengalir deras di pipi tirus Milla dan ia sangatlah rapuh. tapi untung saja ada Alysa, sahabat Milla sejak mereka berusia 5 tahun. Alysa melakukan apa yang Milla lakukan saat Alysa rapuh karena seseorang yang ia suka. Meski Milla lebih rapuh di bandingkan Alysa, tetap Alysa menenang kan Millanya.

Sedangkan Alysa sendiri di cap cewek judes, galak, sensimen dan memiliki sifat tomboy yang terkadang membuat ia lebih dekat  dengan anak cowok, bukan berarti ia menghabiskan hari-harinya dengan anak cowok lainnya, melainkan hanya tegur sapa saja. Alysa juga tak kalah cantiknya dengan Milla hanya saja tertutup karena sifatnya yang sensian.
Ia juga pintar, hanya saja ia agak malas. Alysa selalu bersikap acuh pada hal yang menurut dia bukanlah hal yang penting bagi dirinya. Padahal, menurut sabahatnya itu hal penting untuk diri Alysa. Alysa yang terlihat acuh terhadap laki-laki, pernah mengalami pahitnya mencintai. Ya, Ia pernah sangat mencintai seseorang dan sangat berharap hingga akhirnya harapan itu pupus begitu saja.
Naufal Ardian. sahabat baru Alysa saat pertama kali masuk SMA Star High, Naufal lah yang pertama kali mengajak Alysa untuk berkenalan.
"Hai gue Naufal Ardian''  , kalimat pertama yang ia ucapkan saat Alysa sedang duduk sendiri dibangku depan aula. "Hai gue Alysa Avriel"  balas Alysa sambil tersenyum kecil. Itu menjadi awal mereka menjadi teman hingga akhirnya perasaan nyaman datang membuat Alysa berharap lebih kepada dirinya.
Alysa dan Naufal sangatlah akrab, mereka selalu tertawa dan berpergian bersama. Naufal selalu bisa membuat Alysa merasa lebih baik, ia selalu bisa membuat Alysa tersenyum. jika bersama Naufal, Alysa mampu melupakan bebannya untuk sesaat. Naufal tau bagaimana membujuk Alysa saat ia sedang ngambek, Hanya Naufal yang mengerti Alysa.
Tidak. Itu dulu. Sekarang semua berubah. Benar-benar berubah, Alysa mulai menjauh saat kejadian memilukan itu terjadi, belum genap satu tahun mereka berteman. Tapi, semua telah berubah. Beda. Nggak kaya dulu lagi.
Alysa mulai menjauhi Naufal, ia tidak mau perasaan itu hadir dan membuatnya berharap pada orang yang salah lagi. Tidak untuk kedua kalinya dan dengan orang yang sama. Meski, Naufal tidak seperasa Alysa. Naufal tetap menganggap Alysa teman dekatnya.  meski Naufal menyadari sikap Alysa yang berubah drastis sejak dua tahun lalu.

#2
Deerrrtt..deerrtt. Getaran hp Alysa terdengar.
Alysa melihat ke arah ponsel yang ia letakkan di atas meja berdampingan dengan buku tulis dan mengambilnya, lalu membaca pesan dari Milla.
To: Alysa Avriel
From: Milla Andiani
New Message!

"Sa, nanti nggak bisa balik bareng, gue ada kerja kelompok." 

Setelah membacanya ia hanya terdiam dan meletakan kembali ponsel nya di tempat semula, melanjutkan catatan tugasnya.
            Tidak lama kemudian, bel pulang pun berbunyi. Alysa langsung merapihkan semua alat tulis dan bukunya dengan rasa malas, sepertinya hari ini mood Alysa sedang tidak baik. Setelah selesai membaca doa, Alysa langsung saja keluar kelas dan menuju koridor parkiran. Tiba-tiba saja ada yang menarik pergelangan tangan Alysa, sontak ia merasa sangat terkejut.
"Hai sa"
Sebuah kalimat yang cukup membuatnya terdiam, ternyata suara tersebut berasal dari Naufal. Naufal yang menarik pergelangan tangan Alysa, hingga membuat matanya membesar dan mulutnya membentuk huruf O disertai ke gugupan yang tiba-tiba menguasai dirinya.
"Ee.. Naufal"  dengan gugup Alysa menjawab dan refleks melepaskan genggaman Naufal, "kenapa?"
"Sa.. Lo balik sama siapa? Kalo sendiri, bareng gue yuk, sekalian kita mampir ke tempat biasa. Udah lama juga kan kita enggak kesana" 
ajak Naufal lembut.
Alysa pun mendadak kaku, terdiam untuk beberapa menit. Tidak menyangka Naufal akan mengajaknya ketempat biasa. Ini pertama kali bagi Alysa bisa berbicara lagi dengan Naufal, sejak Dua tahun lalu mereka tidak saling berbicara, hanya senyum satu sama lain saat berpapasan. Padahal, Naufal selalu ingin bicara dengan Alysa tapi melihat tingkah Alysa yang menjauhi Naufal setiap kali bertemu, membuatnya mengurungkan niatnya itu.
"Sa, gimana?"  tanya Naufal membuat Alysa tersadar
"Maaf fal, nggak bisa, gue mau buru-buru pulang, ngantuk."  Tentu saja ia menolak ajakan tersebut. Alysa tidak ingin dirinya merasakan nyaman, karena saat sudah bersama Naufal, Alysa sangat merasa nyaman, saat sedang menghabiskan waktu bersama Naufal rasanya ia tidak ingin pergi darinya.
Hening seketika. Mereka saling terdiam, Alysa membuang muka menghadap ke arah mobil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, rasanya ia ingin bergegas ke mobilnya dan cepat-cepat meninggalkan Naufal, bukan karena ia salah tingkah melainkan karena ia memang sangat mengantuk.
" Mm.. Okay, mungkin lain hari,"  katanya dengan menyesal, lalu Naufal menatap wajah Alysa lamat-lamat dengan suara yang amat datar "apa ini karena waktu itu? Apa lo masih belum bisa maafin gue? Apa belum bisa ngilangin perasaan lo itu?  Apa pikiran lo dipenuhi kejadian dua tahun yang lalu?"
Tatapan Alysa beralih ke Naufal, melihat wajah Naufal dengan penuh kebisuan. bagaimana tidak, Naufal memberikan pertanyaan yang bertubi-tubi padanya, membuat ia tercengang mendengar pertanyaan itu. Alysa hanya mampu tersenyum kecil dan menundukan kepalanya, perkataan Naufal mengingatkan ia atas kejadian memilukan itu. Naufal yang melihat Alysa tertunduk merasa bawa dugaannya benar, sampai saat ini Alysa belum bisa melupakan kejadian itu.
"Jadi gue bener, lo belum bisa ngelupain kejadian itu? Itu berarti lo belum bisa ngelupain perasaan lo ke gue? Sa.. Perasaan gue masih sama kaya dulu, nggak akan berubah. Gue mohon sama lo sa, hapus perasaan lo buat gue atau lo jauhin gue. Gue cumaa anggap lo....."  tembak Naufal yang membuat Alysa tersenyum miring lalu mendongak, menatap wajah Naufal lamat-lamat dan memotong perkataan Naufal.
"Enggak. Lo salah fal, gue udah sepenuhnya ngelupain kejadian itu dan perasaan gue. Perasaan gue enggak sama kaya dulu fal! Iya, gue tau lo enggak pernah punya perasaan yang sama. Gue salah nilai kebaikan lo selama ini. Lo beri harapan pertemanan tapi gue menganggap harapan itu lebih. Maaf. Kalo itu mau lo, kalo lo pengen gue ngejauhin lo, gue bakal lakuin itu. Dan sejak kejadian itu gue emang ngejauhin lo. tapi lo, lo malah nyamperin gue kaya sekarang. Seakan-akan lo ingin memberi harapan baru ke gue, harapan yang selalu gue anggep lebih."  ungkap Alysa terdengar bergetar seakan ia sedang menahan sesuatu yang terus berusaha ingin dikeluarkan, "...gue harus pergi"  .
Dengan langkah cepatnya, Alysa meninggalkan Naufal sendiri, terdiam karena perkataan Alysa tadi, Naufal hanya melihat derap langkah Alysa yang menuju ke mobil putihnya tanpa berkata apa-apa. Seolah-olah perkataan Alysa baru saja menusuk hati Naufal sedalam-dalamnya. Alysa mulai menghidupkan mesin mobil dan meng-gas dengan cepat. Kini pikiran Alysa menjadi tak karuan, ada rasa lega saat ia mengatakan hal itu, seakan-akan sudah direncanakan tapi belum sempat menyampaikannya. Tapi kini, ia berhasil.
Pipi tirusnya kini di basahi oleh air matanya, dadanya terasa sesak, seakan ia tidak sepenuhnya menginginkan air matanya itu membasahi pipi Alysa. Dengan cepat ia menghapus air matanya dengan tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya fokus memegang setir. untung saja, emosinya tidak sepenuhnya menguasai dirinya. Sehingga ia mampu mengendarai mobilnya hingga rumah dengan selamat.

 #3
"Van sorry gue telat, tadi abis kerja kelompok "  terengah-engah lalu duduk di kursi sebelah Devan dan mulai mengeluarkan laptop berwarna biru donkernya.
Devan Edgar Wijaya. Selaku ketua OSIS yang memiliki jiwa sosial tinggi dan sangat friendly, Devan menjadi casanova Star High karena ia memang tampan, dengan kulit putihnya, hidung mancung alis tebal dengan gaya rambut Layered Undercut  yang membuat para wanita tergila-gila dengannya. Banyak wanita yang menyatakan perasaannya kepada Devan, tapi devan tidak tertarik dengan mereka, walaupun begitu Devan termasuk cowok yang tidak serius dalam menjalin hubungan.
Terakhir kali ia pacaran dua bulan yang lalu, dan itu pun hanya 2 hari pacaran lalu putus, bukan Devan yang memutuskannya, Devan tidak pernah menembak atau memutuskan suatu hubungan, hanya saja mereka yang melakukan hal itu. Tapi hal itu tidak menjadi masalah untuk Devan. Devan beranggapan, semua wanita yang menyatakan perasaannya hanya memanfaatkan kesempurnaan fisiknya saja. Devan memilih jurusan Bahasa dibanding IPA dan IPS, karena ia benci menghitung angka.
"Iya mil gpp, gue juga baru sampe kok. Jadi gimana mil, udah sampe mana proposalnya?"  kata Devan menatap ke arah layar laptop Milla. "Udah selesai kok van, tinggal di print sama minta persetujuan  pihak sekolah aja. Tadi sih gue udah kasih unjuk ke kepala sekolah, tapi katanya diprint dulu aja"  ungkap Milla sambil menunjukan hasil proposal yang ada di word.
"Oh baguslah kalo gitu Mil, thanks ya lo udah mau kerjasama. Jadi, cepet selesai deh"  puji Devan memberi senyum tanda terimakasihnya, "coba gue liat lagi deh, takut ntar ada yang kurang"  Devan mulai melihat proposal tersebut dengan teliti, sedangkan Milla merogoh kantung rok nya karena hp nya berdering dan mengangkat video call yang ternyata dari Alysa.
"Ada apa sa? Loh, lo kenapa? Abis nangis ya?
"Millaaa, lo dimanaaa? Gue butuh lo sekarang. Gue pengen cerita"  suara Alysa bete. Devan melirik ke arah Milla lalu menatap laptop kembali.
" gue lagi disevel  deket lampu merah, lo kenapa sih sa? Ada apalagi?"  cemas Milla karena tadi disekolah nampaknya Alysa baik-baik saja lalu mengapa sekarang jadi begini.
"Lo kesini aja dulu Mil, ntar gue ceritain semuanya"
"Okay sa, abis dari sini gue kerumah lo, take care Alysa ku"  nada manja Milla dan memutuskan panggilan lalu ia terfokus ke layar ponselnya. Ternyata, ada 2 pesan dari mamanya dan kemudian membalasnya.
            Devan yang selasai melihat proposalnya, kemudian bertanya mengenai percakapannya tadi.  "Tadi siapa Mil? Kok  kayanya lo cemas gitu?"
"Oh itu sih Alysa, kayanya abis nangis gitu, matanya sembab padahal tadi disekolah dia nggak kenapa-napa, tapi sekarang dan tiba-tiba dia kaya abis nangis gitu"  perjelas Milla. "Alysa? Alysa Avriel? XII IIS 1? Anak volly yang sok itu? "  Devan memastikan dengan bingung.
Milla menatap Devan setelah ia selesai membalas pesan dari mamanya, "iya Alysa Avriel yang sering bareng gue, Mm.. Enggak kok, dia enggak sok, dia anaknya baik."  kata Milla membela sahabatnya dengan senyum kecil. Devan tersenyum geli, seperti tak percaya dengan kata-kata Milla bahwa Alysa anak yang baik, "baik? Yang modelan kaya gitu baik? Ahahah baik apanya, selengean gitu anaknya"
Milla pun menggelengkan kepalanya dan ikut tersenyum " lo bilang kaya gitu karena lo belom kenal dia, lo cuma kenal namanya aja, cuma liat luarnya aja, lo sama kaya cowok lain ya van. Haha"  ketus Milla sedikit meledek Devan. Devan pun menjadi flat, ia tidak mengerti apa maksud perkataan Milla. Milla memasukan laptopnya ke dalam tas laptop dan bergegas untuk pergi, ia lalu berdiri "kalo lo tau sifat asli Alysa, gue yakin lo bakal nyaman berada dideket dia, gue duluan ya van" .
Devan terdiam sambil melihat Milla menuju mobil nya lalu pergi meninggalkan dirinya, Devan menggeleng dan ikut meninggalkan tempat itu. Kini Matahari tidak nampak jelas, langit pun berwarna jingga dan mulai gelap, Milla pun sampai dirumah Alysa. Milla belum sempat pulang kerumahnya ia masih mengenakan seragam Star High. Milla juga terbiasa dengan keadaan seperti ini ia terbiasa dengan kegiatan sibuknya.
Bagi Alysa, Milla seperti saudara kandung, begitu juga dengan kedua orang tua Alysa. Yang sudah menganggap Milla sebagai anaknya sendiri. Ketika ia sampai dirumah Alysa, ia langsung menuju kamar Alysa. Ya, seperti biasa. Rumah Alysa terasa sepi, kedua orang tuanya bekerja separuh waktu apalagi Alysa merupakan anak semata wayang, pembantu rumah Alysa membiarkan Milla masuk begitu saja, karena ia tau Milla dianggap seperti anak  oleh majikannya.
"Alysa ini gue Milla"  tangan Milla mengetuk pintu kamar Alysa dengan lembut. "Masuk aja Mil, nggak di kunci kok"  teriak Alysa dari dalam kamar, Milla pun perlahan membuka pintu kamar Alysa dan masuk ke dalam kamar, mendekat ke arah Alysa yang sedang asik berbaring  dikasur sambil membaca novel. Milla pun duduk di bibir kasur, " sa lo kenapa? Mata lo sembab gitu, nangis karena apa? Kayanya tadi lo nggak kenapa-napa deh'''. Alysa menutup novel dan mulai bangun dan duduk menyila di samping Milla lalu menatap Milla dan kemudian tertunduk. " tadi pas pulang, Naufal narik tangan gue Mil, terus dia ngajak pulang bareng dan ngajakin ketempat biasa gue sama dia kunjungin dulu, terus gue nolak ajakan dia, dan dia bilang hal itu Mil''. Suara  Alysa terdengar bergetar.
"Hal apa sa? Naufal bilang apa ke elo?"
"Dia bilang, perasaan dia masih sama kaya dulu dan nggak akan berubah. Gue nggak nyangka Mil, Naufal nyuruh gue menjauh dari dia, gue nggak nyangka dia bakal ngomong kaya gitu"  air mata Alysa tak dapat terbendung lagi dan mulai membasahi pipi nya lagi. Milla mengusap punggung Alysa, "sa jawab gue jujur, apa lo masih sayang Naufal?", Sontak Alysa mendongak, menatap Milla kaget dan tidak menyangka ia akan bertanya seperti itu, "gu..gue.."  belum selesai Alysa bicara, Milla pun memotong "masih sayang Naufal"  , Alysa merasa menelan ludahnya saat mendengar Milla dengan matanya yang mulai membesar dan mulutnya bergetar seakan ingin menjelaskan tapi kehabisan kata.
"Lo belom bisa ngelupain kejadian itu kan, lo juga belom bisa move dari rasa suka lo ke Naufal kan? Selama ini lo  jadi orang Munafik, sa. Lo nggak bisa buka hati lo bukan karena emang lo nggak bisa, tapi karena lo nggak mau, nggak mau buat ngelupain Naufal. Lo masih terus nyimpen harapan semu lo itu sa meski lo tau Naufal nggak mungkin punya perasaan yang sama, dan lo berharap suatu saat pikiran dia berubah,lo yakin suatu saat perasaan dia bakal sama kaya lo. Sa, dia tipe orang yang konsisten sama pilihan dia, kalo dia bilang enggak itu artinya enggak sa, nggak akan pernah berubah jadi iya."  nasehat Milla membuat air mata Alysa semakin mengalir deras tanpa berkata apa-apa.
Milla memeluk erat Alysa, kini Alysa menangis dipelukan Milla, dan Milla berbisik," please forget that it's over, sa. Jangan nyakitin diri lo, jangan nyiksa perasaan lo. Lupain." 
Tangis Alysa pun menjadi, apa yang Milla ucapkan ada benarnya, sehingga Alysa berusaha untuk benar-benar menghilangkan sepenuhnya perasaan itu, tanpa tersisa. Lagi-lagi Milla berhasil membuat Alysa bangkit dan kali ini Alysa bersungguh-sungguh melakukannya.
Setelah menenangkan Alysa, Milla pun pamit pulang, karena sudah larut ia berada di rumah Alysa. Bukannya tidak sopan masih berada dirumah orang dengan menggunakan seragam sekolah.
Sekelompok anak cowok yang terdiri dari 5 orang asik duduk di meja makan kantin persis didekat pintu masuk kantin, terdiri dari Bagas, Erik, Devan, Stev, dan Radit. Mereka asik menyantap makanan dan bertawa ria, membuat lelucon, dan kadang garing. Devan, Erik dan Bagas merupakan anak Bahasa. tapi, dari kelas X sialnya mereka tidak pernah sekelas, tapi kini, Devan sekelas dengan Bagas di 12 Bahasa 2. sedangkan Stev dan Radit anak MIA, saat kelas XI Radit pernah satu kelas dengan Milla, dan kini Radit satu kelas dengan Stev di MIA 2.


#4
Hari ini Alysa berniat tidak ingin kekantin, karena tidak ingin bertemu dengan Naufal. Sudah seminggu ia tidak bertemu dengan Naufal, Namun karen ia lupa membawa bekal dan perutnya pun mulai meminta dimasukan makanan, mau tak mau Alysa ke kantin dan berharap tidak akan bertemu dengan Naufal, karena jika bertemu bisa saja ia gagal untuk berusaha melupakan Naufal, mungkin. Saat di kantin Alysa nampak mindik-mindik melihat kanan kiri menjaga-jaga saat melihat Naufal ia bisa langsung mengalihkan pandangannya, mungkin juga tidak.
Devan yang asik ngobrol dengan teman-temannya, tanpa sengaja melihat Alysa sedang berada di tukang kebab, menunggu pesannya sambil pandangan mengadah ke layar ponselnya. Terlintas kata-kata Milla "kalo lo tau sifat asli Alysa, gue yakin lo bakal nyaman berada dideket dia," .  membuat Devan berfikir sejenak lalu menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangnya ke teman-temannya lagi.
Setelah pesanannya jadi, Alysa membayar dan berpindah ke tempat jus, sayangnya saat Alysa mendongak dari layar ponselnya ia melihat Naufal bersama dengan Tia sedang ditempat jus. Tia adalah pacar Naufal. Wanita yang menjadi alasan mengapa harapannya pupus. Akhirnya, Alysa balik badan dan lekas pergi dari sana, ia mengurungkan niatnya untuk membeli jus alpukat kesukaannya. Ia berlari kecil menuju lapangan basket indoor yang berada tak jauh dari kantin. Entah mengapa, Alysa bisa berlari kesana, tapi tak masalah asal tempat itu cocok untuk menenangkan dirinya sejenak, Alysa duduk di kursi penonton, meletakkan kebab di sebelahnya. Dan ia terdiam sejenak. Ternyata mereka masih pacaran. Gumam Alysa kemudian ia menuju ke bola basket yang menganggur di tengah lapangan, nampaknya ada yang baru bermain basket dan tidak meletakkan bolanya kembali, dasarr.
Devan yang melihat Alysa bergegas dengan terburu-buru, seperti abis melihat genderuwo. Berdiri dan mengarah ke tempat jus, ia memesan jus. Lalu ia pergi tanpa teman-temannya menyadari ke pergian Devan.
Alysa mencoba mendribble bola basket, menempatkan sasarannya dan mulai men-shoot  kearah ring, alhasil. Ia gagal memasukkan bola tersebut seperti hal nya ia gagal memasukan hati nya ke hati Naufal. Berkali-kali Alysa mencoba, tetap saja tidak masuk. Alysa memang tak pandai bermain basket, ia hanya sok-sok an, tak perduli berapa kali bola basket itu meleset yang penting ia terlihat keren dengan memegang bola basket. Pikirnya.
Untuk yang kesekian kalinya ia gagal memasukan bola tersebut, "payahh banget" . Alysa di kaget kan dengan suara seseorang, membuatnya mencari sumber suara tersebut, yang ternyata itu suara Devan, sedari tadi Devan besender dipintu masuk, memperhatikan Alysa bermain basket yang entah berapa kali ia gagal, Alysa hanya melihatnya menuju kearah tempat kebab yang ia letakkan dan menaruh jus di sebelah kebab milik Alysa, lalu berjalan ke arah Alysa. "Lempaarr"
Tanpa Alysa sadar, ia mengikuti perintah Devan untuk melempar basket ke arahnya. Devan mulai mendribble dan men-shoot  bola hingga akhirnya bola itu masuk ke ring dari jarak yang lumayam jauh. "Wow"  benak Alysa menatap kagum tanpa sadar Devan mengarah ke arahnya sembari mendribble bola basket, "biasa aja kali ngeliatinnya, gue tau kok gue keren tapi nggak usah sampe melongo gitu, jadi malu gue"  dengan pede nya Devan berkata disertai senyum lebarnya.
Membuat Alysa tersadar dari kekagumannya "ih nggak usah ke pede an jadi orang, gue juga bisa masukin bola itu ke ring"  dengan percaya diri Alysa mengatakan dengan senyum miring dan satu alisnya di naikan.
            "Masa? Berapa kali bolanya masuk?"  ledek Devan dengan senyum sinisnya. Alysa seketika membeku, kaku, "ee..ber..e"  bingung dengan jawaban yang harus ia jawab, pasalnya ia selalu gagal memasukan bola ke ring.
            Devan semakin meledek Alysa "berapa? Satu? Dua? Tiga? Apaa..."  Alysa menunggu lanjutan Devan, hingga Devan semakin dekat dan membuat Alysa harus mengerutkan dahinya. "NOL"  bisik Devan membuat mata Alysa membesar dan wajahnya memerah kesal. Menyebalkan.
"Sini. Mana bolanya, gue nggak terima lo remehin gue!!"  bentak Alysa dan berusaha merebut bola dari tangan Devan, tapi Devan lebih gesit dibanding Alysa. Sehingga Devan mengayunkan bolanya ke segala arah hingga hampir membuat mereka ciuman, jaraknya sangatlah tipis. Devan langsung melotot kaget begitu juga dengan Alysa, membuat mereka salah tingkah. Alysa membuang muka dan berjalan mengambil kebabnya dan pergi berjalan keluar, tapi, Devan mencegahnya, "tunggu"  .

            Alysa berhenti berjalan dan menengok ke belakang, Devan mengambil jus yang diletakkan di sebelah kebab Alysa tadi, mendekat ke arah Alysa. "Ini  buat lo, nggak mungkin kan lo makan tanpa minum "  Devan memberikan jus yang tadi di belinya, Alysa menatap Devan bingung tanpa mengambil jus itu.
           "Ini ambil, lagi ini juga rasa kesukaan lo kan?"  . "MODUS"  ketus Alysa sinis,
"dihh siapa yang modus, gue ikhlas kasih ini buat lo, toh ngapain juga modusin cewek model lo, udah nih ambil, gue nggak mau tau. Gue udah beliin ini buat lo"  Devan menarik paksa tangan kanan Alysa agar Alysa memegang jus nya. Lalu, Devan bergegas keluar. Menyebalkan.
             "Apa-apaan dia, seenaknya aja." 
Alysa kesal dan pergi meninggalkan lapangan dan kembali kekelasnya.
Devan kembali menuju ke kantin, untunglah teman-temannya masih ada disana. Devan langsung bergabung kembali.
"Van abis dari mana lo, pergi gitu aja"  tanya erik
"Sorry tadi ada urusan mendadak,"  kebohongan Devan membuat mereka percaya
"Sok sibukk".
"Sok dipentingin."
"Anjaass"  seru teman-temannya, dan melontarkan tawa. Bagas yang asik menyedot jus nya, terpanah dengan melihat pemandangan Naufal dengan Tia .
"gilaa ya, Naufal ama Tia, pacarannya awet bener, iri hayati"  kata Bagas yang membuat teman-temannya ikut tertuju ke arah Naufal dan Tia.

           "Makanya cari sono pacar, biar nggak jones-jones amat" 
celetuk Steve. "Alah kaya sendirinya nggak jones aja sih step"  balas Bagas.
           Gue mah SWAG, Single Woles Anti Galau"  tegas Steve dengan gaya seperti rapper, membuat Erik dan Radit ber-toss dengan Stev, "Yomaann bro Steve" . membuat pecah tawa mereka.
"Bukannya waktu kelas X  Naufal deket ama Alysa ya? Kok jadinya ama Tia, kocak."  pancing Devan yang sebenarnya ia tau bahwa Naufal dan Alysa hanya sebatas teman dekat.
           "Peduli amat sih lo van ama siklus hidup mereka"  ledek Erik. "Ye gue cuma nanya doang kali "  desis  Devan "baper banget sih bang Devan, elah"  ledek Steve.
          "Naufal sama Alysa cuma sebatas temen deket doang, gue juga nggak ngerti deh, gue pikir mah mereka pacaran, eh terus pas naik kelas XI mereka nggak deket lagi, nggak tau sebabnya apa"  jelas Radit.
Penjelasan Radit membuat Devan penasaran dengan Naufal dan Alysa, mengapa tadi Alysa tidak menyapa Naufal saat di tempat jus, Alysa malah membuang muka dan berlari menjauh. Dan setiap kali Devan melihat Alysa dan Naufal berpapasan mereka seperti orang yang saling nggak kenal. Ahh peduli amat gue sama mereka. Gumam Devan menggelengkan kepalanya.
"Wih Radit mak-mak gosip"  kata Bagas menggeprak meja kantin.
"Anjaasss"  disusul dengan Erik
"Ye TAI kau"  jawab Radit jengkel






Tunggu kelanjutannya yaa.Terimakasih telah berkunjung! selamat membacaa :)
Komen yaaa :)

Related Posts

There is no other posts in this category.
Subscribe Our Newsletter