Dua tahun yang lalu, disaat hati gue
hancur karena dia. Karena sebuah harapan yang berakhir tragis, dimana dua
makhluk yang memberi harapan dan yang sangat berharap dipertemukan tapi tidak
untuk dipersatukan. Oh shit. Dan terkadang apa yang diharapkan enggak
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mungkin gue terlalu berharap sampai
akhirnya harapan gue hanyalah harapan semu.
Saat kejadian memilukan itu, Alysa
mengucap janjinya untuk tidak suka dengan seseorang. selama dua tahun Alysa
menjalankan hidupnya tanpa adanya orang spesial, kecuali Milla. Sahabat sejak
ia berusia lima tahun. dia juga jadi saksi kejadian memilukan yang Alysa
alamin. bahkan, dia orang yang memberi semangat dan harapan baru saat hampir
semua harapannya pupus dan rapuhnya ia saat itu. Milla memang sahabat yang
paling baik yang pernah Alysa kenal dan dia tidak pernah bohong kepada dirinya.
Milla tidak pernah marah, dia terlalu sabar buat ngadepin Alysa yang kadang
suka keras kepala dan susah diatur. dia selalu ingetin sahabat baiknya dan
menasehatinya tapi terkadang Alysa tidak terlalu peduli dengan kata-kata Milla.
cuma meng-IYA kan apa yang dia bilang, emang jahat kedengarannya. tapi itulah
Alysa, keras kepala dan susah diatur.
Bel
istirahat udah dimulai 5 menit yang lalu, tapi kelas Alysa baru saja istirahat
setelah melewati ulangan dadakan.
Langsung saja Alysa melangkahkan kaki ke kantin karena perutnya sudah
meronta-ronta untuk diisi. Milla udah istirahat belum ya. gumam Alysa sembari melihat ke arlojinya,
Ah paling dia udah dikantin, istirahat udah dimulai 5 menit yang lalu .
"Alysa.. " suara teriakan yang berasal
dari salah satu meja makan, langsung saja Alysa mencari sumber suara tersebut
dan ternyata suara Milla yang sudah menempati meja makan sebalah ujung kanan.
Milla nampak sendirian dan hanya
ditemani dengan sebuah laptop berwarna biru donkernya dan sisa makanan yang
baru saja selesai disantapnya. Alysa pun langsung menuju ke meja yang kini
Milla tempati.
"Ehh mil, sendirian aja lo?" kata Alysa duduk di sebelah Milla
"Keliatannya gimana sa? Sendirikan? Pake nanya
lagi" ketus
Milla, "btw lo kok baru istirahat sih sa? Tumben banget" lanjut Milla.
"Iyaa nih, tadi ada ulangan mendadak, mana soalnya
susah banget lagi. bete." gumam
Alysa dengan wajah jengkelnya.
"Makanya belajar sa, jangan novel terus. Inget loh,
kita udah semester 5 bentar lagi lulus, lo mau enggak lulus? Pastinya enggak
kan" nasehat
Milla memastikan Alysa.
"Iya iya Mil tau" gumam alysa dengan nada
betenya sembari tangan kanan menadah dagunya. dengan kaget Alysa langsung
terbangun dari duduknya, "Oh God, gue lupa, gue lagi mesen bakso,
bentar ya Mil gue ambil bakso pesenan gue dulu. Oh iya, elo enggak makan?"
"Ini gue baru selesai makan sa, udah sana ambil dulu
pesenan lo ntar keburu bel istirahat abis"
perintah Milla
Kemudian Alysa langsung menuju tukang
bakso yang entah pesanannya sudah dibuatkan atau belum, Alysa memang suka
dengan bakso apalagi ditambah dengan beberapa sendok sambal yang cukup terlihat
sangat pedas jika dimakan. Sejak dulu, Alysa suka dengan makanan yang pedas,
dan menurutnya hambar jika tidak ada sambal. Sesampainya ia di tukang bakso
langganannya, ia cukup terkejut karena pesanannya belum juga dibuat.
"Loh bang, bakso pesanan saya mana?
Kan tadi saya pesan" ketusnya
dengan mengerutkan dahi. Nampaknya tukang bakso itu baru saja kewalahan setelah
melayani banyaknya pesanan, memang saat Alysa memesan bakso, sudah banyak yang
mengantri untuk memesan bakso, dengan rasa bersalah meski jelas ini bukan
salahnya tukang bakso pun meminta maaf pada Alysa dan langsung membuatkan
pesanannya. Tiba-tiba saja, sekelompok anak cowok datang dan memesan bakso
tanpa melihat adanya Alysa yang sedang sabar menunggu pesanannya. Sehingga Alysa
terdorong dari posisinya.
"Bang, baksonya 1, pake bihun
sambelnya 3 sendok" kata
salah satu anak cowok, "iya bang, saya juga, kecapnya dikit aja", Lanjut
temen sebelahnya. Sontak membuat Alysa geram "woy, ngantri
kali," . membuat mereka menatap
Alysa bersamaan lalu mengabaikannya dengan sinis.
Pesanan Alysa pun sudah selesai dibuat,
lalu ia mengucapkan "Makasih bang"
dan langsung menuju ke tempat Milla berada, "Judes banget
tuh cewek" ketus salah satu dari
mereka, "itu Alysa temenya Milla yang cantik itu kan? Mau-mauan sih
Milla temenan sama tuh cewek"
lanjut teman sebelahnya.
Milla dan Alysa sangat lah berbeda, Milla
yang di cap primadona sekolah merupakan wakil ketua OSIS yang memiliki sifat
berkelas walau ia memang sedikit agak pendiam, tapi ia pun sangat pintar dan
selalu menjadi andalan para guru, teman, dan anggota OSIS lainnya. Tak heran
bila banyak anak cowok di sekolah mereka yang menyatakan perasaannya kepada
Milla. tapi, tak satu pun dari mereka yang bisa menaklukkan hati seorang Milla
atau lebih tepatnya menolak mereka dengan alasan ia tidak ingin pacaran dulu.
Memang, itu alasan sebagian orang yang sering digunakan untuk menolak
seseorang. Tapi, bukan itulah alasan sebenarnya.
Milla masih menunggu. Menunggu cinta
pertamanya membuka matanya dari tidur panjangnya. setiap ada waktu, Milla
menyempatkan untuk menjenguk cinta pertamanya. Michael. Mike adalah cinta
pertama Milla saat mereka masih duduk dibangku kelas 3 SMP, sudah tiga tahun mereka menjalin
hubungan.
Saat
baru memasuki kelas XI, Mike mengalami kecelakaan motor dengan truk, dimana
waktu itu Mike ingin menjemput Milla di tempat les. Hampir sejam lamanya ia
menunggu Mike, tiba-tiba ia mendapat pesan dari sahabatnya Mike, bahwa Mike baru
mengalami kecelakaan dan langsung dilarikan ke Ruang UGD . Sontak
membuat air matanya mengalir deras di pipi tirus Milla dan ia sangatlah rapuh.
tapi untung saja ada Alysa, sahabat Milla sejak mereka berusia 5 tahun. Alysa
melakukan apa yang Milla lakukan saat Alysa rapuh karena seseorang yang ia
suka. Meski Milla lebih rapuh di bandingkan Alysa, tetap Alysa menenang kan
Millanya.
Sedangkan Alysa sendiri di cap cewek
judes, galak, sensimen dan memiliki sifat tomboy yang terkadang membuat ia
lebih dekat dengan anak cowok, bukan
berarti ia menghabiskan hari-harinya dengan anak cowok lainnya, melainkan hanya
tegur sapa saja. Alysa juga tak kalah cantiknya dengan Milla hanya saja
tertutup karena sifatnya yang sensian.
Ia juga pintar, hanya saja ia agak malas.
Alysa selalu bersikap acuh pada hal yang menurut dia bukanlah hal yang penting
bagi dirinya. Padahal, menurut sabahatnya itu hal penting untuk diri Alysa.
Alysa yang terlihat acuh terhadap laki-laki, pernah mengalami pahitnya
mencintai. Ya, Ia pernah sangat mencintai seseorang dan sangat berharap hingga
akhirnya harapan itu pupus begitu saja.
Naufal Ardian. sahabat baru Alysa saat
pertama kali masuk SMA Star High, Naufal lah yang pertama kali mengajak Alysa
untuk berkenalan.
"Hai gue Naufal Ardian'' , kalimat pertama yang ia
ucapkan saat Alysa sedang duduk sendiri dibangku depan aula. "Hai gue
Alysa Avriel" balas Alysa
sambil tersenyum kecil. Itu menjadi awal mereka menjadi teman hingga akhirnya
perasaan nyaman datang membuat Alysa berharap lebih kepada dirinya.
Alysa dan Naufal sangatlah akrab, mereka
selalu tertawa dan berpergian bersama. Naufal selalu bisa membuat Alysa merasa
lebih baik, ia selalu bisa membuat Alysa tersenyum. jika bersama Naufal, Alysa
mampu melupakan bebannya untuk sesaat. Naufal tau bagaimana membujuk Alysa saat
ia sedang ngambek, Hanya Naufal yang mengerti Alysa.
Tidak. Itu dulu. Sekarang
semua berubah. Benar-benar berubah, Alysa mulai menjauh saat kejadian memilukan
itu terjadi, belum genap satu tahun mereka berteman. Tapi, semua telah berubah.
Beda. Nggak kaya dulu lagi.
Alysa mulai menjauhi Naufal, ia tidak mau
perasaan itu hadir dan membuatnya berharap pada orang yang salah lagi. Tidak
untuk kedua kalinya dan dengan orang yang sama. Meski, Naufal tidak seperasa
Alysa. Naufal tetap menganggap Alysa teman dekatnya. meski Naufal menyadari sikap Alysa yang
berubah drastis sejak dua tahun lalu.
#2
Deerrrtt..deerrtt. Getaran hp Alysa terdengar.
Deerrrtt..deerrtt. Getaran hp Alysa terdengar.
Alysa melihat ke arah ponsel yang ia
letakkan di atas meja berdampingan dengan buku tulis dan mengambilnya, lalu
membaca pesan dari Milla.
To: Alysa Avriel
From: Milla Andiani New Message! "Sa, nanti nggak bisa balik bareng, gue ada kerja kelompok." |
Setelah membacanya ia hanya terdiam dan
meletakan kembali ponsel nya di tempat semula, melanjutkan catatan tugasnya.
Tidak lama kemudian, bel pulang pun
berbunyi. Alysa langsung merapihkan semua alat tulis dan bukunya dengan rasa
malas, sepertinya hari ini mood Alysa sedang tidak baik. Setelah selesai
membaca doa, Alysa langsung saja keluar kelas dan menuju koridor parkiran.
Tiba-tiba saja ada yang menarik pergelangan tangan Alysa, sontak ia merasa
sangat terkejut.
"Hai
sa"
Sebuah kalimat yang cukup membuatnya terdiam, ternyata suara tersebut berasal dari Naufal. Naufal yang menarik pergelangan tangan Alysa, hingga membuat matanya membesar dan mulutnya membentuk huruf O disertai ke gugupan yang tiba-tiba menguasai dirinya.
Sebuah kalimat yang cukup membuatnya terdiam, ternyata suara tersebut berasal dari Naufal. Naufal yang menarik pergelangan tangan Alysa, hingga membuat matanya membesar dan mulutnya membentuk huruf O disertai ke gugupan yang tiba-tiba menguasai dirinya.
"Ee.. Naufal" dengan gugup Alysa menjawab
dan refleks melepaskan genggaman Naufal, "kenapa?"
"Sa.. Lo balik sama siapa? Kalo sendiri, bareng gue yuk, sekalian kita mampir ke tempat biasa. Udah lama juga kan kita enggak kesana" ajak Naufal lembut.
"Sa.. Lo balik sama siapa? Kalo sendiri, bareng gue yuk, sekalian kita mampir ke tempat biasa. Udah lama juga kan kita enggak kesana" ajak Naufal lembut.
Alysa pun mendadak kaku, terdiam untuk
beberapa menit. Tidak menyangka Naufal akan mengajaknya ketempat biasa. Ini
pertama kali bagi Alysa bisa berbicara lagi dengan Naufal, sejak Dua tahun lalu
mereka tidak saling berbicara, hanya senyum satu sama lain saat berpapasan.
Padahal, Naufal selalu ingin bicara dengan Alysa tapi melihat tingkah Alysa
yang menjauhi Naufal setiap kali bertemu, membuatnya mengurungkan niatnya itu.
"Sa, gimana?"
tanya Naufal membuat Alysa tersadar
"Maaf fal, nggak bisa, gue mau
buru-buru pulang, ngantuk." Tentu
saja ia menolak ajakan tersebut. Alysa tidak ingin dirinya merasakan nyaman,
karena saat sudah bersama Naufal, Alysa sangat merasa nyaman, saat sedang
menghabiskan waktu bersama Naufal rasanya ia tidak ingin pergi darinya.
Hening seketika. Mereka saling terdiam,
Alysa membuang muka menghadap ke arah mobil yang tidak jauh dari tempatnya
berdiri sekarang, rasanya ia ingin bergegas ke mobilnya dan cepat-cepat
meninggalkan Naufal, bukan karena ia salah tingkah melainkan karena ia memang
sangat mengantuk.
" Mm.. Okay, mungkin lain
hari," katanya
dengan menyesal, lalu Naufal menatap wajah Alysa lamat-lamat dengan suara yang
amat datar "apa ini karena waktu itu? Apa lo masih belum bisa maafin
gue? Apa belum bisa ngilangin perasaan lo itu?
Apa pikiran lo dipenuhi kejadian dua tahun yang lalu?"
Tatapan Alysa beralih ke Naufal, melihat
wajah Naufal dengan penuh kebisuan. bagaimana tidak, Naufal memberikan
pertanyaan yang bertubi-tubi padanya, membuat ia tercengang mendengar
pertanyaan itu. Alysa hanya mampu tersenyum kecil dan menundukan kepalanya,
perkataan Naufal mengingatkan ia atas kejadian memilukan itu. Naufal yang
melihat Alysa tertunduk merasa bawa dugaannya benar, sampai saat ini Alysa
belum bisa melupakan kejadian itu.
"Jadi gue bener, lo belum bisa
ngelupain kejadian itu? Itu berarti lo belum bisa ngelupain perasaan lo ke gue?
Sa.. Perasaan gue masih sama kaya dulu, nggak akan berubah. Gue mohon sama lo
sa, hapus perasaan lo buat gue atau lo jauhin gue. Gue cumaa anggap
lo....." tembak
Naufal yang membuat Alysa tersenyum miring lalu mendongak, menatap wajah Naufal
lamat-lamat dan memotong perkataan Naufal.
"Enggak. Lo salah fal, gue udah
sepenuhnya ngelupain kejadian itu dan perasaan gue. Perasaan gue enggak sama
kaya dulu fal! Iya, gue tau lo enggak pernah punya perasaan yang sama. Gue
salah nilai kebaikan lo selama ini. Lo beri harapan pertemanan tapi gue
menganggap harapan itu lebih. Maaf. Kalo itu mau lo, kalo lo pengen gue
ngejauhin lo, gue bakal lakuin itu. Dan sejak kejadian itu gue emang ngejauhin
lo. tapi lo, lo malah nyamperin gue kaya sekarang. Seakan-akan lo ingin memberi
harapan baru ke gue, harapan yang selalu gue anggep lebih." ungkap Alysa terdengar
bergetar seakan ia sedang menahan sesuatu yang terus berusaha ingin
dikeluarkan, "...gue harus pergi"
.
Dengan langkah cepatnya, Alysa
meninggalkan Naufal sendiri, terdiam karena perkataan Alysa tadi, Naufal hanya
melihat derap langkah Alysa yang menuju ke mobil putihnya tanpa berkata
apa-apa. Seolah-olah perkataan Alysa baru saja menusuk hati Naufal
sedalam-dalamnya. Alysa mulai menghidupkan mesin mobil dan meng-gas dengan
cepat. Kini pikiran Alysa menjadi tak karuan, ada rasa lega saat ia mengatakan
hal itu, seakan-akan sudah direncanakan tapi belum sempat menyampaikannya. Tapi
kini, ia berhasil.
Pipi tirusnya kini di basahi oleh air
matanya, dadanya terasa sesak, seakan ia tidak sepenuhnya menginginkan air
matanya itu membasahi pipi Alysa. Dengan cepat ia menghapus air matanya dengan
tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya fokus memegang setir. untung saja,
emosinya tidak sepenuhnya menguasai dirinya. Sehingga ia mampu mengendarai
mobilnya hingga rumah dengan selamat.
#3
"Van sorry gue telat, tadi abis kerja kelompok
" terengah-engah
lalu duduk di kursi sebelah Devan dan mulai mengeluarkan laptop berwarna biru
donkernya.
Devan Edgar Wijaya. Selaku ketua OSIS yang
memiliki jiwa sosial tinggi dan sangat friendly, Devan menjadi casanova Star
High karena ia memang tampan, dengan kulit putihnya, hidung mancung alis tebal
dengan gaya rambut Layered Undercut yang membuat para wanita tergila-gila
dengannya. Banyak wanita yang menyatakan perasaannya kepada Devan, tapi devan
tidak tertarik dengan mereka, walaupun begitu Devan termasuk cowok yang tidak
serius dalam menjalin hubungan.
Terakhir kali ia pacaran dua bulan yang
lalu, dan itu pun hanya 2 hari pacaran lalu putus, bukan Devan yang memutuskannya,
Devan tidak pernah menembak atau memutuskan suatu hubungan, hanya saja mereka
yang melakukan hal itu. Tapi hal itu tidak menjadi masalah untuk Devan. Devan
beranggapan, semua wanita yang menyatakan perasaannya hanya memanfaatkan
kesempurnaan fisiknya saja. Devan memilih jurusan Bahasa dibanding IPA dan IPS,
karena ia benci menghitung angka.
"Iya mil gpp, gue juga baru sampe
kok. Jadi gimana mil, udah sampe mana proposalnya?" kata Devan menatap ke arah
layar laptop Milla. "Udah selesai kok van, tinggal di print sama minta
persetujuan pihak sekolah aja. Tadi sih
gue udah kasih unjuk ke kepala sekolah, tapi katanya diprint dulu
aja" ungkap Milla sambil
menunjukan hasil proposal yang ada di word.
"Oh baguslah kalo gitu Mil, thanks ya
lo udah mau kerjasama. Jadi, cepet selesai deh" puji Devan memberi senyum
tanda terimakasihnya, "coba gue liat lagi deh, takut ntar ada yang
kurang" Devan mulai melihat
proposal tersebut dengan teliti, sedangkan Milla merogoh kantung rok nya karena
hp nya berdering dan mengangkat video call yang ternyata dari Alysa.
"Ada apa sa? Loh, lo kenapa? Abis nangis ya?
"Millaaa, lo dimanaaa? Gue butuh lo sekarang. Gue
pengen cerita" suara
Alysa bete. Devan melirik ke arah Milla lalu menatap laptop kembali.
" gue lagi disevel
deket lampu merah, lo kenapa sih sa? Ada apalagi?" cemas Milla karena tadi
disekolah nampaknya Alysa baik-baik saja lalu mengapa sekarang jadi begini.
"Lo kesini aja dulu Mil, ntar gue ceritain
semuanya"
"Okay sa, abis dari sini gue kerumah lo, take care
Alysa ku" nada
manja Milla dan memutuskan panggilan lalu ia terfokus ke layar ponselnya.
Ternyata, ada 2 pesan dari mamanya dan kemudian membalasnya.
Devan yang selasai melihat proposalnya, kemudian bertanya mengenai percakapannya tadi. "Tadi siapa Mil? Kok kayanya lo cemas gitu?"
Devan yang selasai melihat proposalnya, kemudian bertanya mengenai percakapannya tadi. "Tadi siapa Mil? Kok kayanya lo cemas gitu?"
"Oh itu sih Alysa, kayanya abis
nangis gitu, matanya sembab padahal tadi disekolah dia nggak kenapa-napa, tapi
sekarang dan tiba-tiba dia kaya abis nangis gitu" perjelas Milla. "Alysa?
Alysa Avriel? XII IIS 1? Anak volly yang sok itu? " Devan memastikan dengan bingung.
Milla menatap Devan setelah ia selesai
membalas pesan dari mamanya, "iya Alysa Avriel yang sering bareng gue,
Mm.. Enggak kok, dia enggak sok, dia anaknya baik." kata Milla membela sahabatnya dengan
senyum kecil. Devan tersenyum geli, seperti tak percaya dengan kata-kata Milla
bahwa Alysa anak yang baik, "baik? Yang modelan kaya gitu baik? Ahahah
baik apanya, selengean gitu anaknya"
Milla pun menggelengkan kepalanya dan ikut
tersenyum " lo bilang kaya gitu karena lo belom kenal dia, lo cuma
kenal namanya aja, cuma liat luarnya aja, lo sama kaya cowok lain ya van.
Haha" ketus Milla sedikit
meledek Devan. Devan pun menjadi flat, ia tidak mengerti apa maksud perkataan
Milla. Milla memasukan laptopnya ke dalam tas laptop dan bergegas untuk pergi,
ia lalu berdiri "kalo lo tau sifat asli Alysa, gue yakin lo bakal
nyaman berada dideket dia, gue duluan ya van" .
Devan terdiam sambil melihat Milla menuju
mobil nya lalu pergi meninggalkan dirinya, Devan menggeleng dan ikut
meninggalkan tempat itu. Kini Matahari tidak nampak jelas, langit pun berwarna
jingga dan mulai gelap, Milla pun sampai dirumah Alysa. Milla belum sempat
pulang kerumahnya ia masih mengenakan seragam Star High. Milla juga terbiasa
dengan keadaan seperti ini ia terbiasa dengan kegiatan sibuknya.
Bagi Alysa, Milla seperti saudara kandung,
begitu juga dengan kedua orang tua Alysa. Yang sudah menganggap Milla sebagai
anaknya sendiri. Ketika ia sampai dirumah Alysa, ia langsung menuju kamar
Alysa. Ya, seperti biasa. Rumah Alysa terasa sepi, kedua orang tuanya bekerja separuh
waktu apalagi Alysa merupakan anak semata wayang, pembantu rumah Alysa
membiarkan Milla masuk begitu saja, karena ia tau Milla dianggap seperti
anak oleh majikannya.
"Alysa ini gue Milla" tangan
Milla mengetuk pintu kamar Alysa dengan lembut. "Masuk aja Mil, nggak
di kunci kok" teriak
Alysa dari dalam kamar, Milla pun perlahan membuka pintu kamar Alysa dan masuk
ke dalam kamar, mendekat ke arah Alysa yang sedang asik berbaring dikasur sambil membaca novel. Milla pun duduk
di bibir kasur, " sa lo kenapa? Mata lo sembab gitu, nangis karena apa?
Kayanya tadi lo nggak kenapa-napa deh'''. Alysa menutup novel dan mulai
bangun dan duduk menyila di samping Milla lalu menatap Milla dan kemudian
tertunduk. " tadi pas pulang, Naufal narik tangan gue Mil, terus dia
ngajak pulang bareng dan ngajakin ketempat biasa gue sama dia kunjungin dulu,
terus gue nolak ajakan dia, dan dia bilang hal itu Mil''. Suara Alysa terdengar bergetar.
"Hal apa sa? Naufal bilang apa ke
elo?"
"Dia bilang, perasaan dia masih sama kaya dulu dan
nggak akan berubah. Gue nggak nyangka Mil, Naufal nyuruh gue menjauh dari dia,
gue nggak nyangka dia bakal ngomong kaya gitu" air mata Alysa tak dapat
terbendung lagi dan mulai membasahi pipi nya lagi. Milla mengusap punggung
Alysa, "sa jawab gue jujur, apa lo masih sayang Naufal?",
Sontak Alysa mendongak, menatap Milla kaget dan tidak menyangka ia akan
bertanya seperti itu, "gu..gue.." belum selesai Alysa bicara, Milla pun memotong
"masih sayang Naufal" , Alysa
merasa menelan ludahnya saat mendengar Milla dengan matanya yang mulai membesar
dan mulutnya bergetar seakan ingin menjelaskan tapi kehabisan kata.
"Lo belom bisa ngelupain kejadian itu
kan, lo juga belom bisa move dari rasa suka lo ke Naufal kan? Selama ini
lo jadi orang Munafik, sa. Lo nggak bisa
buka hati lo bukan karena emang lo nggak bisa, tapi karena lo nggak mau, nggak
mau buat ngelupain Naufal. Lo masih terus nyimpen harapan semu lo itu sa meski
lo tau Naufal nggak mungkin punya perasaan yang sama, dan lo berharap suatu
saat pikiran dia berubah,lo yakin suatu saat perasaan dia bakal sama kaya lo.
Sa, dia tipe orang yang konsisten sama pilihan dia, kalo dia bilang enggak itu
artinya enggak sa, nggak akan pernah berubah jadi iya." nasehat Milla membuat air mata
Alysa semakin mengalir deras tanpa berkata apa-apa.
Milla memeluk erat Alysa, kini Alysa
menangis dipelukan Milla, dan Milla berbisik," please forget that it's
over, sa. Jangan nyakitin diri lo, jangan nyiksa perasaan lo.
Lupain."
Tangis Alysa pun menjadi, apa yang Milla
ucapkan ada benarnya, sehingga Alysa berusaha untuk benar-benar menghilangkan
sepenuhnya perasaan itu, tanpa tersisa. Lagi-lagi Milla berhasil membuat Alysa
bangkit dan kali ini Alysa bersungguh-sungguh melakukannya.
Setelah menenangkan Alysa, Milla pun pamit
pulang, karena sudah larut ia berada di rumah Alysa. Bukannya tidak sopan masih
berada dirumah orang dengan menggunakan seragam sekolah.
Sekelompok anak cowok yang terdiri dari 5
orang asik duduk di meja makan kantin persis didekat pintu masuk kantin,
terdiri dari Bagas, Erik, Devan, Stev, dan Radit. Mereka asik menyantap makanan
dan bertawa ria, membuat lelucon, dan kadang garing. Devan, Erik dan Bagas
merupakan anak Bahasa. tapi, dari kelas X sialnya mereka tidak pernah sekelas,
tapi kini, Devan sekelas dengan Bagas di 12 Bahasa 2. sedangkan Stev dan Radit
anak MIA, saat kelas XI Radit pernah satu kelas dengan Milla, dan kini Radit
satu kelas dengan Stev di MIA 2.
#4
#4
Hari ini Alysa berniat tidak ingin
kekantin, karena tidak ingin bertemu dengan Naufal. Sudah seminggu ia tidak
bertemu dengan Naufal, Namun karen ia lupa membawa bekal dan perutnya pun mulai
meminta dimasukan makanan, mau tak mau Alysa ke kantin dan berharap tidak akan
bertemu dengan Naufal, karena jika bertemu bisa saja ia gagal untuk berusaha
melupakan Naufal, mungkin. Saat di kantin Alysa nampak mindik-mindik melihat
kanan kiri menjaga-jaga saat melihat Naufal ia bisa langsung mengalihkan
pandangannya, mungkin juga tidak.
Devan yang asik ngobrol dengan
teman-temannya, tanpa sengaja melihat Alysa sedang berada di tukang kebab,
menunggu pesannya sambil pandangan mengadah ke layar ponselnya. Terlintas
kata-kata Milla "kalo lo tau sifat
asli Alysa, gue yakin lo bakal nyaman berada dideket dia," . membuat Devan berfikir sejenak lalu
menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangnya ke teman-temannya lagi.
Setelah pesanannya jadi, Alysa membayar
dan berpindah ke tempat jus, sayangnya saat Alysa mendongak dari layar
ponselnya ia melihat Naufal bersama dengan Tia sedang ditempat jus. Tia adalah
pacar Naufal. Wanita yang menjadi alasan mengapa harapannya pupus. Akhirnya,
Alysa balik badan dan lekas pergi dari sana, ia mengurungkan niatnya untuk
membeli jus alpukat kesukaannya. Ia berlari kecil menuju lapangan basket indoor
yang berada tak jauh dari kantin. Entah mengapa, Alysa bisa berlari kesana,
tapi tak masalah asal tempat itu cocok untuk menenangkan dirinya sejenak, Alysa
duduk di kursi penonton, meletakkan kebab di sebelahnya. Dan ia terdiam
sejenak. Ternyata mereka masih pacaran. Gumam Alysa kemudian ia menuju
ke bola basket yang menganggur di tengah lapangan, nampaknya ada yang baru
bermain basket dan tidak meletakkan bolanya kembali, dasarr.
Devan yang melihat Alysa bergegas dengan
terburu-buru, seperti abis melihat genderuwo. Berdiri dan mengarah ke tempat
jus, ia memesan jus. Lalu ia pergi tanpa teman-temannya menyadari ke pergian
Devan.
Alysa mencoba mendribble bola
basket, menempatkan sasarannya dan mulai men-shoot kearah ring, alhasil. Ia gagal memasukkan bola
tersebut seperti hal nya ia gagal memasukan hati nya ke hati Naufal.
Berkali-kali Alysa mencoba, tetap saja tidak masuk. Alysa memang tak pandai
bermain basket, ia hanya sok-sok an, tak perduli berapa kali bola basket itu
meleset yang penting ia terlihat keren dengan memegang bola basket. Pikirnya.
Untuk yang kesekian kalinya ia gagal
memasukan bola tersebut, "payahh banget" . Alysa di kaget kan
dengan suara seseorang, membuatnya mencari sumber suara tersebut, yang ternyata
itu suara Devan, sedari tadi Devan besender dipintu masuk, memperhatikan Alysa
bermain basket yang entah berapa kali ia gagal, Alysa hanya melihatnya menuju
kearah tempat kebab yang ia letakkan dan menaruh jus di sebelah kebab milik
Alysa, lalu berjalan ke arah Alysa. "Lempaarr"
Tanpa Alysa sadar, ia mengikuti perintah
Devan untuk melempar basket ke arahnya. Devan mulai mendribble dan men-shoot bola hingga akhirnya bola itu masuk ke ring
dari jarak yang lumayam jauh. "Wow" benak Alysa menatap kagum tanpa sadar
Devan mengarah ke arahnya sembari mendribble bola basket, "biasa aja
kali ngeliatinnya, gue tau kok gue keren tapi nggak usah sampe melongo gitu,
jadi malu gue" dengan pede nya
Devan berkata disertai senyum lebarnya.
Membuat
Alysa tersadar dari kekagumannya "ih nggak usah ke pede an jadi orang,
gue juga bisa masukin bola itu ke ring"
dengan percaya diri Alysa mengatakan dengan senyum miring dan satu
alisnya di naikan.
"Masa? Berapa kali bolanya masuk?" ledek Devan dengan senyum sinisnya. Alysa seketika membeku, kaku, "ee..ber..e" bingung dengan jawaban yang harus ia jawab, pasalnya ia selalu gagal memasukan bola ke ring.
Devan semakin meledek Alysa "berapa? Satu? Dua? Tiga? Apaa..." Alysa menunggu lanjutan Devan, hingga Devan semakin dekat dan membuat Alysa harus mengerutkan dahinya. "NOL" bisik Devan membuat mata Alysa membesar dan wajahnya memerah kesal. Menyebalkan.
"Masa? Berapa kali bolanya masuk?" ledek Devan dengan senyum sinisnya. Alysa seketika membeku, kaku, "ee..ber..e" bingung dengan jawaban yang harus ia jawab, pasalnya ia selalu gagal memasukan bola ke ring.
Devan semakin meledek Alysa "berapa? Satu? Dua? Tiga? Apaa..." Alysa menunggu lanjutan Devan, hingga Devan semakin dekat dan membuat Alysa harus mengerutkan dahinya. "NOL" bisik Devan membuat mata Alysa membesar dan wajahnya memerah kesal. Menyebalkan.
"Sini.
Mana bolanya, gue nggak terima lo remehin gue!!" bentak Alysa dan berusaha
merebut bola dari tangan Devan, tapi Devan lebih gesit dibanding Alysa.
Sehingga Devan mengayunkan bolanya ke segala arah hingga hampir membuat mereka
ciuman, jaraknya sangatlah tipis. Devan langsung melotot kaget begitu juga
dengan Alysa, membuat mereka salah tingkah. Alysa membuang muka dan berjalan
mengambil kebabnya dan pergi berjalan keluar, tapi, Devan mencegahnya, "tunggu"
.
Alysa berhenti berjalan dan menengok ke belakang, Devan mengambil jus yang diletakkan di sebelah kebab Alysa tadi, mendekat ke arah Alysa. "Ini buat lo, nggak mungkin kan lo makan tanpa minum " Devan memberikan jus yang tadi di belinya, Alysa menatap Devan bingung tanpa mengambil jus itu.
"Ini ambil, lagi ini juga rasa kesukaan lo kan?" . "MODUS" ketus Alysa sinis,
"dihh siapa yang modus, gue ikhlas kasih ini buat lo, toh ngapain juga modusin cewek model lo, udah nih ambil, gue nggak mau tau. Gue udah beliin ini buat lo" Devan menarik paksa tangan kanan Alysa agar Alysa memegang jus nya. Lalu, Devan bergegas keluar. Menyebalkan.
"Apa-apaan dia, seenaknya aja." Alysa kesal dan pergi meninggalkan lapangan dan kembali kekelasnya.
Alysa berhenti berjalan dan menengok ke belakang, Devan mengambil jus yang diletakkan di sebelah kebab Alysa tadi, mendekat ke arah Alysa. "Ini buat lo, nggak mungkin kan lo makan tanpa minum " Devan memberikan jus yang tadi di belinya, Alysa menatap Devan bingung tanpa mengambil jus itu.
"Ini ambil, lagi ini juga rasa kesukaan lo kan?" . "MODUS" ketus Alysa sinis,
"dihh siapa yang modus, gue ikhlas kasih ini buat lo, toh ngapain juga modusin cewek model lo, udah nih ambil, gue nggak mau tau. Gue udah beliin ini buat lo" Devan menarik paksa tangan kanan Alysa agar Alysa memegang jus nya. Lalu, Devan bergegas keluar. Menyebalkan.
"Apa-apaan dia, seenaknya aja." Alysa kesal dan pergi meninggalkan lapangan dan kembali kekelasnya.
Devan kembali menuju ke kantin, untunglah
teman-temannya masih ada disana. Devan langsung bergabung kembali.
"Van abis dari mana lo, pergi gitu aja" tanya erik
"Sorry tadi ada urusan mendadak," kebohongan Devan membuat
mereka percaya
"Sok sibukk".
"Sok dipentingin."
"Anjaass" seru teman-temannya, dan melontarkan tawa.
Bagas yang asik menyedot jus nya, terpanah dengan melihat pemandangan Naufal dengan
Tia .
"gilaa
ya, Naufal ama Tia, pacarannya awet bener, iri hayati" kata Bagas yang membuat
teman-temannya ikut tertuju ke arah Naufal dan Tia.
"Makanya cari sono pacar, biar nggak jones-jones amat" celetuk Steve. "Alah kaya sendirinya nggak jones aja sih step" balas Bagas.
“Gue mah SWAG, Single Woles Anti Galau" tegas Steve dengan gaya seperti rapper, membuat Erik dan Radit ber-toss dengan Stev, "Yomaann bro Steve" . membuat pecah tawa mereka.
"Makanya cari sono pacar, biar nggak jones-jones amat" celetuk Steve. "Alah kaya sendirinya nggak jones aja sih step" balas Bagas.
“Gue mah SWAG, Single Woles Anti Galau" tegas Steve dengan gaya seperti rapper, membuat Erik dan Radit ber-toss dengan Stev, "Yomaann bro Steve" . membuat pecah tawa mereka.
"Bukannya
waktu kelas X Naufal deket ama Alysa ya?
Kok jadinya ama Tia, kocak." pancing
Devan yang sebenarnya ia tau bahwa Naufal dan Alysa hanya sebatas teman dekat.
"Peduli amat sih lo van ama siklus hidup mereka" ledek Erik. "Ye gue cuma nanya doang kali " desis Devan "baper banget sih bang Devan, elah" ledek Steve.
"Naufal sama Alysa cuma sebatas temen deket doang, gue juga nggak ngerti deh, gue pikir mah mereka pacaran, eh terus pas naik kelas XI mereka nggak deket lagi, nggak tau sebabnya apa" jelas Radit.
"Peduli amat sih lo van ama siklus hidup mereka" ledek Erik. "Ye gue cuma nanya doang kali " desis Devan "baper banget sih bang Devan, elah" ledek Steve.
"Naufal sama Alysa cuma sebatas temen deket doang, gue juga nggak ngerti deh, gue pikir mah mereka pacaran, eh terus pas naik kelas XI mereka nggak deket lagi, nggak tau sebabnya apa" jelas Radit.
Penjelasan Radit membuat Devan penasaran
dengan Naufal dan Alysa, mengapa tadi Alysa tidak menyapa Naufal saat di tempat
jus, Alysa malah membuang muka dan berlari menjauh. Dan setiap kali Devan
melihat Alysa dan Naufal berpapasan mereka seperti orang yang saling nggak
kenal. Ahh peduli amat gue sama mereka. Gumam Devan menggelengkan
kepalanya.
"Wih Radit mak-mak gosip" kata Bagas menggeprak meja
kantin.
"Anjaasss"
disusul dengan Erik
"Ye TAI kau"
jawab Radit jengkel
Tunggu kelanjutannya yaa.Terimakasih telah berkunjung! selamat membacaa :)
Komen yaaa :)
